Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa akhirnya mengesahkan penerjunan 25 ribu tentara bersenjata untuk mengendalikan kekacauan di negaranya. Dikutip dari kantor berita Reuters, tentara-tentara tersebut akan bertugas di titik-titik panas, mengendalikan kerusuhan di sana, hingga 12 Agustus.
"Kami tidak akan membiarkan anarki dan kekacauan berkuasa," ujar Ramaphosa, Jumat, 16 Juli 2021.
Diberitakan sebelumnya, berbagai kerusuhan dan penjarahan terjadi di Afrika Selatan sejak mantan Presiden Jacob Zuma divonis penjara 15 bulan. Pria tersebut dihukum karena tidak menghadiri persidangan korupsi yang menjeratnya.
Berbagai pihak memprotes hukuman itu. Menurut mereka, penangkapan Zuma adalah upaya politik untuk menyingkirkan ia dari pemerintahan sekaligus sebagai serangan ke etnis Zulu. Adapun protes-protes itu datang dari wilayah tertinggal dan kelompok masyarakat menengah ke bawah. Mereka adalah loyalis Zuma yang populer di pedalaman.
Untuk menunjukkan protes tersebut, berbagai loyalis Zuma menciptakan kerusuhan dan menjarah pusat perbelanjaan. Beberapa wilayah yang disasar adalah Gauteng, Johanesburg, dan KwaZulu-Natal di mana merupakan kampung halaman Zuma.
Demonstran menjarah salah satu pusat perbelanjaan di Katlehong, Afrika Selatan, 12 Juli 2021. Protes dipicu oleh pemenjaraan mantan presiden Jacob Zuma karena tidak hadir dalam penyelidikan korupsi pekan lalu. Aksi massa meluas menjadi penjarahan dan luapan kemarahan atas kesulitan dan ketidaksetaraan yang bertahan 27 tahun setelah berakhirnya apartheid. REUTERS/Siphiwe Sibeko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Per berita ini ditulis, kerusuhan dan penjarahan masih terjadi menurut Kepolisian Afrika Selatan. Hal itulah yang hendak dihentikan dengan penerjunan 25 ribu tentara oleh Cyril Ramaphosa.
"Sangat jelas bahwa insiden-insiden yang ada dengan sengaja diciptakan. Kami memburu para dalangnya," ujar Ramaphosa. Ia tidak menyebutkan siapa saja targetnya.
Bagi Ramaphosa, pengendalian kerusuhan bukan perkara stabilitas politik saja, tetapi juga stabilitas ekonomi. Kerusuhan dan penjarahan yang terjadi semakin memperburuk perekonomian Afrika Selatan. Menurut JPMorgan, perekonomian Afrika Selatan akan mengalami kontraksi 3 persen di kuartal ketiga, menjatuhkan pertumbuhan ekonomi selama setahun penuh.
"Apa yang terjadi bukan perampasan lagi, tapi sabotase ekonomi. Ini adalah ancaman terhadap rakyat Afrika Selatan. Jangan turunkan senjata kalian," ujar Kepala Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Rudzani Maphwanya menambahkan.
Sebagai catatan, kerusuhan yang terjadi di Afrika Selatan telah memakan korban 212 orang. Angka terbesar berada di KwaZulu-Natal dengan 180 orang diikuti dengan 32 di Gauteng. Sementara itu, jumlah pelaku kekerasan yang ditangkap ada 1000 lebih.
Baca juga: Kerusuhan di Afrika Selatan, Lebih dari Seribu Orang Ditahan
ISTMAN MP | REUTERS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini