PHOOLAN Devi dijuluki cewek penyebar teror. Ia juga diberi gelar "Ratu Bandit India", yang ditakuti banyak orang. Namun, penampilannya Sabtu dua pekan lalu, setelah 11 tahun dipenjara, tak menunjukkan kedua atribut itu. Di bawah kawalan ketat polisi ketika keluar dari penjara Tihar di New Delhi, Devi, 34 tahun, yang mengenakan sari motif kembang-kembang kecil, tampak seperti ibu-ibu kampung, yang tak pernah merias wajah dan rambutnya. Padahal, ketika menyerahkan diri ke polisi Negara Bagian Madhya Pradesh 12 Februari 1983, Devi, walau tingginya cuma 150 cm, masih tampil gagah dan garang. Celana panjang, baju, ikat kepala merah menyala, dan senapan Mauser di tangan, membuatnya tampak berwibawa dan keras -- bak Rambo cewek dari India. Namun, yang membuat warga Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh kecut -- terutama orang empunya -- bukanlah penampilannya itu. Devi dimitoskan telah malang melintang di dunia kriminal. "Dewi Bunga", demikian namanya bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia, dikenal sebagai bos pencoleng jagoan yang bertangan dingin. Merampok, memeras, membantai, dan mencederai adalah jadwalnya sehari-hari. Devi lahir dari keluarga miskin kasta rendah, Mallah. Sewaktu berusia 11 tahun, ia dikawinkan dengan laki-laki seusia dengan ayahnya, 20 tahun lebih tua. "Dia sering memukuli aku. Kadang dia membawa perempuan lain, dan aku harus melayani mereka," cerita Devi kepada Mala Sen, seorang penulis India. Tak hanya itu, Devi pun pernah dijual, ditukarkan dengan seekor sapi. Akhirnya, ia berhasil pulang ke rumah orang tuanya. Namun, malang bagi Devi. Ibunya pun menutup pintu buatnya. Setelah cerai dari suaminya, Phoolan Devi masuk penjara karena dilaporkan pamannya terlibat perampokan. Di situ ia berjumpa dengan Vikram, seorang bandit yang kemudian menjadi pacarnya. Vikram terbunuh pada tahun 1980. Devi, sebelum kabur dari penjara, sempat diperkosa beberapa orang. Tentu ia sakit hati. Devi kemudian berkelana mencari Sri Ram dan Lala Ram. Dua orang dari kasta lebih tinggi itu yang diya kini Devi sebagai pembunuh pacarnya, Vikram. Dendamnya terhadap orang kaya dan kasta lebih tinggi membara di hatinya. Suatu hari, tahun 1981, Devi memimpin pembantaian orang-orang dari kasta Thakur -- kasta lebih tinggi -- di Desa Behmai, Uttar Pradesh. Anak buahnya menyeret sekitar 50 orang suku itu ke tepi sungai untuk dieksekusi. Pembantaian oleh komplotan Devi ini menewaskan 22 orang dan menyebabkan sisanya luka berat. Dendamnya tak reda karena ia belum menuntut balas Sri Ram dan Lala Ram, yang kebetulan tak ada di antara korban pembantaian. Maka, Devi pun meneruskan petualangannya di dunia bandit di Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh. Polisi memang kewalahan menghadapi geng yang dikomandani Devi. Walau ketika itu merajalela pula dacoit (bandit bersenjata) di India, tak ada yang mampu menandingi keganasan komplotan Devi. Dalam catatan polisi, tak kurang dari 70 kasus pembunuhan, perampokan, pemerasan, dan penculikan yang dilakukan komplotan Devi -- sebagian besar di Uttar Pradesh. Pernah ada isu ia ngumpet di Nepal, sampai negeri itu membuka sayembara: kepada siapa saja yang dapat menangkap Devi diberikan hadiah satu juta rupee. Aksi komplotan Devi boleh dikatakan mirip Robin Hood. Sasaran kejahatannya adalah mereka dari kasta yang lebih tinggi. Ia tak pernah mengusik -- bahkan tak jarang membela -- orang dari kasta rendahan. Kemudian, masyarakat pun menobatkan Devi sebagai "pahlawan dari kasta bawah". Devi disenangi rakyat bawah. Ini yang membuat polisi kocar-kacir untuk membekuknya. Berkat kegigihan Rajendra Chaturvedi, polisi dari Negara Bagian Madhya Pradesh, yang menyisir hutan tanpa senjata berbulan-bulan, Devi dapat dibujuk agar mengakhiri kariernya sebagai bos bandit. Sebelum menyerah bersama 25 orang anggota komplotannya, Devi menyodorkan syarat. Antara lain, ia minta sanak saudaranya, bahkan lembu dan kambingnya, didatangkan ke Madhya Pradesh dari kampungnya di Uttar Pradesh. Ia juga minta pelayanan kelas utama, tak dihukum gantung, dan diperiksa di Madhya Pradesh, bukan di Uttar Pradesh, tempat sebagian kejahatan dilakukannya. Yang rada aneh, Devi minta persetujuan pemerintah atas syarat- syaratnya itu harus ditandatangani Rajiv Gandhi, putra PM Indira Gandhi waktu itu. Janji di hutan, tipu di kota. Itulah kiasan yang cocok untuk polisi India. Nyatanya, setelah menyerah, Devi dilucuti dan dijebloskan ke penjara selama 10 tahun. Tak pernah ada pengadilan seperti yang dijanjikan. Tahun 1991, seharusnya Devi bebas. Namun, pemerintah Uttar Pradesh, yang didukung Partai Bharatiya Janata, partai yang dikuasai kasta tinggi, minta agar Devi diekstradisikan. Madhya Pradesh tak memenuhi permintaan itu dan Devi tetap disimpan di penjara. Baru setelah kelompok sosialis dari Partai Samajwadi Janata (PSJ sebagian pendukungnya dari kasta rendah) memenangkan pemilu Desember lalu, tirai penjara pun terkuak buat Devi. Pembebasan Devi diputuskan oleh Mulayam Singh Yadav, Menteri Negara Uttar Pradesh yang baru, bulan lalu. Menurut Yadav, Devi sudah cukup lama menderita. Dua pekan lalu, Devi pun dibebaskan dengan jaminan 50 ribu rupee, dan semua tuntutan terhadap dirinya dibatalkan. Namun, Devi tetap enggan kembali ke Uttar Pradesh. Ia kini tinggal bersama seorang pamannya di New Delhi, dengan kawalan ketat. Menurut para pengamat politik di India, seperti dikutip Reuters, tindakan Yadav sebenarnya dimaksudkan untuk merangkul pendukungnya, yakni rakyat dari kasta rendahan Uttar Pradesh, yang menganggap Devi sebagai "pelindung"-nya. Dan Devi pun sudah mengisyaratkan akan meningkatkan jenjang kariernya, dari dunia kriminal ke politik. "Saya akan bekerja untuk perbaikan nasib wanita dan kaum yang tertindas," kata Devi di depan delegasi PSJ yang memintanya maju sebagai calon pemimpin. Paling tidak, PSJ berharap Devi mau menjadi simbol pemersatu kasta rendahan. Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini