Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Negara-negara anggota PBB berkumpul dalam pertemuan tingkat tinggi perihal HIV/AIDS untuk mengadopsi deklarasi politik baru mengakhiri epidemi AIDS pada 2030.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan High-Level Meeting on HIV/AIDS pada 8 Juni di New York bertepatan setelah 40 tahun kasus AIDS pertama di laporkan di dunia. Deklarasi politik anggota PBB berkomitmen untuk menurunkan jumlah infeksi HIV baru di bawah 370.000 dan kematian terkait AIDS di bawah 250.000. Target dan komitmen global ini sangat krusial bagi negara-negara yang belum mencapai target yang ditetapkan untuk tahun 2020 kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Progres menuju akhir AIDS di ASEAN masih tidak merata, walaupun beberapa negara telah mencapai kemajuan signifikan, ada beberapa negara lainnya masih mengalami peningkatan infeksi HIV baru, terutama di antara kelompok yang paling rentan infeksi HIV dan orang muda," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam pernyataan yang mewakili ASEAN di High-Level Meeting on HIV/AIDS, dikutip dari siaran pers UNAIDS yang diterima Tempo, 9 Juni 2021.
Beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia, tidak mencapai target 90-90-90 yang ditetapkan pada 2020, yakni target 90% orang yang hidup dengan HIV mengetahui statusnya, 90% dari orang dengan HIV mengakses pengobatan antiretroviral, dan 90% dari orang yang berobat mencapai supresi viral hingga tidak dapat menularkan ke orang lain.
Dalam deklarasi politik terbaru, negara-negara dunia telah berkomitmen untuk memastikan kurang dari 10% orang dengan HIV dan berisiko HIV mengalami stigma dan diskriminasi pada tahun 2025.
Secara global, sebanyak 1,5 juta infeksi HIV baru terjadi pada tahun 2020, atau tiga kali lebih tinggi dibandingkan target pada 2020. Kematian yang terkait dengan AIDS juga tidak mencapai target, dengan 690.000 kematian pada 2020.
"ASEAN mengetahui bahwa ketidaksetaraan dalam masyarakat telah berkontribusi pada pencapaian target HIV yang tidak merata di daerah kita. Beberapa kelompok - orang yang hidup, berisiko, dan terdampak oleh HIV - masih mempunyai kerentanan tinggi terhadap infeksi HIV," kata Menkes RI.
Menurut data UNAIDS, Program Gabungan PBB untuk HIV dan AIDS, 98% dari infeksi baru HIV di Asia Pasifik terjadi pada kelompok populasi kunci, yakni laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), klien pekerja seks, dan pasangan populasi kunci, pengguna napza suntik, pekerja seks, dan transgender. Kelompok populasi kunci yang paling rentan terinfeksi HIV juga lebih rentan terhadap kekerasan, stigma, diskriminasi, dan hukum yang diskriminatif.
"Populasi kunci di Indonesia masih mengalami stigma dan diskriminasi yang mencegah mereka menikmati hak atas kesehatan mereka sepenuhnya," kata Krittayawan Boonto, Direktur UNAIDS Indonesia.
Saat ini, data UNAIDS menunjukkan ada 543.100 orang yang hidup dengan HIV di Indonesia, dan hanya 26% berada pada pengobatan antiretroviral. Untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030 di Indonesia, komitmen-komitmen yang dibuat di tingkat global harus terealisasi pada tingkat nasional dan sub-nasional.