Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio mengatakan banyak pihak di Eropa tidak menyukai pidato Wakil Presiden J.D. Vance di Konferensi Keamanan Munich.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Antara, Rubio mengingatkan para mitra selayaknya harus berbicara dengan lugas dan jujur tanpa ada perasaan tersinggung atau kesal. "Banyak dari mereka mungkin tidak menyukai pidato tersebut atau tidak setuju dengan pidato tersebut," katanya dalam wawancaranya dengan CBS seperti dikutip RIA Novosti di Washington, Senin, 17 Februari 2025. "Namun mereka terus berinteraksi dengan kami dalam berbagai isu yang mempersatukan kami." .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vance berpidato di Konferensi Keamanan Munich pada Jumat, 14 Februari. Ia mengatakan para pemimpin Eropa mengabaikan warganya seolah-olah mereka adalah hewan terpelajar serta tidak mendengarkan suara para pemilih.
Poin Pidato J.D. Vance
1. Kritik terhadap Kebebasan Berbicara
J.D. Vance menuduh pemerintah Eropa kurang menghargai kebebasan berbicara dan cenderung membatasi akses terhadap informasi. Ia mengecam regulasi media sosial yang diterapkan di Eropa. Menurut dia, itu hanya menjadi alat untuk menyensor pendapat yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah.
Vance menyatakan bahwa istilah seperti misinformasi dan disinformasi sering digunakan secara sewenang-wenang. Ia menyamakan praktik tersebut dengan strategi propaganda era Soviet.
2. Ancaman dari Dalam
Vance memandang permasalahan terbesar yang dihadapi Eropa bersumber dari dalam. Ia mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang selama ini menopang hubungan transatlantik masih mampu menjamin stabilitas dan keamanan di kawasan. Menurut dia, kegagalan Eropa dalam menegakkan nilai-nilai fundamental bisa menjadi ancaman bagi keberlanjutan kemitraan dengan Amerika Serikat.
3. Menganggap Kebijakan Imigrasi Gagal
Vance menyoroti kebijakan imigrasi Eropa yang ia anggap tidak responsif terhadap keresahan masyarakat setempat. Menurut dia para pemimpin Eropa cenderung memprioritaskan kepentingan politik dibanding mendengarkan aspirasi rakyatnya. Vance memandang, meningkatnya populisme di berbagai negara Eropa adalah akibat langsung dari ketidakmampuan pemerintah menangani migrasi massal. Jika hal ini terus dibiarkan, kata Vance, sistem demokrasi di Eropa bisa makin rapuh
4. Tidak Menyinggung Perang Rusia-Ukraina
Vance tidak banyak membahas konflik Rusia dan Ukraina. Ia memilih membicarakan isu-isu domestik dan permasalahan budaya yang menurut dia mendesak. Sikap ini menimbulkan kekecewaan di antara peserta konferensi, terutama karena perang tersebut masih menjadi tantangan geopolitik utama di Eropa. Banyak pihak menduga ia enggan membahas konflik ini menunjukkan adanya pergeseran kebijakan luar negeri Amerika di bawah pemerintahan baru.
5. Sheriff Baru di Kota
Vance juga menyinggung kemungkinan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih dengan pernyataan, “ada sheriff baru di kota.” Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa kebijakan luar negeri Amerika di bawah kepemimpinan Trump akan lebih konfrontatif terhadap sekutu di Eropa, dikutip dari Al Jazeera.
Pilihan Editor: Zelensky Ungkap Utusan Trump akan Kunjungi Ukraina Pekan Ini