Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Wali Kota dengan Sepiring Nasi Uduk

Nurmahmudi Ismail akhirnya dilantik sebagai Wali Kota Depok yang baru. Pakaian dinas dijahit sehari sebelum Mahkamah Konstitusi memenangkannya.

30 Januari 2006 | 00.00 WIB

Wali Kota dengan Sepiring Nasi Uduk
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

MEREKA cuma bertiga di meja makan bundar dari marmer itu. Nurmahmudi Ismail duduk di sisi yang membelakangi dinding. Di sebelah kiri, istrinya, Nurazizah, mendampingi penuh kasih. Di seberang keduanya, si bungsu Abiir Mahmudi ikut menemani. Di meja tersedia komplet perangkat sarapan pagi: piring dan gelas kaca. Lalu tempat nasi dan beberapa toples plastik berisi kerupuk.

Itulah pagi pertama Nurmahmudi sebagai Wali Kota Depok. Sebentar lagi ia akan dilantik sebagai orang nomor satu di wilayah selatan Jakarta itu. Dan keluarga ini mengawalinya dengan sebuah sarapan nan sederhana: nasi uduk dengan ubo-rampe-nya. Itulah tempe goreng, sambal goreng teri, dan ayam goreng.

”Karena semua sibuk, pagi ini kami sarapan nasi uduk,” ujar Nurmahmudi, rileks, Kamis pekan lalu. Sang istri tersenyum kecil. Kecuali ayam goreng, seluruh suguhan pagi itu dibeli dari warung makan yang ada di depan kompleks Perumahan Griya Tugu Asri, Depok, tempat Nurmahmudi bermukim.

Murtafi, ajudan Nurmahmudi, yang membeli nasi uduk bungkus itu. Sebelum dibawa ke dalam rumah, beberapa bungkus ia bagikan kepada dua orang polisi pamong praja yang berjaga sejak tengah malam, sopir, dan juga kepada para wartawan. Sisanya untuk keluarga ini.

Nurmahmudi menikmati sarapannya. Beberapa kali sambal teri berpindah dari toples besar warna hijau daun ke piringnya. ”Ayo Abiir, ambil makanlah,” ujarnya kepada sang putri, yang tak juga mulai bersantap.

Ruang makan itu terletak di pojok ruang tengah, dekat tangga menuju lantai atas. Sebuah lampu hias kristal berkerangka perunggu tergantung rendah di atas meja. Tepat di pojok, berdiri sebuah dispenser merek Royal. Galon air mineralnya tertutup sarung bermotif hati. Di bawah tangga, sebuah rak dorong kecil melengkapi ruangan itu. Beberapa botol sirup di atasnya terlihat sudah setengah kosong.

Di dalam ruang yang tak begitu luas, kehadiran hampir sepuluh wartawan cetak dan elektronik membuat suasana makan pagi jadi meriah. Sesekali terdengar celetukan Nurmahmudi yang menyegarkan. ”Tempe adalah satu-satunya produk nabati yang memiliki protein hewani,” ujar ahli teknologi pangan itu sebelum menggigit sepotong tempe. Semua tertawa.

Pukul 8.10 makan pagi usai. Nurmahmudi dan istri pamit ke lantai atas untuk bersalin pakaian. Abiir buru-buru ke luar rumah menjemput saudara sepupunya yang baru tiba dari Surabaya.

l l l

SARAPAN nasi uduk sungguh transisi yang menarik untuk perjalanan politik Nurmahmudi dari warga biasa menjadi orang nomor satu di Depok. Sehari sebelumnya, Mahkamah Konstitusi sudah menolak permohonan Badrul Kamal, yang menguji materi putusan Mahkamah Agung yang memenangkan Nurmahmudi dan Yuyun Wirasaputra dalam sengketa hasil pemilihan Wali Kota Depok.

Badrul berpasangan dengan Syihabuddin Ahmad—didukung oleh Partai Golkar—adalah pesaing Nurmahmudi-Yuyun dalam pemilihan kepala daerah di Depok, 26 Juni lalu. Badrul tak mau mengaku kalah. Dia menuduh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Depok curang. Dia pun menggugat lembaga itu ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Pengadilan tinggi mengabulkan gugatan Badrul pada 4 Agustus sekaligus menganulir kemenangan Nurmahmudi.Tetapi KPUD tak menyerah. Mereka membawa kasus ini ke Mahkamah Agung, mohon peninjauan kembali. Hasilnya, 16 Desember 2005, MA membatalkan vonis Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan mengembalikan kemenangan kepada pasangan Nurmahmudi-Yuyun.

Giliran Badrul yang enggan takluk. Ia lalu melibatkan Mahkamah Konstitusi dalam urusan perebutan kekuasaan ini. Badrul memohon MK melakukan uji materi terhadap keputusan MA. Namun, permohonan itu ditolak MK, Rabu pekan lalu—tepat sehari sebelum Nurmahmudi dilantik.

Jalan Nurmahmudi pun lempang ke kursi wali kota. Rabu malam itu pula ia segera menjalani gladi resik pelantikan di gedung DPRD. Dengan mengenakan celana warna gelap, baju putih lengan panjang, dan dasi hitam, Nurmahmudi menjalani gladi resik hingga pukul 22.40. Tak ada gurat kelelahan di wajahnya. Bibirnya terus menyunggingkan senyum. Ia lalu berkeliling ruangan sambil menyapa staf kantor wali kota yang hadir.

”Saya minta agar susunan tempat duduk tamu VIP diubah,” ujarnya kepada seorang staf wanita sesaat sampai di jajaran kursi depan. Wanita yang menenteng kertas manila putih berisi gambar rencana formasi tempat duduk tamu itu segera memenuhi permintaannya. Barisan VIP, yang semula untuk keluarganya, akan menjadi tempat duduk pimpinan dan sesepuh Partai Keadilan Sejahtera. Nurmahmudi seperti ingin menegaskan, PKS-lah yang telah mengantarnya ke jabatan itu.

Waktu terus merambat. Jam menunjuk pukul 23.15. Dia bersama istri segera meninggalkan gedung DPRD mengendarai Volvo S40 hijau metalik, bernomor polisi B 1530 UG. Tak sabar ia menunggu esok.

l l l

NURMAHMUDI memiliki dua rumah di kompleks Griya Tugu Asri, yakni di Blok A4, No. 9 dan 10. Letaknya di pojokan. Kacang panjang, jagung, dan beberapa jenis sayuran terpelihara baik di tanah sisa seukuran lapangan voli di samping rumah.

Sebelumnya dia tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah pensiun sebagai Menteri Kehutanan dan Perkebunan dalam kabinet Abdurrahman Wahid, dia membeli rumah itu dan resmi menjadi warga Depok. Dari rumah itulah ternyata nasib membawanya kembali ke lingkungan kekuasaan.

Kedua rumah yang dibeli Nurmahmudi itu dihubungkan dengan sebuah pintu. Keluarganya tinggal di rumah nomor 9—tampak agak kacau dengan tiang-tiang bambu, koran yang ditempel menutupi kaca. Menurut Nurmahmudi, rumahnya tengah dibenahi. ”Bocor,” ujarnya pendek.

Ada tiga jenis palem yang menghiasi taman depan rumahnya. Di bawah pohon pinang yang dibonsai, tampak sebuah sangkar dengan tiga ekor burung perkutut putih di dalamnya.

Rumah yang satunya difungsikan seperti aula. Sebuah karpet berukuran setengah lapangan voli terbentang di tengah ruangan. Di pojok, ada seperangkat sofa, sebuah televisi merek Sony, dan sebuah bufet panjang di latar belakang. Rumah ini berfungsi untuk menerima tamu atau ajang kumpul-kumpul kader partai.

Garasi berada di pojok kiri rumah bagian depan. Di sana mobil Volvo hijau diparkir. Di depannya, di luar garasi, parkir Toyota Kijang warna merah hati B 8641 LY. ”Para tetangga di sini tiap tahun ganti mobil, tapi bapak tidak. Sejak jadi menteri, mobilnya, ya, dua ini,” ujar salah seorang sopir.

Sebagai warga Depok, Nurmahmudi mulai paham berbagai masalah yang membelit kota tersebut. Tampaknya itulah yang membuat dia akhirnya maju ke kontes pemilihan wali kota. Suara miring yang menyerangnya, bahwa mantan menteri kok mau jadi wali kota, tak digubrisnya. ”Saya ingin meningkatkan pelayanan kesehatan, kebersihan, transportasi, dan pendidikan di sini,” tekad dia. Baginya, jabatan menteri atau wali kota sama saja. ”Intinya, kan, pelayanan,” ujarnya.

l l l

PAGI bangkit bersama sepiring nasi uduk. Sebelum sarapan, ia menerima Mashadi, mantan anggota DPR RI dari Partai Keadilan, sekitar pukul 06.30 WIB. Keduanya duduk santai, bersila, di karpet rumah nomor sembilan. ”Cuma tukar pikiran. Kami berteman sejak lama,” ujar Nurmahmudi setelah tamunya berlalu.

Lalu datang Yudi Widiana, Ketua Wilayah PKS Jawa Barat. Kemudian juru foto pribadi Nurmahmudi datang dan langsung menyelonong masuk rumah. Menyusul rombongan keluarga dari luar kota yang sebelumnya diinapkan di Hotel Bumi Wiyata, Depok, tiba bersama anak bungsu, Abiir. Dua anak Nurmahmudi yang lebih besar masih di asrama Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia, Serpong. ”Mereka tak bisa datang,” ujar Murtafi.

Sekitar pukul 08.00, dua orang polisi lalu-lintas dan beberapa anggota Polres Depok tiba. ”Massa sudah mulai bergerak,” ujar mereka. Tak jelas yang dimaksud, apakah itu massa pendukung Nurmahmudi yang ingin mengikuti acara pelantikan atau buruh yang akan menggelar aksi di kantor wali kota. Tetapi Nurmahmudi hanya tertawa pelan. ”Jam sembilan kita berangkat,” ujarnya sambil berlalu ke dalam.

Lalu, datanglah beragam tamu. Suasana mulai lebih meriah. Tepat pukul 09.00, Nurmahmudi bersama istri keluar dari pintu rumah. Saat itu ia sudah mengenakan pakaian dinas wali kota. Baju safari, celana, serta sepatu yang semuanya serba putih. Baru dua hari lalu pakaian itu usai dijahit.

Sejurus kemudian, raungan sirene motor polisi mulai terdengar mendahului Volvo hijau metalik menuju gedung DPRD Depok. Ketika sirene kian menjauh, rumah pun mulai sepi. Di meja makan, piring kotor sudah diangkat. Yang tertinggal hanya beberapa nasi uduk sisa....

Philipus Parera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus