Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral Suriah mengirim uang tunai sebesar US$ 250 juta ke Rusia pada 2018 hingga 2019. Saat itu eks Presiden Suriah Bashar al-Assad sangat bergantung pada dukungan militer Rusia, menurut laporan Financial Times seperti dilansir dari The Moscow Times.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari Maret 2018 hingga September 2019, lebih dari 20 penerbangan dilaporkan tiba di Bandara Vnukovo Moskow dengan membawa total lebih dari US$ 250 juta. Pengiriman uang tunai, yang terdiri dari uang kertas pecahan US$ 100 dan uang kertas 500 euro, beratnya hampir dua metrik ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uang itu disetorkan ke dua bank yang terkena sanksi, Bank Korporasi Keuangan Rusia (RFK) dan Bank TsMR. Bank Korporasi Keuangan Rusia yang merupakan bagian dari eksportir senjata negara Rusia Rosoboronexport, dikenai sanksi oleh Amerika Serikat pada 2024 karena transfer mata uang asing dan penghindaran sanksi atas nama rezim Suriah.
“Negara Suriah bisa saja membayar negara Rusia untuk melakukan intervensi militer,” kata Malik al-Abdeh, seorang analis Suriah yang berkantor di London.
Intervensi Rusia tahun 2015 dianggap sebagai titik balik dalam perang saudara Suriah. Rusia memperkuat rezim Assad dalam memerangi berbagai pasukan pemberontak.
Awal bulan ini, Bashar Assad melarikan diri ke Rusia saat pemberontak yang dipimpin kelompok Islamis, Hayat Tahrir al-Sham memasuki Damaskus setelah serangan kilat. Kekuasaan rezim Assad melalui Partai Baath pun berakhir setelah lima dekade lebih.
"Transfer uang tunai bank sentral Suriah juga bisa menjadi kombinasi pengamanan keuntungan (keluarga Assad) yang diperoleh secara tidak sah dan warisan Suriah di luar negeri,” kata David Schenker, mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat.
“Rezim harus membawa uang mereka ke luar negeri ke tempat yang aman agar dapat menggunakannya untuk menjamin kehidupan yang baik bagi rezim dan lingkaran dalamnya,” kata Schenker.
Bashar Al Assad melarikan diri ke Rusia setelah lengser dari jabatannya sebagai presiden. Untuk pertama kalinya, Assad mengeluarkan pernyataan tertulis dari Rusia.
Dilansir dari Reuters, Assad mengatakan bahwa ia dievakuasi ke Rusia dari pangkalan Hmeimim pada 8 Desember 2024, saat pangkalan itu diserang pesawat tak berawak. Ia ke Hmeimim setelah meninggalkan Damaskus pagi itu ketika pejuang pemberontak mendekat.
"Tidak ada satu pun momen selama peristiwa ini yang membuat saya berpikir untuk mengundurkan diri atau mencari perlindungan, dan tidak ada satu pihak pun yang mengajukan usulan seperti itu," kata Bashar Al Assad dalam pernyataannya.
Menurut Bashar Al Assad, ia tetap berada di ibu kota Damaskus dan melaksanakan tugasnya hingga dini hari pada Minggu, 8 Desember 2024. "Ketika pasukan teroris menyusup ke Damaskus, saya pindah ke Latakia berkoordinasi dengan sekutu Rusia kami untuk mengawasi operasi tempur", katanya.
Namun setelah tiba di pangkalan udara Rusia di Hmeimim pagi itu, tentara Suriah telah jatuh. Ia pun meninggalkan negara itu dan terbang ke Rusia.
Bashar Al Assad hampir tidak menceritakan rencananya untuk melarikan diri dari Suriah kepada siapa pun. Para pembantu, pejabat, dan bahkan kerabatnya juga tak tahu soal rencana Assad itu.