Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berjalan beriringan, sepuluh pemimpin Front Persatuan untuk Demokrasi Menentang Kediktatoran itu memasuki sebuah mobil van berwarna abu-abu. Wajah mereka terlihat berkerut, setelah melakukan pembicaraan tertutup. ”Kami dapat berita pekan depan akan lebih gawat,” kata Weng Tojirakarn kepada Tempo, akhir pekan lalu. Di tengah hiruk-pikuk kawasan Ratchaprasong—markas kelompok Kaus Merah—van abu-abu yang terletak di dekat panggung tempat berpidato itu menjadi satu-satunya tempat yang kedap suara dan steril.
Weng dan pentolan Kaus Merah lainnya biasa berkumpul di van itu untuk mendiskusikan informasi intelijen yang mereka terima dari militer dan polisi yang bersimpati kepada mereka. Telah lama diketahui adanya faksi di tubuh militer dan polisi Thailand yang mendukung bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra. Fakta itu membuat Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva begitu berhati-hati menangani kelompok Kaus Merah. Lolosnya tiga pentolan Kaus Merah dari penangkapan di Hotel SC Park tak lepas dari keretakan itu. ”Informasi intelijennya bocor,” kata sumber Tempo.
Informasi telik sandi yang diterima pentolan Kaus Merah mulai terbukti sepanjang pekan lalu. Sejak Senin subuh pekan lalu beberapa kompi tentara makin ketat mengepung kawasan Ratchaprasong. Tentara bersiaga di jembatan penyeberangan menuju Sky Train di persimpangan kompleks bisnis utama Silom. ”Kami mulai bergerak semalam,” kata juru bicara Komando Pusat Operasi Darurat, Kolonel Werachon Sukondhapatipak, Senin pekan lalu di ruang kerjanya.
Silom merupakan salah satu jantung bisnis Bangkok. Di sana terdapat pusat perkantoran dan perbankan. Bank of Thailand dan Bank Ayudhya, dua bank utama milik pemerintah Thailand, ada di kawasan ini. Persimpangan ini berhadapan langsung dengan Jalan Ratchadamri yang sudah termasuk kawasan Ratchaprasong.
Darah akhirnya kembali tumpah, Rabu pekan lalu. Tiga granat meledak di Stasiun Sky Train Sala Daeng menewaskan satu orang dan melukai puluhan lainnya. Dua granat lain diluncurkan ke stasiun pengisian avtur dekat Bandar Udara Suvarnabhumi. Salah satu korban cedera di Sala Daeng adalah Arman Briananda Megawe, 42 tahun, asal Surabaya. Sesaat setelah ledakan, Arman berlari sekuat tenaga menuju Hotel Dusit Thani, di kawasan Silom. Tapi kakinya seperti berat untuk diangkat. ”Sakit sekali. Saya lihat ada darah,” ujarnya lewat telepon.
Lima belas menit sebelumnya, Arman masih asyik memotret warga Silom yang sedang berjoget sambil mendengar pengeras suara di pojok persimpangan kawasan itu. Kerumunan bubar setelah bom meledak sepuluh meter dari tempat tersebut. ”Saya kena pecahannya,” katanya. Granat itu membuat kaki kirinya dioperasi, dan lutut kanannya mendapat tujuh jahitan di tangan dokter dari Bangkok Nursing Home Catholic Hospital.
Saat tiga bom meledak, warga panik. Namun, setelah menunggu tak ada ledakan lagi, mereka berangsur berkerumun kembali di bawah jembatan penyeberangan Sala Daeng. Mereka berjoget dan mengagumi mercon warna-warni yang dilepaskan di wilayah kekuasaan Kaus Merah. ”Saya dan warga di sana berpikir tiga ledakan itu mercon,” ujar Arman.
Rabu pekan lalu pula kelompok Kaus Kuning yang mendukung Abhisit memprovokasi Kaus Merah di persimpangan Silom. Polisi yang berjaga di kawasan itu tak berdaya menghadapi hujan batu yang dilepas dengan katapel dan lemparan botol dari kedua pihak. Berikutnya, giliran warga Silom yang melempari Kaus Merah yang ingin parlemen dibubarkan dan Abhisit turun.
Namun investigasi awal pemerintah menemukan ketiga granat di Stasiun Sala Daeng berasal dari seberang Silom, tepatnya kawasan Ratchaprasong. Juru bicara pemerintah, Panitan Wattanayagorn, tegas menunjuk daerah yang dikuasai Kaus Merah sebagai tempat asal granat.
Amunisi pemerintah sebetulnya sudah lengkap karena adanya perintah pengadilan untuk operasi menyerbu massa. Tapi pemerintah masih menenggang Kaus Merah dan hanya meminta mereka meninggalkan kawasan itu secara damai.
Kesabaran pemerintah berbuah dengan tertangkapnya Methee Amorn-wuttikul, salah satu artis pendukung Kaus Merah, Kamis pekan lalu. Di mobil Methee, polisi menemukan senapan mesin. Dia mengaku timnya merebut senjata itu dari tentara saat bentrok berdarah di Monumen Demokrasi. ”Dia juga mengaku Kaus Merah punya senjata lain,” kata Panitan.
Militer memang tak mau kejadian di Monumen Demokrasi berulang. ”Mereka juga warga Thailand,” ujar Kolonel Werachon Sukondhapatipak. Maka, kendati mengetatkan pengepungan, tentara tak mau terpancing bentrok dengan demonstran Kaus Merah.
Berita sejuk itu datang dari Jaran Dittha-apichai, salah satu pentolan Kaus Merah. Setelah anggota parlemen dari Partai Phue Thai mengirimkan surat ke Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bangkok, Jaran mengatakan kelompoknya bersedia berunding. ”Asal melalui pihak ketiga, yaitu PBB,” katanya melalui telepon.
Jaran berharap akhir pekan ini Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengeluarkan pernyataan soal krisis politik di negeri itu. Tanpa perundingan, situasi Bangkok dikhawatirkan semakin genting. Moncong senapan tentara, menurut Kwanchai Praiphana—salah satu pentolan Kaus Merah—sudah diarahkan ke Jalan Ratchadamri. Tenggat penyerbuan pun sudah ditetapkan. ”Sumber kami bilang, deadline sampai Ahad pekan ini (pekan lalu).” Toh, keinginan berunding dari Kaus Merah belum bulat. Weng Tojirakarn tak setuju dengan gagasan ini. ”Kami ingin parlemen bubar, bukan negosiasi.”
Upaya menyelesaikan krisis juga dilakukan bekas perdana menteri Chavalit Yongchaiyudh. ”Sebaiknya Raja turun tangan,” ujarnya. Tapi langkah Ketua Umum Partai Phue Thai itu dikecam Abhisit. ”Raja di atas politik. Berani-beraninya dia minta Raja ikut campur.” Phue Thai merupakan pendukung Kaus Merah. Sikap lunak beberapa pentolan Kaus Merah dilatari situasi mereka yang hanya bisa bertahan di Ratchaprasong. Sebelumnya, tokoh Kaus Merah, Arisman Pongruengrong, menyatakan kelompoknya akan menguasai Silom.
Ratchaprasong kini seperti zona militer. Barikade berupa tumpukan ban dan jaring baja dipasang di depan jembatan penyeberangan. Di mulut Jalan Ratchadamri, ratusan bambu runcing dihadapkan ke persimpangan Silom. Bambu-bambu itu dipasang di depan barikade besi. Di belakang dan di bawah bambu ditumpuk ban sehingga rangkaian bambu berdiri kukuh. Penjaga keamanan dan massa Kaus Merah hanya berjaga di beberapa titik.
Semua pusat belanja mewah di kawasan itu—Central World, Siam Paragon, dan Deep Ocean—kini tutup. Tingkat hunian hotel mewah merosot drastis. Hotel Intercontinental, misalnya, hanya terisi 30 persen. Padahal biasanya saat perayaan tahun baru Songkran seperti saat ini, tingkat hunian minimal mencapai 60 persen.
Simpati dan dukungan warga Bangkok menurun gara-gara aksi Kaus Merah yang nyaris melumpuhkan seantero kota. Warga Silom, misalnya, kini terang-terangan menyatakan kegeraman pada Kaus Merah yang telah sebulan lebih menduduki kawasan Ratchaprasong. Mereka tak ingin keadaan serupa menimpa daerah mereka.
Tak mengherankan kelompok Aliansi Rakyat Demokratis alias Kaus Kuning yang mendukung Abhisit berusaha mencuri dukungan rakyat. Di dalam van abu-abu, para pemimpin Kaus Merah harus memutar otak menghadapi situasi tak menguntungkan ini.
Yophiandi (The Nation, China Post, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo