Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#FF9900>PALESTINA</font><br />Dari Asia untuk Gaza

Karavan Solidaritas Asia untuk Gaza berangkat dari New Delhi menuju Gaza. Setelah sebulan, konvoi internasional Asia pertama masuk Gaza.

10 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"RASANYA seperti mimpi,” begitu tutur salah seorang aktivis asal Indonesia, Irman Abdurrahman. Mata pria 34 tahun ini berkaca-kaca.

Malam itu, tepatnya pukul 11.54, Ahad, 2 Januari lalu, tiga bus rombongan Asia to Gaza Solidarity Caravan yang berisi 112 aktivis kemanusiaan untuk Palestina menyeberang perbatasan memasuki tanah Palestina dari Mesir.

Mereka langsung disambut oleh pejabat Kementerian Luar Negeri setempat dan dibawa ke Hotel Al-Quds International di Kota Gaza. ”Seperti tamu negara,” kata Irman, saat dihubungi Rabu pekan lalu. Acara mereka seminggu itu padat: dari mendatangi kawasan yang pernah menjadi korban serangan pasukan Israel, menemui keluarga mereka yang ditahan Israel, hingga disambut Perdana Menteri Palestina dari Hamas, Ismail Haniyah.

Karavan Solidaritas Asia untuk Gaza berangkat dari New Delhi, India, 2 Desember lalu. Melewati Pakistan, Iran, Turki, dan Suriah, mereka tiba di Mesir pada 2 Januari siang, kemudian menyeberang ke Jalur Gaza lewat Raffah pada pukul 11.54 malam. ”Tadinya kami diminta menyeberang esok, tapi kami ngotot hari itu juga,” Irman menjelaskan.

Rencananya, Karavan dari Asia akan memasuki Gaza pada 27 Desember, bertepatan dengan peringatan dua tahun perang 22 hari di Gaza. Tapi ada sedikit permasalahan dengan penguasa Mesir yang membuat mereka baru bisa menyeberang pada 2 Januari. Apa boleh buat, tak semua bantuan yang dibawa bisa sampai di Gaza. Hanya obat-obatan, mobil ambulans, pakaian, susu, dan beberapa lainnya—senilai sekitar US$ 1 juta (Rp 9 miliar)—yang bisa menyentuh warga Gaza. ”Meski di satu sisi kecewa, kami menghargai pemerintah Mesir,” kata Irman, yang menjadi juru bicara delegasi dari Indonesia yang berjumlah 11 orang dan dua wartawan.

Karavan Solidaritas Asia untuk Gaza bukanlah kelompok aktivis internasional pertama yang membawa bantuan ke tanah Palestina. Sejak Jalur Gaza ditutup oleh Israel, Juni 2006, dan setelah salah seorang tentara Israel, Gilad Shalit, ditahan Hamas, berbagai kelompok yang beranggotakan aktivis perdamaian internasional mencoba menembus blokade dan menyerahkan bantuan kemanusiaan. Apalagi kondisi Gaza memang cukup memprihatinkan akibat konflik bersenjata yang belum juga berhenti ini.

”Lebih dari separuh bangunan di Gaza bagian utara rata dengan tanah,” kata Irman. Di kawasan utara Gaza, menurut relawan Voice of Palestine ini, hanya ada satu rumah sakit. ”Itu pun hanya tempat rehabilitasi untuk para korban perang.”

Bahkan warga pun menjadi jatuh miskin karena blokade. Mereka hidup di bawah US$ 1 (Rp 9.000) per hari. Tak cukup bahan makanan, tak tersedia cukup obat-obatan, bahan bakar pun sangat kurang dan mahal, sekitar US$ 1 per liter. ”Listrik sering mati.” Banyak warga yang terpisah dari keluarga mereka, sebagian bahkan harus mendekam di penjara-penjara Israel. Irman sempat bertemu dengan keluarga yang kehilangan puluhan anggotanya hanya dalam sekali serangan Israel.

Masyarakat internasional tak diam. Pada Agustus 2008, Free Gaza Movement yang berpusat di Siprus membuka langkah dengan mengirim kapal bantuan ke Gaza. Sayang, kapal ditahan pasukan Israel, dan para relawan ditahan.

Setengah tahun kemudian, Viva Palestina yang dimotori mantan anggota parlemen Inggris, George Galloway, mengikuti jejak Free Gaza Movement. Hanya mereka tak lewat laut. Bantuan dibawa lewat jalur darat melalui Mesir. Akhirnya hampir sama, mereka tak bisa sampai di Gaza. Demikian pula kebanyakan bantuan yang dibawa.

Juga pada Desember 2009, Gaza Freedom March dari Amerika Serikat ditolak oleh Mesir, gagal masuk Palestina. Terakhir, rombongan kapal Free Gaza Movement yang berangkat dari Turki mencoba masuk Gaza dan berakhir dengan serangan pasukan Israel terhadap kapal Mavi Marmara, 31 Mei tahun lalu. Sembilan orang tewas dalam insiden tersebut, dan membuat Israel menghadapi tekanan besar dari masyarakat internasional.

Karavan Solidaritas Asia untuk Gaza dibentuk empat bulan lalu. Konvoi kemanusiaan internasional pertama dari Asia, dengan sekitar 160 orang berasal dari 15 negara lebih, bersama menuju Gaza. Ada yang dari India, Pakistan, Malaysia, Jepang, Selandia Baru, Yordania, dan beberapa negara lain. Latar belakang agama pun beragam, ada muslim, nasrani, Hindu, Buddha, bahkan ateis.

Kamis pekan lalu, Karavan Solidaritas Asia meninggalkan Gaza. Tapi sebuah janji ditorehkan. ”Akan ada rombongan berikutnya.”

Purwani Diyah Prabandari (Al-Ahram, Pal Telegraph, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus