Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=verdana size=1>Malaysia</font><br />Membidik Inggris, Menyorot Melayu

Warga Malaysia keturunan India menggelar demonstrasi terbesar dalam satu dekade terakhir. Tak semata urusan kompensasi dari abad ke-19.

3 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUAN orang merubung di Gua Batu, sebuah kuil Hindu di luar Kota Kuala Lumpur, Ahad silam. Dengan wajah merah, mereka bergerak menuju Komisi Tinggi Pemerintahan Inggris. Sepanjang perjalanan, semakin banyak warga Hindu Malaysia yang bergabung. ”Akan tiba waktunya ketika bom waktu meledak,” ujar Lingam Suppiah, salah seorang demonstran. ”Kami tak bisa lagi bersabar.”

Tujuan resmi dari demonstrasi yang dipimpin P. Uthayakumar itu adalah mendesak Inggris agar membayar kompensasi kepada masyarakat Malaysia keturunan India. Pada abad ke-19, para leluhur mereka dipaksa datang ke Malaysia sebagai pekerja perkebunan. Sejak itu, warga etnis India yang umumnya beragama Hindu selalu menempati strata terbawah di bidang pekerjaan, pendidikan, ekonomi, dan pemerintahan. ”Sebagian besar etnis India sekarang terlibat dalam penyalahgunaan alkohol yang parah dan kriminalitas,” ujar seorang aktivis Hindu Rights Action Force (HRAF).

Agustus lalu, HRAF, kelompok advokasi, memasukkan gugatan senilai US$ 4 triliun (sekitar Rp 36 ribu triliun) di pengadilan London untuk ”dosa-dosa masa silam” pemerintah kolonial Inggris. Demonstrasi yang dilakukan Uthayakumar dan kawan-kawan dilakukan untuk memberikan gaung yang lebih besar pada tuntutan itu.

Tapi, begitu kerumunan yang terdiri atas sedikitnya 10 ribu orang tersebut memasuki jalan-jalan utama, nuansa demonstrasi berubah menjadi protes atas perlakuan diskriminatif yang mereka alami dari pemerintahan muslim Melayu. Meski mereka mengusung poster pemimpin karismatik India, Mahatma Gandhi, demonstran tetap marah. Botol-botol minuman dan bebatuan melayang ke arah polisi. ”Kami tak bisa lagi menerima diskriminasi,” jeritan itu terdengar sahut-menyahut.

Hujan batu yang tak kunjung henti membuat polisi membalas dengan tembakan meriam air dan gas air mata. Aparat juga mengejar para demonstran yang lintang-pukang menyebar di sela-sela jalan Menara Petronas atau bersembunyi di balik toko dan hotel-hotel di kawasan itu. Para saksi mata menyebutkan banyak demonstran yang digebuk dan diseret ke dalam truk polisi. Setelah amuk reda, pecahan pot dan sepatu tanpa tuan berceceran di pelbagai ruas jalan, menjadi saksi bisu sebuah amuk yang berlangsung sekitar 8 jam. ”Mereka memperlakukan kami seperti anjing,” demikian protes Thruchelven Rajoo, seorang peserta demonstrasi.

Kepala Polisi Kuala Lumpur Zulhasnan Najib Baharudin menolak menjawab pertanyaan wartawan tentang jumlah demonstran yang ditahan aparat. Tiga hari setelah demonstrasi, 80 orang keturunan India diajukan ke depan lima pengadilan dengan dakwaan ikut demonstrasi ilegal dan mencoba mencederai polisi. ”Jika dakwaan terbukti, mereka bisa dijatuhi hukuman enam bulan sampai lima tahun,” ujar Saha Deva Arunasalam, salah seorang pengacara yang mewakili terdakwa.

Perdana Menteri Abdullah Badawi mengeluarkan ancaman akan menggunakan Akta Pengamanan Dalam Negeri (ISA) yang mengizinkan aparat menangkap siapa pun yang mereka inginkan tanpa perlu mengajukannya ke pengadilan, untuk mencegah meluasnya demonstrasi. Namun langkah ini dikecam Dewan Pengacara Malaysia. ”Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan penderitaan etnis India ketimbang menghukum mereka,” ujar Ambiga Sreenevasan, Presiden Dewan Pengacara Malaysia. ”Kekerasan hanya menyebabkan lebih banyak persoalan.”

Dakwaan yang dituduhkan pemerintah itu juga membuat berang Uthayakumar. ”Dakwaan ini bersifat rasial. Publik akan semakin membenci pemerintah,” ujarnya. Namun tak semua etnis India sepakat dengan Uthayakumar. Misalnya Samy Vellu Sangalimuthu, 71 tahun, satu-satunya menteri berdarah India di pemerintahan Badawi. ”Ini pasti ulah pihak oposisi untuk merusak citra pemerintah,” kata Menteri Pekerjaan itu. ”Kami sudah bekerja di dalam sistem (pemerintahan) untuk mengatasi pelbagai problem yang dihadapi komunitas India.”

Akmal Nasery Basral (Bernama, BBC, The Telegraph)


Komposisi Masyarakat

  • Melayu 50,4%
  • Cina 23,7%
  • India 7,1%
  • Penduduk asli 11%
  • Lain-lain 7,8%

    Agama

  • Islam 60,4%
  • Buddha 19,2%
  • Kristen 9,1%
  • Hindu 6,3%
  • Konfusius & Tao 2,6%
  • Lainnya 2,3%
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus