Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Angka kasus infeksi Covid-19 di Brasil terus membesar dan jumlah kematian naik.
Senat membentuk komisi untuk menyelidiki dugaan kelalaian Presiden Bolsonaro dalam menangani pandemi.
Dapat berujung pada pemakzulan dan penahanan.
PARA penggali kubur di permakaman Vila Nova Cachoeirinha di utara Kota Sao Paulo, Brasil, tampak bekerja dengan pakaian hazmat putih pada Kamis, 8 April lalu. Mereka tidak sedang menguburkan jenazah korban Covid-19, melainkan membongkar makam-makam tua dan mengantongi sisa-sisa jasad yang membusuk untuk dipindahkan ke lokasi lain. Makam yang sudah kosong itulah yang nanti akan digunakan untuk memakamkan korban Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan untuk membongkar makam lama adalah salah satu upaya pemerintah Sao Paulo, kota terbesar di Brasil, untuk mengatasi kekurangan makam korban Covid-19. Kota itu kini harus menggali sekitar 600 kuburan baru setiap hari, jauh melampaui rekor 426 pemakaman dalam sehari pada 30 Maret lalu. Kota ini juga mempersiapkan “makam vertikal”, sebuah ruang bawah tanah dengan 26 ribu kuburan yang disusun seperti laci.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah kasus infeksi Covid-19 di negeri berpenduduk 211 juta jiwa itu terus naik. Pada Sabtu, 17 April lalu, angkanya sudah mencapai 13,7 juta kasus dengan 365 ribu di antaranya meninggal. Negeri itu kini menjadi negara dengan kematian terbanyak kedua setelah Amerika Serikat.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro adalah salah satu pemimpin di dunia yang menolak semua rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam penanganan pandemi Covid-19. Dia menyebut virus penyebab Covid-19 itu cuma “flu kecil” dan menolak nasihat para ahli kesehatan untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker. Dia juga menolak penerapan kebijakan karantina wilayah.
Brasil kini juga terpuruk ke dalam lubang kelaparan massal. Hasil riset Jaringan Penelitian Kedaulatan Pangan dan Keamanan Gizi Brasil (PENSSAN) baru-baru ini menunjukkan bahwa 19 juta penduduk negeri itu menderita kelaparan. Hampir 117 juta orang atau lebih dari separuh penduduk hidup dalam kondisi rawan pangan. Penyebabnya, antara lain, tingginya angka pengangguran yang diperburuk oleh pandemi, pengurangan program sosial, dan kenaikan harga bahan makanan pokok yang tajam. “Ini adalah tragedi yang benar-benar dapat diperkirakan,” ujar Renato Maluf, Presiden Jaringan PENSSAN, kepada Aljazeera.
Senat rupanya gerah atas sikap Bolsonaro dan melempar rencana pembentukan komisi penyelidik parlemen (CPI) untuk memeriksa dugaan kelalaian pemerintah Bolsonaro dalam penanganan pandemi. Para senator oposisi telah memperoleh dukungan tanda tangan dari dua pertiga jumlah anggota Senat, cukup untuk memulai penyelidikan. Namun Presiden Senat Rodrigo Pacheco menolak usul tersebut dengan alasan hal itu akan menambah gangguan yang tidak perlu bagi negara.
Hakim Agung Luis Roberto Barroso kemudian memerintahkan Senat membentuk komisi tersebut. Pada Rabu, 14 April lalu, Mahkamah Agung mengukuhkan keputusan Barroso. Pada hari yang sama, sidang paripurna Senat memutuskan pembentukan komisi ini dan memulai penyelidikan.
Bolsonaro gusar. “Penyelidikan ini adalah strategi bersama oleh Barroso dan senator kiri untuk menyerang pemerintah,” ucapnya di hadapan para pendukungnya di depan Palácio da Alvorada, rumah kepresidenan di ibu kota negara Brasilia. Dia menegaskan bahwa penyelidikan ini seharusnya berfokus pada dugaan penyalahgunaan dana federal untuk memerangi pandemi oleh para gubernur dan wali kota.
Hubungan Bolsonaro dengan sejumlah kepala daerah sudah lama retak. Beberapa gubernur dan wali kota menolak mengikuti sikap sang Presiden yang meremehkan Covid-19 dan tetap melakukan karantina wilayah serta menerapkan protokol kesehatan. “Tidak bisakah mereka memahami bahwa kebijakan menutup segalanya, mengunci total, itu salah?” tutur Bolsonaro.
“Kinerja pemerintah dalam menangani pandemi adalah yang terburuk,” ucap Humberto Costa, bekas Menteri Kesehatan dan senator dari Partai Buruh sayap kiri, kepada Aljazeera. “Bolsonaro sangat takut pada CPI, pada kecaman yang akan muncul, dan pada apa yang akan terungkap tentang kemungkinan pemakzulan dan tidak terpilih kembali tahun depan.”
Costa mengatakan CPI akan menyelidiki dugaan bahwa Bolsonaro telah menggagalkan upaya penerapan protokol kesehatan, menekan kepala daerah yang mencoba menerapkan karantina, dan lalai dalam menyediakan vaksin. Penyelidikan itu, kata Costa, antara lain akan berfokus pada bagaimana rumah sakit di Manaus, ibu kota Negara Bagian Amazonas, kehabisan tabung oksigen.
Penyelidikan ini mungkin akan bermuara pada upaya pemakzulan atau bahkan penahanan, meskipun sangat tak mungkin terjadi saat ini. Menurut Rafael Cortez, peneliti politik di Tendencias Consultancy di Sao Paulo, hal ini terjadi karena senator yang loyal kepada Bolsonaro telah memperluas cakupan penyelidikan ke para wali kota dan gubernur sehingga membuka pintu terjadinya politik dagang sapi menjelang pemilihan umum tahun depan.
Namun Cortez menilai CPI akan mengganggu popularitas Bolsonaro dan peluangnya untuk maju dalam pemilihan presiden tahun depan. Ini khususnya berlaku bagi sebagian besar pemilih yang terkena dampak pandemi sehingga jatuh miskin, menganggur, dan kelaparan. Penurunan subsidi dana bantuan pandemi pun akan dilakukan. “Skenario yang paling mungkin adalah bahwa pemerintah sekarang tak dapat memulihkan popularitasnya,” ujar Cortez kepada Aljazeera.
Sejauh ini, Bolsonaro telah menghadapi 100 petisi pemakzulan sejak menjadi presiden pada Januari 2019 yang semuanya menemui jalan buntu. Namun langkah Senat sekarang setidaknya dapat mengganggu rencana Bolsonaro untuk menerbitkan undang-undang penyediaan vaksin oleh perusahaan swasta.
Bolsonaro pada mulanya termasuk politikus yang meremehkan vaksin, tapi kemudian berubah sikap, terutama setelah para pemimpin bisnis mendesak pemerintah agar mengizinkan pihak swasta membeli vaksin sendiri. Para pengusaha ini berkepentingan untuk segera memvaksin pegawainya sehingga bisnisnya bisa segera dibuka kembali. Majelis Rendah Kongres telah menyetujui rancangan undang-undang kontroversial yang memungkinkan pembelian vaksin oleh pihak swasta ini. Rancangan itu kini berada di meja Senat untuk dipertimbangkan. Itu sebabnya Bolsonaro kini lebih berhati-hati soal Covid-19 karena berkepentingan agar rancangan undang-undang itu segera disetujui.
Di sisi lain, Bolsonaro juga menghadapi tekanan di lingkaran dalam kekuasaannya. Keputusannya mengganti enam menteri pada akhir Maret lalu malah memicu keributan. Bolsonaro mengangkat Walter Souza Braga Netto sebagai menteri pertahanan baru yang menggantikan Fernando Azevedo e Silva. Keputusan ini memicu protes dan mundurnya tiga kepala staf angkatan bersenjata secara bersamaan—peristiwa pertama kali dalam sejarah negeri itu.
Bolsonaro adalah bekas kapten angkatan bersenjata yang bangga akan kediktatoran militer zaman dulu. Ketika berkuasa, dia merekrut banyak jenderal aktif dan purnawirawan, termasuk Azevedo. Sejauh ini belum tampak reaksi dari kelompok militer Azevedo.
Namun tak mudah melengserkan Bolsonaro. Survei Datafolha Institute yang dirilis pada pertengahan Maret lalu memang menunjukkan 56 persen warga Brasil menilai Bolsonaro tak mampu memimpin negeri itu. Angka itu meningkat dibanding hasil survei sebelumnya pada Januari yang sebesar 50 persen. Adapun jumlah pendukung Bolsonaro turun dari 46 persen pada Januari menjadi 42 persen pada Maret. Jumlah yang hampir seimbang ini belum cukup menggoyahkan posisi Bolsonaro.
IWAN KURNIAWAN (Folha de Sao Paulo, Aljazeera, Deutsche Welle)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo