Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Belanja Militer Global 2023 Melonjak Hingga US$2,2 triliun

Belanja militer akan meningkat pada 2024 seiring dengan perang Israel di Gaza, konflik Rusia Ukraina, dan ketegangan di Indo-Pasifik.

14 Februari 2024 | 07.00 WIB

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, didampingi para pejabat militer Iran, mengunjungi pameran industri dirgantara Iran untuk memeriksa senjata pertahanan udara dan kendaraan udara tak berawak di Teheran, Iran. Kementerian Pertahanan Rusia via Reuters
Perbesar
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, didampingi para pejabat militer Iran, mengunjungi pameran industri dirgantara Iran untuk memeriksa senjata pertahanan udara dan kendaraan udara tak berawak di Teheran, Iran. Kementerian Pertahanan Rusia via Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pengeluaran pertahanan global melonjak 9 persen ke rekor US$2,2 triliun tahun lalu, kata sebuah wadah pemikir militer Inggris, dan diperkirakan meningkat pada 2024 seiring dengan perang Israel di Gaza, konflik Rusia Ukraina, dan meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Laporan baru pada Selasa, 13 Februari, dari Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) yang berbasis di London juga menyebutkan meningkatnya kegelisahan di Arktik, upaya Korea Utara untuk mengembangkan senjata nuklir, kekhawatiran terhadap Cina dan bangkitnya rezim militer di wilayah Sahel di Afrika sebagai kontribusi terhadap dunia memasuki “lingkungan keamanan yang sangat fluktuatif”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Situasi keamanan militer saat ini menunjukkan dekade yang lebih berbahaya, yang ditandai dengan penerapan secara berani oleh beberapa kekuatan militer untuk melakukan klaim,” demikian bunyi laporan tahunan yang disusun IISS setiap tahunnya selama 65 tahun terakhir.

“Era ketidakamanan” sedang mengatur ulang lansekap industri pertahanan global, dengan Amerika Serikat dan Eropa meningkatkan produksi rudal dan amunisi “setelah beberapa dekade kekurangan investasi”, tambah laporan itu.

Sebagian didorong oleh tanggapan negara-negara anggota NATO terhadap invasi Rusia ke Ukraina, belanja militer global mencapai rekor US$2,2 triliun, katanya. Lembaga tersebut menemukan bahwa negara-negara non-anggota aliansi tersebut telah meningkatkan belanja militer sebesar 32 persen sejak Rusia menginvasi Semenanjung Krimea di Ukraina pada 2014.

Laporan ini muncul beberapa hari setelah calon terdepan dari Partai Republik, Donald Trump, mengatakan ia sebelumnya telah mengatakan kepada pemimpin anggota NATO yang tidak disebutkan namanya bahwa ia akan “mendorong” Rusia untuk melakukan “apa pun yang mereka inginkan” di negara tersebut jika negara tersebut tidak memenuhi kewajiban keuangannya terhadap aliansi militer.

“Anda harus membayar. Anda harus membayar tagihan Anda,” kata Trump pada kampanye di Carolina Selatan pada hari Sabtu.

Sepuluh anggota aliansi tersebut mencapai target membelanjakan 2 persen produk domestik bruto (PDB) untuk pertahanan, naik dari hanya dua anggota pada 2014. Menurut angka IISS, 19 anggota meningkatkan belanja tahun lalu.

“Tindakan Rusia telah menghidupkan kembali NATO, dengan Finlandia menyelesaikan proses aksesi cepatnya pada April 2023,” kata laporan itu. “Perbatasan Rusia dengan anggota NATO kini lebih panjang lebih dari 1.300 kilometer.”

Rusia Kehilangan 3000 Tank

Laporan tersebut mengatakan bahwa pasokan rudal Iran ke pemberontak Houthi di Yaman dan drone ke Rusia menyoroti semakin besarnya pengaruh Teheran di zona konflik.

Cina juga telah menunjukkan “peningkatan kapasitas proyeksi kekuatan”, tambahnya.

Konflik-konflik tersebut tidak hanya tumpang tindih, namun juga melibatkan lebih banyak negara non-Barat dibandingkan dua dekade lalu, kata Samir Puri, dosen tamu studi perang dari King’s College London.

“Barat memimpin keterlibatan militer dalam angkatan bersenjata biasa, bukan pemberontak,” kata Puri kepada Al Jazeera. “Dua puluh tahun kemudian, semakin banyak negara yang terlibat dalam konflik, negara-negara seperti Rusia dan Turki, dan Arab Saudi serta negara-negara lain menjadi lebih intervensionis, lebih aktif,” kata Puri.

Belanja pertahanan juga dipicu oleh meningkatnya ketegangan di Asia ketika negara-negara mempersenjatai diri mereka untuk melakukan pencegahan, namun juga oleh meningkatnya permintaan akan teknologi modern seperti kendaraan udara tak berawak (UAV) dan Sistem Posisi Global (GPS).

“Semuanya membutuhkan belanja penelitian dan pengembangan yang besar,” tambah Puri.

Salah satu temuan utama laporan tersebut adalah bahwa Rusia telah kehilangan sekitar 3.000 tank tempur utama selama pertempuran di Ukraina, atau kira-kira sama dengan jumlah yang dimiliki Rusia dalam inventaris aktifnya sebelum invasi skala penuh dimulai pada Februari 2022.

Meskipun Moskow telah menambah pasukannya dengan menarik 2.000 tank tua dari gudangnya, pemerintah Ukraina mengandalkan negara-negara Barat untuk menyediakan amunisi dan persenjataan yang dibutuhkan untuk menahan negara tetangganya yang lebih besar.

Pelajaran yang didapat dari perang di Ukraina mulai mempengaruhi perencanaan militer di negara-negara lain, kata IISS, dengan banyak negara menyadari bahwa mereka perlu meningkatkan produksi perangkat keras militer dan membangun persediaan yang lebih besar jika mereka terpaksa berperang dalam perang yang berkepanjangan.

AL JAZEERA 

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus