Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=verdana size=1>Annapolis</font><br />Palestina Minus Hamas

Perdana Menteri Israel dan Presiden Palestina membahas agenda pembicaraan damai di Annapolis, Amerika. Hamas tidak diikutsertakan sama sekali.

3 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Akademi Angkatan Laut Amerika Serikat di Annapolis, Maryland, Presiden Amerika George W. Bush menjadi sohibul bait, tuan rumah sejumlah tamu istimewa, Selasa pekan lalu. Ia mempertemukan dua orang sangat penting untuk mewujudkan sebuah Timur Tengah yang damai: Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Di samping itu, ia sibuk menerima perwakilan lebih dari 40 negara—termasuk Indonesia—yang berbaik hati memenuhi undangan khususnya ke Annapolis.

Ya, dalam tujuh tahun terakhir, konflik Timur Tengah bukan topik yang pernah dibicarakan. Bush mengirim pasukan untuk menginvasi Irak, mengabaikan hasil pemilihan di Palestina manakala kelompok yang tak disukainya (Hamas) menang, dan menghabiskan dua periode kepemimpinannya tanpa membicarakan solusi damai Timur Tengah. Sekarang ia seakan-akan insaf atas kelalaiannya selama ini, dan membubuhkan tenggat: pembicaraan selesai pada pengujung masa jabatannya, akhir 2008.

Maka kedua orang itu, beserta staf, membahas agenda pembicaraannya. Mahmud Abbas menginginkan pembicaraan yang menukik langsung ke jantung persoalan masalah Palestina kini: soal perbatasan negara Palestina, konsep dua negara yang bakal mewujudkan perdamaian. Sedangkan Ehud Olmert masih bertahan dengan topik-topik pembicaraan yang lebih samar.

Seorang sumber Palestina menyebutkan pembicaraan antara kedua tim negosiasi mentok pada Senin malam. Saeb Erekat pun menggantikan Ahmed Qurei sebagai ketua tim negosiasi untuk melanjutkan perdebatan yang tak juga berujung sama. Esok paginya, ketika mendarat di Annapolis, Bush menekan Abbas untuk menyetujuinya. Pertemuan di Annapolis akhirnya berujung pada kesepakatan. ”Implementasi kesepakatan damai ini di masa mendatang bergantung pada penerapan Peta Damai 2003,” begitu pernyataan bersama mereka. Washington akan menjadi hakim yang memutuskan apakah kewajiban dalam Peta Damai sudah dipenuhi atau belum.

Gagasan Peta Damai muncul setelah Bush yang bernafsu menyerang Irak itu mulai sadar akan pentingnya dukungan negara-negara Arab. Peta Damai mewajibkan Israel menghentikan pembangunan rumah permukiman baru di Tepi Barat dan Gaza, di samping menghancurkan rumah-rumah yang didirikan di atas tahun 2001. Di pihak lain, pemerintah Palestina juga harus bisa menghentikan aksi kekerasan yang dilontarkan ke wilayah Israel, sekaligus menghancurkan infrastruktur kelompok-kelompok teroris di tanah Palestina.

Sudah bisa diperkirakan, Mahmud Abbas akan menemukan banyak kesulitan dalam menerapkan bagian yang kedua itu. Setelah pertarungan Hamas-Fatah yang berakhir dengan terbelahnya Palestina—Hamas menguasai Gaza, Fatah menguasai Tepi Barat—praktis Mahmud Abbas tidak punya jangkauan cukup jauh untuk menenteramkan Gaza, wilayah yang notabene dikuasai Hamas.

Meski dikucilkan dunia internasional, di Gaza, Hamas berada di atas angin. Hamas sosok yang memenangi pemilu tahun lalu dan milisinya lebih kuat daripada milisi Fatah ditambah keamanan Pemerintah Otoritas Palestina. Dan, ”Kami menolak konsekuensi apa pun dari Annapolis,” kata mantan Perdana Menteri dari Hamas, Ismail Haniya.

Ketika Bush, Abbas, dan Olmert berbicara di Amerika, puluhan ribu warga menghijaukan wilayah yang sejak Juni silam dikuasai Hamas itu. ”Orang-orang yang ada di dalam pertemuan di Annapolis tak mewakili rakyat Palestina. Mereka hanya mewakili diri mereka sendiri,” kata seorang pemrotes melalui pengeras suara. Bahkan penolakan yang sama terjadi di tanah kekuasaan Abbas, di Hebron, Tepi Barat.

Di bawah Hamas, Gaza terisolasi. Sebanyak 1,2 juta dari total penduduk 1,4 juta kini bergantung pada bantuan makanan dari PBB. Sementara itu, angka pengangguran mencapai sekitar 50 persen. Dan dalam lima bulan terakhir, 80 ribu orang kehilangan pekerjaan. Sektor swasta ambruk akibat penutupan Gaza setelah penguasaan wilayah ini oleh Hamas. Banyak anak muda pun antre mendaftar menjadi anggota kelompok bersenjata ataupun kepolisian.

Purwani Diyah Prabandari (Haaretz, BBC, Guardian)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus