Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kehebohan di podium itu mirip dengan adegan tawuran di perkampungan Jakarta. Seratusan pria anggota Mujahidin menyerbu podium untuk mengepung Malalai Joya. Malalai sendiri bukanlah raksasa yang perlu diseret turun oleh ratusan lelaki. Dia cuma seorang nona berumur 25 tahun yang tengah menguar-uarkan pandangan politiknya dari atas mimbar. Tapi kaum lelaki Mujahidin rupanya tak kuasa menahan pedasnya mulut Nona Malalai. Si Nona menuding para anggota Mujahidin sebagai kriminal yang menyeret Afganistan ke pelimbahan yang hina-dina sepanjang perang saudara 1992-1996. Lalu dia meminta agar sidang Loya Jirga yang terhormat mengirim para anggota Mujahidin ke pengadilan internasional.
Keberanian Malalai dalam sidang Loya Jirga yang membahas konstitusi baru Afganistan pada dua pekan lalu membuat hadirin lelaki nyaris menganga keheranan. Sebagian lagi mungkin langsung terkenang-kenang pada tradisi politik negeri itu yang teramat chauvinistic beberapa tahun silam saat Taliban masih berkuasa. Pada masa itu, alih-alih berpidato di mimbar, tubuh wanita terbungkus erat di balik jubah dan cadar. Sedikit saja mereka cekikikan di muka umum, pantat mereka bisa dirotan sampai berbilur-bilur.
Tak mengherankan bila Ketua Loya Jirga Sebqatallah Mojadedi naik pitam dan membentak keras Malalai, "Hak memilih Anda sendiri tak lebih berharga dari setengah suara laki-laki." Untunglah insiden itu tak berlarut-larut. Malalai Joya boleh kembali ikut bersidang. Dan setelah perundingan sengit selama 22 hari, Loya Jirga menelurkan konstitusi baru Afganistan pasca-Taliban.
Lahirnya konstitusi baru itu membuat Malalai Joya serta jutaan wanita Afganistan berhak menjadi presiden. Padahal, di era Taliban, untuk bekerja pun sulitnya bukan main bagi kaum wanita. "Tidak ada yang menang atau kalah. Ini kemenangan Afganistan," Presiden Hamid Karzai berpidato di bawah sebuah tenda raksasa di Kabul selepas UUD baru itu disahkan oleh Loya Jirga.
Adapun Loya Jirga alias Dewan Agung adalah sebuah pranata etnis yang menjadi dasar suatu pemerintahan berbasis luas. Berasal dari bahasa Pashtun, Jirga adalah lembaga yang dikenal dari tingkat dusun dan desa. Tugasnya menyelesaikan perselisihan sehari-hari dalam masyarakat. Pada tingkat nasional, dewan ini diberi nama Loya Jirgaanggotanya berasal dari semua etnis. Sejarah Afganistan mencatat beberapa keputusan penting pernah diambil melalui Jirga.
Nah, dengan konstitusi baru ini, Afganistan akan melangsungkan pemilihan umum demokratis pertama pada Juni nanti. Dan UUD baru ini juga akan memantapkan sistem pemerintahan presidensial yang sudah jauh-jauh hari dilontarkan Karzai, yakni presiden dengan dua wakil presiden dan dua kamar majelis parlementer. Presiden dapat dipilih langsung dengan suara di atas 50 persen. "Masih berkuasanya tuan-tuan tanah yang militan di daerah membuat Afganistan membutuhkan sistem kepresidenan yang kuat," ujar Karzai.
Tapi justru hal itulah yang kini ditentang keras kaum minoritas. Mereka menuding Karzai memanipulasi sistem presidensial ini demi mengukuhkan posisinya. Alasannya? Karzai berasal dari Pashtun, etnis terbesar di Afganistan (sekitar 40 persen populasi). Nah, kepemimpinan Karzai sebagai presiden transisi otomatis berakhir pada pemilu nanti. Tapi tampaknya dia akan kembali mencalonkan diri.
"Jika seseorang ingin menjadi presiden, dia harus tidak mewakili etnis mana pun," ujar Zaid Haidery, pengusaha dan delegasi Loya Jirga dari Kabul sekaligus penentang Karzai. Golongan etnis minoritas segera mempertalikan diri dalam koalisi politik. "Hal pertama yang kami lakukan jika menang adalah melahirkan parlemen yang kuat, bukan pemerintahan diktator," ujar Abdul Hafiz Mansoor, salah satu penggagas koalisi.
Toh, Karzai belum kehilangan pendukung. Coba simak kata-kata Abdul Rahman, anggota delegasi dan pendukung sistem presidensial dari Provinsi Paktika. "Mereka yang berkoalisi adalah kekuatan bersenjata yang akan saling memerangi begitu sampai di puncak," ujarnya. Sejatinya, ancaman bagi Karzai bukan hanya dari koalisi kaum minoritas. Sebagian bekas tuan tanahyang menguasai ribuan senjata dan tentaramenolak tunduk kepada Karzai.
Singkat kata, konstitusi baru boleh lahir, tapi jalan Karzai untuk mengukuhkan kembali kursinya masih bertaburkan batu dan kerikil.
Endah W.S. (Washington Post, The Guardian, Reuters, AFP, The Economist)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo