Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala delegasi perundingan nasional Houthi di Yaman, Mohammad Abdulsalam, yakin bahwa kapal induk Amerika Serikat USS Dwight D. Eisenhower telah rusak dihantam rudal Houthi. Kapal induk bertenaga nuklir itu kemudian ditarik dari Laut Merah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Informasi teknis militer Angkatan Bersenjata Yaman mengkonfirmasi bahwa Amerika Serikat berbicara tentang rusaknya kapal induk Eisenhower, tanpa menjelaskan tingkat dan luasnya kerusakan tersebut,” kata Abdulsalam, seperti dikutip kantor berita Yaman, Yemen Press Agency, pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Brigadir Jenderal Yahya Saree, juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman yang terafiliasi dengan Houthi, menyatakan pada 24 Juni 2024 bahwa pasukannya telah menembakkan rudal balistik dan rudal penjelajah untuk menyerang USS Dwight D. Eisenhower. Dia mengklaim bahwa “operasi ini berhasil mencapai tujuannya” dan membuat kapal induk bertenaga nuklir milik Angkatan Laut Amerika Serikat itu meninggalkan kawasan tersebut.
Komando Pusat Amerika Serikat (US Centcom) membantah klaim Houthi tersebut tapi tak menjelaskan apakah benar USS Eisenhower telah diserang rudal Houthi. Kementerian Pertahanan Amerika atau Pentagon hanya menyatakan bahwa kapal induk itu ditarik dari Laut Merah karena akan digantikan dengan USS Theodore Roosevelt. Kapal itu dianggap telah melampaui masa beroperasinya selama lebih dari delapan bulan di Laut Merah dan sekitarnya.
USS Theodore Roosevelt, kapal induk bertenaga nuklir yang dinamai sesuai nama Presiden Amerika ke-26, sekarang sedang berada di kawasan Asia Pasifik. Pada 1 Juli 2024, kapal itu berpartisipasi dalam latihan perang gabungan Freedom Edge bersama Jepang dan Korea Selatan di Laut Cina Selatan.
Armada Serang Theodore Roosevelt terdiri dari kapal induk USS Roosevelt, yang membawa pesawat-pesawat tempur dari Skuadron Carrier Air Wing 11; kapal perusak USS Halsey; kapal perusak USS Daniel Inouye; serta pesawat patroli maritim P-8 Poseidon.
“Angkatan Laut, rudal, dan pertahanan udara Yaman saat ini jauh lebih kuat dibandingkan sebelum tanggal 7 Oktober 2023 sebagai hasil dari manfaat besar pertempuran dan pengembangan yang terus menerus,” ujar Abdulsalam.
“Amerika tahu bahwa senjata kami diproduksi secara lokal di Yaman,” tutur Abdulsalam. Juru bicara Houthi itu menekankan bahwa “upaya untuk meragukan dan melemahkan posisi Yaman hanya untuk menyokong proyek Israel”.
Houthi telah menyerang kapal dagang dan kapal perang yang melintasi perairan seputar Yaman dengan alasan kapal-kapal itu berhubungan dengan entitas Israel. Hal ini mereka lakukan sebagai balasan atas serangan brutal militer Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza. Serangan ini memicu krisis di kawasan Laut Merah dan mengganggu rantai pasok berbagai komoditas dunia, khususnya minyak mentah.
Meskipun demikian, Abdulsalam mengklaim ada koordinasi antara Yaman dengan negara-negara lain yang berhubungan dengan keamanan Laut Merah. “Beberapa di antara mereka meminta perlindungan untuk kapal mereka dan memperjelas bahwa mereka tidak akan pergi ke entitas Zionis Israel,” kata dia. “Sebagian besar negara Eropa berkoordinasi dengan kami sehubungan dengan operasi Yaman di Laut Merah untuk mendukung Gaza.”
Sejauh ini, tidak ada negara atau entitas perkapalan yang menyatakan telah meminta perlindungan atas kapal mereka dari pemerintah Yaman maupun Houthi.
Menteri Pertahanan Amerika, Lloyd Austin, telah meluncurkan Operasi Penjaga Kemakmuran (Operation Prosperity Guardian), operasi militer multinasional untuk mengamankan kawasan Laut Merah sekitar Yaman. Dalam operasi ini, kapal-kapal militer tidak harus mengawal kapal tertentu tapi membentuk semacam payung yang melindungi sebanyak mungkin kapal sipil.
Pilihan editor:
- Dihajar Rudal Balistik Houthi, Kapal Kargo Inggris Tenggelam dan Minyaknya Tumpah 29 Kilometer
- Kapal Perusak Amerika Serikat Tembakkan 450 Rudal saat Melawan Houthi di Laut Merah
- Houthi Serang Lagi Kapal Israel, Kapal Tanker Amerika Serikat, dan Kapal Dagang Inggris di Laut Merah