Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional
Georgia

Berita Tempo Plus

Berseteru Karena Gas

Ledakan pipa menghentikan pasokan gas dari Rusia ke Georgia. Cara Moskow mempertahankan kesetiaan negara republik bekas Uni Soviet.

30 Januari 2006 | 00.00 WIB

Berseteru Karena Gas
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wajah Tbilisi, ibu negeri Georgia, hitam kelam. Tak ada penerangan. Tak ada listrik. Sudah begitu, hawa terus melorot—terjun bebas hingga minus 20 derajat Celsius sampai akhir pekan lalu. Ratusan orang berkumpul di depan markas militer Rusia, mengitari api unggun sembari memainkan musik-musik nasional. ”Terlalu dingin mendekam dalam rumah,” ujar seseorang. Yang lain menimpali dengan keras: ”Tentu! Dan semua karena dia.” Orang ini menudingkan telunjuk ke poster bergambar karikatur Presiden Rusia Vladimir Putin. Di atasnya tertulis, ”Tuan GasPutin”, pelesetan nama dukun istana yang menakutkan pada masa pemerintahan Tsar: Rasputin.

Kemarahan merebak di seantero Georgia, negara tetangga Rusia—sekaligus bekas negara bagian semasa Uni Soviet. Tragedi minim gas bermula dari dua ledakan di jalur utama dan jalur cadangan pipa gas di wilayah perbatasan Rusia, Mozdok, sehari sebelumnya. Dua ledakan berikut memutuskan kabel transmisi yang mengalirkan setrum dari Rusia ke Georgia. Pipa itu mengalirkan semua kebutuhan gas Georgia dan Armenia dari Rusia. Akibatnya, sebagian besar rumah di Georgia tak mendapat pasokan gas sejak Ahad petang. Pembangkit listrik Georgia yang menggunakan gas mendadak lumpuh.

Penduduk Georgia menghabiskan malam di tengah kegelapan, tanpa alat pemanas. ”Situasi amat sulit. Kami punya gas hanya untuk satu hari,” ujar Teona Doliashvili, juru bicara Kementerian Energi. Ini pertama kalinya rakyat Georgia melalui musim dingin dengan listrik dan gas yang amat terbatas sejak runtuhnya rezim komunis Uni Soviet, dua dekade lalu. Butuh beberapa hari untuk memperbaiki pipa gas. Selain tempatnya terpencil, cuaca buruk amat menyulitkan pekerjaan.

Presiden Georgia Mikheil Saakashvili menuduh ledakan itu sabotase terhadap Georgia dan bukan kecelakaan sebagaimana pengakuan pejabat Rusia. Dia juga membantah penjelasan pemerintah Rusia yang menyebut ledakan itu hasil serangan teroris. Saakashvili punya alasan: wilayah perbatasan yang dilewati jalur pipa gas dijaga ketat pasukan Rusia.

Menurut Saakashvili, Rusia mendalangi ledakan itu untuk menghukum Georgia karena kebijakannya bermesraan dengan Barat. ”Kami menerima sejumlah ancaman dari politisi dan pejabat Rusia dari berbagai tingkatan. Mereka menghukum kami dengan tidak memberikan gas,” ujarnya. Tujuannya, menggoyang stabilitas politik Georgia. Warga Georgia marah bukan main. Mereka mengirimkan sumpah serapah ke arah Moskow. ”Kami bersikap manis selama bertahun. Balasannya, kami diperlakukan sebagai budak. Cukup sudah bersimpuh di hadapan Rusia,” ujar Tamara Grishashvili, 52 tahun, seorang penduduk Tbilisi.

Saakashvili memang tak punya bukti saat melontarkan tuduhan ke arah Moskow. Tapi ia menunjuk contoh kasus Ukraina ketika bertengkar tentang harga gas dengan Moskow. Ujung perseteruan itu, Moskow menghentikan pasokan gas. Menurut Saakashvili, amarah Moskow bukan berpangkal pada gas. Tapi karena Ukraina—juga bekas republik Uni Soviet—berseberangan dengan Rusia ketika kandidat Partai Liberal Ukraina yang pro-Barat, Viktor Yushchenko, menang dalam pemilihan presiden pada 2004.

Segera saja Kremlin membantah tuduhan Saakashvili. ”Ini tak ada hubungannya dengan politik. Ini betul-betul situasi darurat,” ujar Dmitri Peskov, juru bicara Presiden Putin. Kementerian Luar Negeri Rusia ganti mengecam bahwa Saakashvili adalah parasit yang hipokrit: butuh gas Rusia, tapi berharap memperoleh bantuan negara Barat. ”Jika Tbilisi memutuskan mengakhiri hubungan dengan Rusia, seharusnya memperhitungkan semua konsekuensinya,” begitu bunyi kecaman tersebut, antara lain.

Hubungan Georgia dengan Moskow memang memanas sejak Saakashvili meraih kursi presiden lewat ”Revolusi Merah Jambu” pada akhir 2003. Ia berjanji mengintegrasikan politik Georgia ke negara Barat, termasuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Repotnya, Georgia sepenuhnya bergantung pada pasokan gas dari Gasprom, perusahaan Rusia yang memonopoli eksploitasi gas Rusia. Sekitar 25 persen kebutuhan listrik Georgia dihasilkan pembangkit listrik tenaga gas. Negeri itu berusaha melepaskan diri dari ketergantungan pasokan gas Rusia dengan mengalihkan pasokan dari Iran dan Azerbaijan. Ketika pembicaraan antara pejabat Georgia dan Iran usai, ledakan pipa gas terjadi.

Rusia sendiri merupakan produsen gas terbesar di dunia. Sumbernya, ladang gas seluas 1.400 kilometer persegi di Shtokman yang mengandung 3,2 triliun meter kubik gas. Dari ladang gas ini pula Rusia memasok separuh kebutuhan Uni Eropa lewat pipa sepanjang 1.200 kilometer di bawah Laut Baltik.

Rusia juga menyuplai semua kebutuhan gas bagi negara bekas Uni Soviet, sekaligus memainkan gas untuk kebijakan politik luar negerinya.

Belarusia, misalnya. Karena setia dengan Rusia, dia mendapat diskon harga besar-besaran. Sedangkan Ukraina dan Georgia yang mbalelo diwajibkan membayar dengan harga pasar internasional. ”Kontrol Rusia terhadap energi gas tak cuma menghasilkan uang, tapi juga sebagai kekuatan politik,” ujar analis ekonomi Inggris, Roland Nash. Dengan gas, Rusia dapat memainkan strategi ”tongkat dan wortel”: yang bandel dikunci kerannya, yang takzim diberi korting gede-gedean.

Raihul Fadjri (BBC, Washington Post, NY Times, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus