Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang akuntan, dua pengacara, seorang ahli agronomi dan seorang pekerja kemanusiaan Swiss, telah membentuk band rock pertama Gaza, menyuarakan penderitaan perang di wilayah Palestina dengan lagu berbahasa Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima pria itu berkumpul lebih dari dua tahun lalu untuk membuat Osprey V. Kini, Osprey V siap menjadi pusat perhatian, dengan lagu-lagu yang sarat dengan emosi konflik Israel-Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada April, sebulan sebelum perang 11 hari antara militan Gaza dan Israel, mereka tampil di "Live for Gaza", sebuah konser online untuk mengumpulkan dana bagi para musisi di Palestina. Aktivis pro-Palestina dan anggota Pink Floyd, Roger Waters, juga ambil bagian.
Penulis lagu band tersebut, Moamin El-Jaru, mengatakan Osprey V ingin menyampaikan pesan universal dan unik ke Gaza, yang dijalankan oleh kelompok militan Islam Hamas sejak 2007.
"Saya mencoba untuk mengatasi situasi atau masalah yang dihadapi semua orang di dunia, tetapi karena saya berasal dari tempat yang telah dikutuk dengan begitu banyak perang dan konflik, saya mencoba untuk mengatakan itu dari sudut pandang saya, dari tempat saya dari Gaza," kata El-Jaru yang berprofesi sebagai pengacara, dikutip dari Reuters, 6 Agustus 2021.
"Kami akan meneriakkan rasa sakit kami - dapatkah Anda mendengar teriakan itu?" bunyi lirik salah satu lagu berjudul "Home".
Akuntan Palestina, Raji El-Jaru, bernyanyi dan bermain gitar saat latihan untuk band musik rock pertama Osprey V di Kota Gaza 1 Agustus 2021. [REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa]
Vokalis Raji El-Jaru, seorang akuntan dan sepupu Moamin El-Jaru, adalah sosok pendorong di balik pembentukan band, menyebutnya sebagai perwujudan mimpi masa kecil.
Pada sesi latihan, dia mengatakan kepada Reuters bahwa Osprey V bernyanyi dalam bahasa Inggris agar semua orang akan mengerti dan semua orang akan tersentuh oleh pesannya, yang dia gambarkan sebagai jeritan kemarahan terhadap ketidakadilan.
Dan bagi Moamin El-Jaru, lagu "Home" memiliki makna yang pedih bagi warga Palestina yang terlantar akibat perang dengan Israel.
"Ketika saya bernyanyi tentang rumah, saya menyanyikan (tentang) rumah untuk orang Palestina dan semua orang dalam situasi sulit yang tidak bisa merasa (di) rumah," katanya.
Berbicara dari Swiss, drummer Osprey V, Thomas Kocherhans, mengatakan dia bergabung dengan band tiga tahun lalu saat melakukan pekerjaan kemanusiaan di Gaza.
"Ketika saya mendengar mereka untuk pertama kalinya, saya benar-benar terkejut, tetapi dalam arti yang sangat baik. Saya tidak pernah berpikir musik berkualitas seperti itu akan ada di Gaza," kata Kocherhans, yang harus meninggalkan Gaza awal tahun ini setelah misi kemanusiannya berakhir.
Meskipun kurangnya minat pada musik Barat di Gaza yang konservatif, band, yang dinamai sesuai nama burung pemangsa, memiliki harapan besar untuk sukses.
"Saya ingin sekali menjadi Metallica versi Palestina atau Pink Floyd, Roger Waters," kata sang vokalis Osprey V Raji El-Jaru.
REUTERS