Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Malaysia, Seusai Bulan Madu

Dua bulan telah lewat sejak Abdullah Ahmad Badawi menggantikan Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri Malaysia. Apa saja prioritasnya dalam memandu Malaysia? Dan bagaimana anak negeri itu menanggapi pergantian pemimpin mereka? Wartawan Tempo News Room Faisal Assegaf meliput Malaysia pekan lalu. Dia mewawancarai Badawi secara khusus pada Selasa silam, sehari sebelum Sang Perdana Menteri bertolak ke Indonesia untuk satu kunjungan resmi. Wartawan TEMPO Rommy Fibri kemudian menuliskan kembali laporan di atas dan melengkapinya dengan hasil liputannya sendiri ke negeri itu sebelum lengsernya Mahathir. Berikut ini rangkumannya.

11 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI balik jendela Express Rail Link, pemandangan itu melintas cepat, berlawanan dengan laju kereta; gedung-gedung tinggi, pusat bisnis, jalanan beraspal lebar dan bersih, pertokoan, rumah-rumah mewah dan perkampungan yang bersih dan nyaman. Tanpa perlu iklan dan omong besar, Mahathir Mohamad telah menyajikan sebuah "kartu pos" mengesankan bagi setiap pengunjung yang masuk ke Kerajaan Malaysia. Mulai dari Bandara Antarbangsa Kuala Lumpur Sepang hingga "bandar raya" Kuala Lumpur, kemakmuran ekonomi yang dilahirkan Mahathir dari 22 tahun masa kepemimpinannya terpatri jelas dan megah. Bahkan Express Rail Link (ERL) yang membawa para penumpang dari bandara ke Kuala Lumpur Sentral adalah potongan kenyamanan yang turut pula diwariskan Mahathir kepada penggantinya: Abdullah Ahmad Badawi, 65 tahun.

Dalam alat transportasi modern hasil kerja sama Malaysia-Jerman ini, penumpang menikmati kursi empuk dan lebar, dilapisi kain merah bernuansa muda. Pendingin udara, pengeras suara, alunan musik, pintu otomatis bekerja sempurna. Mahathir juga meninggalkan jejak terhormat dalam pendidikan disiplin: anak negeri Malaysia santun dalam mengantre di tempat-tempat umum dan menjaga dengan tertib kebersihan umum. Mereka tidak saling mendorong dari pintu kereta apalagi menyemburkan permen atau biji-biji kuaci seenaknya ke lantai. Pendek kata, tertib, makmur, mengesankan.

Lepas dari aneka kritik pada Mahathir, terutama di bidang hak asasi dan penegakan hukum, harus diakui Badawi tak terlalu pusing dalam urusan ekonomi saat tongkat komando berpindah tangan. Dr. M—begitu Mahathir biasa disapa—mendongkrak pendapatan per kapita Malaysia dari $ 2.320 (Rp 5 juta lebih) ke angka $ 8.920 (sekitar Rp 19,5 juta). Sekitar 60 persen rakyat Malaysia punya rumah dan mobil. Dan 35 persen tingkat kemiskinan yang diterima Mahathir dari tangan pendahulunya, Datuk Hussein Onn pada 1981, telah dikebaskannya hingga hanya 5 persen. Tahun ini, Malaysia berharap mencapai pertumbuhan ekonomi 5 persen, pertumbuhan terbaik di kawasan Asia Tenggara.

Di tengah aroma kesuksesan Mahathir, masuklah Abdullah Badawi ke lingkaran terpuncak kekuasaan di Malaysia: menjadi perdana menteri. Pada 1 November lalu, dia resmi menggantikan Mahathir. Ketika Tempo News Room menanyakan apakah dia tidak jengah dicap bayang-bayang Mahathir oleh berbagai kalangan, lelaki Penang yang santun ini menjawab, "Saya tidak merasa demikian. Dan saya tidak mengukur diri dengan kesuksesan orang lain."

Dibandingkan dengan dua calon putra mahkota lain yang rontok (Datuk Musa Hitam dan Anwar Ibrahim), Badawi bisa disebut sebagai sosok yang "biasa saja". Dia bukan jagoan finansial macam Anwar Ibrahim atau tokoh yang meledak-ledak macam Datuk Musa Hitam. Julukannya adalah Si Orang Baik, Mr. Nice Guy. Mengutamakan sikap harmoni dan persahabatan, Badawi bahkan dikhawatirkan oleh sebagian kalangan akan menjadi pemimpin yang lemah dibandingkan dengan pendahulunya.

Badawi dipandang terlalu tenang, bahkan ekstra-hati-hati dalam langkah politiknya. Tapi para analis menilai, justru aspek-aspek ini yang membuat Mahathir bisa tenang mendapuknya sebagai pengganti. Pak Dr. M bisa tidur nyaman dan tak khawatir bahwa penerusnya akan mengobrak-abrik apa yang telah dia landaskan selama 22 tahun. Di lain pihak, menarik pula melihat bahkan sebagian oposisi yang kenyang memu-suhi Mahathir selama bertahun-tahun menerima Badawi dengan terbuka.

Kepada Tempo News Room, Presiden Partai Keadilan Nasional sekaligus istri Anwar Ibrahim, Wan Azizah Ibrahim, mengatakan pihaknya memberikan kesempatan melihat terlebih dahulu apa yang akan dilakukan Badawi. Walau Azizah menambahkan ada sedikit perubahan dalam gaya kepemimpinan Badawi (dibandingkan dengan Mahathir—Red.), "tidak ada perbedaan karena rezimnya masih sama. Di bidang ekonomi tidak akan ada perubahan besar karena Badawi kurang menonjol dalam bidang tersebut," ujar Wan Azizah.

Adapun Ketua Partai Aksi Demokratik (DAP) Liem Kit Siang menyatakan, masa tiga bulan pertama Badawi masih menjadi masa bulan madu. "Rakyat menaruh harapan yang amat besar pada Badawi," ujar dia. Liem menyatakan, terlalu cepat bagi dirinya untuk memberikan penilaian mengenai kemampuan Badawi dalam memimpin Malaysia. Tapi dia menambahkan, hak dan kebebasan rakyat telah diambil oleh sistem selama ini. "Dan dua bulan ini, kebebasan terhadap rakyat belum diberikan. Itu bergantung pada perubahan sistem," Liem melanjutkan.

Dari kalangan Partai Islam Se-Malaysia (PAS), salah satu oposisi paling kencang, Badawi tampaknya belum bisa banyak berharap. Tadinya, dengan latar belakang Islamnya yang kental, diharapkan dia bisa memikat dan melumerkan para jawara garis keras di PAS. Tapi pagi-pagi PAS sudah menunjukkan giginya. Kepada wartawan mingguan ini, Sekretaris Politik PAS, Hatta Ramli, tegas-tegas mengatakan, "Kami tidak akan mendukung Badawi sampai partai kami diberi kewenangan memerintah di Trengganu dan Kelantan."

Trengganu dan Kelantan adalah basis PAS terkuat. Lewat dua wilayah ini, PAS selalu mengirimkan denyut perlawanannya terhadap Barisan Nasional (koalisi 14 partai dengan UMNO sebagai tulang punggung). Pada 2000, PAS menetapkan hukum potong tangan (hudud) di kedua negeri tersebut. Berikutnya, PAS menekan Mahathir agar menerapkan hukum syariah tersebut di seluruh wilayah Malaysia. Hasilnya bisa ditebak, atas dasar jaminan konstitusi Malaysia, pemerintah pusat menolaknya.

Selain itu, meski PAS mendukung program modernisasi ekonomi, mereka amat keras berjuang agar syariah Islam ditetapkan sebagai konstitusi Malaysia. Konsekuensinya, mereka juga menuntut dibatasinya penjualan alkohol, klub malam, dan bioskop. Yang terbaru, PAS Trengganu melarang perempuan memakai celana jins ketat. Komentar Badawi, "Begitulah pekerjaan oposisi."

Pertalian PAS dan pemerintah kian rapuh karena Kuala Lumpur tak mau mengakui kemenangan PAS di kedua wilayah di atas. Sebaliknya PAS pun idem dito, tak sudi mendukung pemerintahan Mahathir maupun Badawi. Memang Hatta mengakui bahwa latar belakang Islam Badawi yang kental membuatnya layak menjadi imam, pemimpin. Lahir di Kampung Perlis, Pulau Penang, pada 26 November 1939, Badawi berasal dari sebuah keluarga ulama dan birokrat yang terpandang.

Tapi Hatta menekankan, naiknya Badawi tak akan membawa banyak kemaslahatan bagi PAS. Memang Badawi menetapkan sejumlah kebijakan populer selepas dilantik. Umpamanya, "Membatalkan pembangunan sejumlah proyek jalan yang telah diserahkan kepada kroni-kroni Mahathir," ujar Hatta. Namun PAS merasa kecewa karena Badawi justru memilih wakil Mohammad Tunku Abdul Razak. "Dia melantik orang yang telah dipersiapkan Mahathir," kata Hatta. Sekretaris Politik PAS ini juga menilai, Badawi kalah dari Mahathir dalam hal penguasaan terhadap UMNO (United Malays National Organization).

Di luar urusan oposisi, faktor Anwar Ibrahim, penegakan hukum, dan terorisme juga menjadi pekerjaan rumah yang njlimet bagi Badawi. Namun, menyangkut Anwar, Sang Perdana Menteri sudah punya sikap jelas: "Pengadilan dan kedaulatan undang-undang telah menetapkan Anwar bersalah." Sikap ini kontan mendatangkan rasa geram pada sejumlah kelompok akar rumput Malaysia yang setia kepada mantan perdana menteri yang tengah dibui tersebut.

"Saya lebih suka Anwar ketimbang Pak Lah (Abdullah Badawi—Red.)," ujar Soraya Najib, 55 tahun. Selama 23 tahun berjualan nasi lemak di kawasan Bukit Bintang bersama suami dan anaknya, Soraya mengaku mengikuti perjalanan politik Anwar Ibrahim. Dan dia memutuskan, Anwar lebih mampu dan religius dibandingkan dengan Abdullah Badawi serta Mahathir. "Saya semangat kalau dengarkan dia (Anwar Ibrahim) pidato," ujarnya seraya membelalakkan mata.

Soraya menegaskan, mayoritas rakyat Malaysia mendukung Anwar Ibrahim. Dengan nada geram dia menceritakan derita Anwar yang dipenjara sejak 1998. "Dia sudah tidak mampu berdiri," katanya dengan nada sedih. Namun raut mukanya kembali cerah ketika dia bercerita tentang hakim yang memutuskan hukuman bagi Anwar mengalami koma selama enam bulan dan akhirnya meninggal dunia.

Lain lagi pendapat Firdaus Ali, 33 tahun, penjual kaki lima di kawasan Cheras, Kuala Lumpur. Seraya menyorongkan botol air mineral dagangannya, ia berkomentar ihwal Perdana Menteri Abdullah Badawi. "Dia hanya melanjutkan apa yang sudah digariskan Mahathir," tuturnya. Tampaknya suara Firdaus Ali mewakili arus utama pendapat di Malaysia maupun dunia internasional tentang kebijakan Badawi dalam jangka panjang. Berikut salah satu analisis mingguan The Economist: pilihan Mahathir pada Badawi antara lain karena mantan wakilnya ini dia nilai tidak punya basis pendukung yang militan di UMNO, sehingga tak akan mengutak-atik apa yang telah digarap Dr. M selama 22 tahun.

Harus diakui, Mahathir lengser dengan nilai rapor yang moncer. Pertumbuhan ekonomi meningkat. Peran ekonomi puak Melayu ditegakkan sehingga tak semata-mata didominasi golongan Cina. Sehingga Malaysia hari ini—dengan tulang punggung pertumbuhan pada pinjaman luar negeri—bisa membagi kendali penguasaan ekonomi di kedua puak tersebut: Cina dan Malaysia. Ini satu langkah yang paradoksal mengingat dalam bukunya yang dia terbitkan pada 1970, The Malay Dilemma, Mahathir menulis bahwa puak Melayu memiliki sifat malas.

Melalui kebijakan New Economic Policy (NEP), etnis Melayu diberi akses ekonomi yang amat luas. Pendidikan juga maju di bawah rezim Mahathir. Dia mendorong agar sekolah-sekolah mengutamakan bahasa Inggris ketimbang bahasa Melayu: satu lagi langkah jitu menuju dunia yang semakin global. Padahal, langkah ini pernah disandung protes keras PAS, yang memaksa agar bahasa Arab ditetapkan sebagai pelajaran wajib.

Tentu saja Badawi tak serta-merta mewarisi semua yang serba "wah" dari mantan bosnya. Dikenal sebagai pengecam keras sejumlah negara besar (Amerika, Australia, dan Israel), Mahathir menuai nada sumbang dalam urusan hak asasi manusia serta penegakan hukum. Internal Security Act (Akta Keamanan Dalam Negeri/ISA) yang membuat pemerintah dengan mudah bisa mencomot siapa saja yang dianggap melawan rezim, bukti mimpi buruk dari era 1960-an yang terus dipelihara Mahathir dan diwariskan kepada Badawi.

Dalam wawancaranya dengan Tempo News Room, Badawi mengakui bahwa akta ini akan terus diterapkan (lihat Abadullah Badawi: "ISA Tetap Diteruskan di Malaysia"). Badawi juga akan disorot ketat oleh mata nasional, regional, serta dunia internasional, apakah dia kelak mampu meredam kritik yang dilancarkan publik bertahun-tahun terhadap Dr. M: bahwa Malaysia menerapkan sensor ketat terhadap media, lemahnya lembaga peradilan dan hukum, terbatasnya peran kaum wanita, represi politik yang tinggi terhadap lawan politik.

Di luar semua itu, Partai UMNO juga merupakan satu soal yang segera menuntut perhatian Badawi. Jika tak segera diantisipasi, UMNO bisa terpecah dalam faksi-faksi yang lebih friksional. Bahkan, jika UMNO kalah dalam pemilu tahun ini, Najib Razak (kini wakil perdana menteri) siap mengambil alih kemudi partai.

Menurut sumber TEMPO, kedua figur ini memang bersaing ketat. Bahkan, menjelang Mahathir turun, dia pusing memilih pengganti. Apalagi situasi internal Partai amat meruncing. Najib, menurut sumber TEMPO ini, punya banyak pendukung di UMNO dan Barisan Nasional. Dia bersikukuh maju ke kursi perdana menteri, sementara Mahathir lebih memilih Badawi. Suhu mereda setelah Mahathir bersabda, "Sekarang Pak Lah dulu, baru setelah itu, bolehlah." Tak mengherankan bila Najib kini menempati kursi wakil perdana menteri.

Meski dikenal lembut dan hati-hati, bukan berarti Badawi pasif menangkal pengaruh rival politiknya. Tiga minggu setelah dilantik, dia mencopot Abdullah Ahmad, Pemimpin Redaksi Koran The New Straits Times yang sahamnya dimiliki UMNO. Penyebabnya, salah satu opini koran tersebut dianggap mencemarkan nama baik pemerintah dan keluarga Kerajaan Arab Saudi. Lagi pula, Saudi terang-terangan menyatakan kemarahannya kepada harian tersebut.

Tapi sumber TEMPO di UMNO yakin bahwa penyebab dicopotnya Abdullah Ahmad adalah perannya yang besar dalam mendukung Najib menjadi Wakil Presiden UMNO dan wakil perdana menteri. Pesannya jelas: Badawi tak akan mentolerir pembangkangan terhadap dirinya dari dalam.

Alhasil, konferensi UMNO yang bakal dilangsungkan Juni mendatang bakal menjadi batu ujian bagi Abdullah Badawi untuk dua hal: apakah dia bisa mengkonsolidasi kekuatannya ataukah dia hanya akan menjadi pemimpin transisional hingga tibanya pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus