Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 600 warga Korea Utara telah "menghilang" setelah dideportasi secara paksa oleh Cina pada Oktober 2023. Sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Seoul mengatakan pada hari Kamis, bahwa mereka mungkin sudah dipenjara, disiksa atau dieksekusi di negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan Kelompok Kerja Keadilan Transisi (TJWG) ini muncul sekitar dua bulan setelah Korea Selatan mengajukan protes kepada Cina atas dugaan pemulangan sejumlah besar warga Korea Utara yang berusaha melarikan diri ke Korea Selatan. TJWG mengatakan ratusan pembelot diangkut dengan bus dan van yang dijaga dari pusat penahanan Cina melintasi perbatasan ke Korea Utara pada 9 Oktober 2023. Lembaga ini menyebut insiden tersebut sebagai repatriasi massal terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Identitas para pembelot masih belum diketahui, namun sebagian besar dari mereka adalah perempuan. “Tidak ada komunikasi yang terjalin dengan para pembelot sejak mereka dipulangkan,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan. “Mereka yang dipulangkan secara paksa menghadapi kemungkinan penyiksaan, kekerasan seksual dan berbasis gender, pemenjaraan di kamp konsentrasi, aborsi paksa dan eksekusi karena rezim otoriter mereka mencap mereka sebagai penjahat dan pengkhianat,” kata TJWG.
Media pemerintah Korea Utara belum mengomentari kasus ini, namun telah lama mengecam pembelot sebagai "sampah manusia." Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un semakin memperketat perbatasan selama beberapa tahun terakhir.
Kementerian luar negeri Beijing pada Oktober membantah bahwa ada “orang-orang yang disebut pembelot” di Cina. Namun negara ini mengakui bahwa warga Korea Utara masuk secara ilegal karena alasan ekonomi, dan Cina selalu menangani masalah ini sesuai dengan hukum.
REUTERS
Pilihan editor: Sandera Israel: Helikopter Tentara Israel Tembaki Kami pada 7 Oktober