Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kapal Perusak Inggris HMS Diamond yang Diklaim Diserang Rudal Houthi Pulang ke Portsmouth

Kelompok milisi Houthi di Yaman mengklaim telah menembak kapal perusak Inggris HMS Diamond dengan rudal balistik tapi dibantah Inggris.

9 Juli 2024 | 07.03 WIB

HMS Diamond di Laut Merah dalam Operasi Penjaga Kemakmuran, dalam gambar selebaran ini diambil pada 6 Januari 2024. Lphot Chris Sellars/Handout via REUTERS
Perbesar
HMS Diamond di Laut Merah dalam Operasi Penjaga Kemakmuran, dalam gambar selebaran ini diambil pada 6 Januari 2024. Lphot Chris Sellars/Handout via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kapal perusak Angkatan Laut Kerajaan Inggris HMS Diamond telah bersandar di pangkalan Portsmouth, Inggris setelah misi lima bulan di Laut Merah dan Teluk Aden. Kelompok milisi Houthi di Yaman mengklaim telah menembak kapal itu dengan rudal balistik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Brigadir Jenderal Yahya Saree, juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, yang dikuasai Houthi, menyatakan bahwa pasukannya “telah berhasil” menembak HMS Diamond dengan beberapa rudal balistik pada Juni 2024 lalu. Menurut Al Mayadeen, serangan Houthi itu merupakan pembalasan atas pembantaian Israel di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza dan perlawanan terhadap ketidakadilan serius yang dihadapi rakyat Palestina akibat invasi Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pemerintah Inggris menyanggah klaim itu. “Klaim ini tidak benar,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris. Sebaliknya, HMS Diamond telah menembak jatuh sembilan drone dan sebuah rudal Houthi – ancaman udara paling banyak yang dapat dinetralkan oleh kapal perang Angkatan Laut Kerajaan Inggris di Yaman.

Target kesepuluh dan terakhir itu merupakan momen penting. Menurut Angkatan Laut Inggris, belum pernah ada kapal, pesawat terbang, atau senjata Inggris lain yang meluncur secepat itu dan menghancurkan rudal Houthi di Teluk Aden.

Letnan Freddy Hamblin, Petugas Diamond di Watch 4, mengenang malam ketika Diamond menembak jatuh tujuh drone menggunakan rudal dan senjata canggih Sea Viper ketika kelompok tugas internasional di wilayah tersebut mulai bertindak. “Saya baru saja datang untuk berjaga setelah matahari terbenam ketika kami mengantisipasi serangan drone skala besar,” katanya dalam rilis Angkatan Laut Inggris pada 6 Juli 2024.

“Ketika unit Angkatan Laut Amerika Serikat mulai menyerang, langit bersinar dengan percikan oranye seperti kembang api. Saat Anda mengaktifkan Sea Viper, seluruh jembatan berguncang dan muncul kilatan cahaya serta suara mendesing keras, diikuti keheningan dan kegelapan,” kata Hamblin.

Operasi HMS Diamond ini melibatkan armada Angkatan Laut Amerika Serikat, seperti kapal induk USS Dwight D. Eisenhower, USS Gravely, USS Laboon, dan USS Mason. Secara bersama-sama mereka menjatuhkan delapan belas drone udara, dua rudal jelajah antikapal, dan satu rudal balistik antikapal.

HMS Diamond adalah kapal perusak yang dirancang khusus dengan sistem pertahanan udara Sea Viper. Ia dilengkapi dengan Sistem Peluncuran Vertikal Sylver A50 dengan 48 sel, yang memungkinkan peluncuran rudal secara vertikal untuk kebutuhan reaksi cepat. Sistem ini dirancang untuk menampung beragam sel hingga 48 rudal Aster 15 dan Aster 30.

Kapal itu menghabiskan lebih dari dua bulan di daerah dengan ancaman tinggi atau sedang di kawasan Laut Merah dan Teluk Aden. Helikopter Wildcat miliknya juga dapat melakukan serangan mendadak selama 200 jam.

 

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus