Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMZA—demikian ia menyebut dirinya—dua bulan lalu adalah anggota kelompok militan Islamic State of Iraq and al-Sham, yang kini berganti nama menjadi Islamic State. Pria 33 tahun asal Fallujah, kota di Provinsi Al-Anbar, Irak, sekitar 69 kilometer sebelah barat Bagdad, ini kini memilih keluar. "Saya tak bisa diminta mengeksekusi dan diundang memerkosa tahanan perempuan," kata Hamza, yang tak mau menyebut nama aslinya, kepada The Independent, Senin pekan lalu.
Pria yang mengaku lulusan universitas utama di Irak itu meninggalkan ISIS setelah bergabung enam bulan. Ia sempat menjalani pelatihan fisik dan pengenalan berbagai macam senjata di tiga kamp pelatihan di Bagdad dan Fallujah di Irak serta Raqqa di Suriah. Keputusannya untuk hengkang dipicu berbagai kekejaman dan kebrutalan yang dilakukan milisi yang mengklaim sebagai Sunni itu.
Hamza bercerita ia pernah dipaksa memenggal warga Fallujah yang ia kenal. Pria itu ditangkap dan dituding sebagai mata-mata pemerintah Syiah Irak yang dijuluki ISIS sebagai "pagan" (pengikut kepercayaan penyembah berhala). "Saya memang membenci Syiah, tapi untuk memenggal kepala mereka? Saya tak sekeji itu," katanya.
Ia juga pernah diminta "menikmati" tubuh perempuan Yazidi yang ditangkap. Tindakan yang ia sebut tak beda dengan pemerkosaan. Hamza bercerita tawaran itu ia terima pada Desember 2014, ketika mereka menahan 13 perempuan Yazidi, etnis minoritas Irak, yang ditangkap saat ISIS merebut Kota Mosul di Provinsi Nineveh. "Komandan saya mengatakan mereka halal bagi kami. Hadiah yang boleh kami nikmati karena mereka pagan."
Menyebar kekejaman, intimidasi, dan ketakutan menjadi senjata utama Daesh atau Ad-Dawlah al-Islamiyah fil-Iraq wash-Sham—nama lain ISIS dalam bahasa Arab, sebutan yang bernada merendahkan. Hanya dalam waktu 23 bulan, sejak didirikan pada April 2013, ISIS sudah mampu mengalahkan pamor organisasi muasalnya, Al-Qaidah.
Nama ISIS mencuat tatkala pesona Al-Qaidah meredup sejak tewasnya pemimpin mereka, Usamah bin Ladin, pada 2011. Al-Qaidah yang dulu dominan gagal mengembalikan perannya sepeninggal Bin Ladin. "Mereka (Al-Qaidah) kalah bersaing dengan ISIS, kompetitor yang lebih pintar dan lebih agresif," kata Olivier Guitta, Managing Director GlobalStrat, lembaga masalah keamanan asal Washington, DC, Amerika Serikat.
Meroketnya nama ISIS kian menarik kelompok lain untuk bergabung. Terakhir sumpah setia kepada ISIS dilontarkan Jama'at Ahl as-Sunnah lid-da'wa wal-Jihad atau yang lebih dikenal dengan Boko Haram, kelompok militan asal Nigeria. Pernyataan dukungan disampaikan langsung pemimpinnya, Abubakar Shekau. "Kami mengumumkan kesetiaan kami kepada khalifah kaum muslim, Ibrahim ibn Awad ibn Ibrahim al-Husseini al-Qurashi," kata Abubakar Shekau merujuk pada Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS.
Pesan audio berdurasi delapan menit itu dipublikasikan lewat Twitter dengan terjemahan dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Arab.
Dukungan Boko Haram kian mendongkrak pamor ISIS. Boko Haram merupakan satu dari sekitar 30 kelompok, termasuk Abu Sayyaf di Filipina, yang menyatakan dukungan kepada ISIS. Dengan sekitar 6.000 anggota, Boko Haram menjadi kelompok terbesar pendukung ISIS. "Pengumuman Boko Haram menunjukkan pengaruh ISIS terhadap kelompok militan lain sudah sangat luas," kata Jacob Zenn, pakar masalah militansi Afrika dan Eurasia di The Jamestown Foundation, Washington.
Ketika Soviet menginvasi Afganistan pada 1979, tak kurang dari 25 ribu pejuang perlawanan ikut bertempur. Salah satunya Abu Musab al-Zarqawi, milisi Palestina kelahiran Yordania. Zarqawi menjadi orang dekat Usamah bin Ladin, meski secara resmi ia baru bergabung dengan Al-Qaidah pada 2004, ketika ia memimpin AQI—singkatan Al-Qaidah di Irak.
Zarqawi tewas akibat serangan udara Amerika Serikat pada 2006. Kelompoknya kocar-kacir sebelum muncul lagi pada 2011, tak lama setelah pasukan Amerika ditarik dari Irak. Hengkangnya pasukan Amerika membuat kelompok ini tumbuh kian leluasa.
Tatkala konflik Suriah meletus pada Maret 2011, AQI melihatnya sebagai peluang. "Mereka meluaskan operasinya ke Suriah dan menamakan dirinya ISIS," kata James Phillips, peneliti senior tentang masalah Timur Tengah di The Heritage Foundation's Allison Center for Foreign Policy Studies. "Mereka menganggap dirinya sebagai kelompok Arab Sunni, yang lebih pantas memimpin Suriah ketimbang Bashar al-Assad yang berasal dari minoritas Alawite."
Berkembangnya ISIS juga ditunjang ambisi besar pemimpinnya, Abu Bakr al-Baghdadi. Pria yang diperkirakan berusia 43 tahun ini memproklamasikan diri sebagai khalifah. Dia juga melihat dirinya sebagai penerus sejati Bin Ladin dan menantang pemimpin Al-Qaidah saat ini, Ayman al-Zawahiri.
Pada dasarnya ISIS dan Al-Qaidah serta simpatisannya memiliki tujuan yang sama, yakni mendirikan kekhalifahan yang menjalankan hukum syariah Islam sesuai dengan interpretasi mereka. Namun perbedaannya terletak pada strategi dan taktik yang digunakan.
Media Barat menyebut Al-Qaidah sebagai organisasi kuno dan ketinggalan zaman. Mereka tak menguasai wilayah seperti ISIS. Dalam menyiarkan pengaruhnya, Al-Qaidah menggunakan media arus utama, menampilkan video orang tua, berbicara di dalam gua, menggunakan bahasa Arab, dan mengancam musuh-musuhnya. "Pendekatan mereka halus," kata Thomas Joscelyn, editor senior di Long War Journal.
Sebaliknya, ISIS bergerak cepat dengan menguasai kota-kota di Irak dan Suriah. Mereka juga dengan cerdik merebut headline media dunia dengan video, foto, dan grafis yang menggambarkan kebrutalan. Eksekusi jurnalis Amerika, Inggris, dan tahanan lain, juga membakar pilot Yordania hidup-hidup di kerangkeng; memotong tangan pencuri; serta melempar pria yang dituding sebagai homoseksual dari gedung bertingkat dipublikasikan ISIS di Internet.
ISIS menggunakan bahasa yang lebih global, bahasa Inggris, sehingga pesannya lebih mendunia. "Yang dilakukan ISIS dikemas, dirancang, dan disiarkan secara apik. Tujuannya membawa orang-orang seperti mereka kepada mereka," kata Christopher Swift, pakar keamanan global dari Universitas Georgetown.
Sebenarnya ada yang membantah anggapan bahwa ISIS mampu menghapus 17 tahun hegemoni Al-Qaidah di dunia "jihad". Scott Stewart, wakil presiden analisis di perusahaan riset geopolitik Stratfor, misalnya, mengatakan, meskipun ISIS berhasil mencuri perhatian publik dengan aksi bengisnya, kemampuan teror mereka belum bisa menyaingi Al-Qaidah.
ISIS masih dianggap sebagai organisasi teror pemula. Sedangkan Al-Qaidah memiliki kemampuan canggih, yang puncaknya dibuktikan dengan membajak pesawat dan menghantamkannya ke menara kembar World Trade Center, New York, Amerika Serikat, pada 11 September 2001. "Hanya karena dapat menjalankan serangan di Irak atau Suriah tidak berarti ISIS dapat menjalankan serangan ke New York dan mengkoordinasi serangan teror. Al-Qaidah masih memiliki tingkat kemampuan tertinggi sebagai organisasi teroris," katanya kepada Foxnews.
Namun kekhawatiran terhadap kemungkinan kian besarnya ISIS tetap ada. Buktinya, hingga kini ribuan serangan udara yang digelar koalisi internasional pimpinan Amerika belum mampu mengusir ISIS dari wilayah yang dikuasainya. Direktur Badan Intelijen Amerika (CIA) John Brennan menggambarkan pengaruh ISIS bak bola salju. Saat ini ISIS diperkirakan memiliki 20 ribu anggota yang berasal lebih dari 90 negara. Sebagian dari mereka berasal dari negara Barat, termasuk Amerika sendiri.
"Jika dibiarkan, kelompok ini akan menimbulkan bahaya serius tidak hanya untuk Suriah dan Irak, tapi juga buat daerah yang lebih luas," kata Brennan saat melakukan pertemuan dengan Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika di New York, Jumat pekan lalu. "Mereka sangat berbahaya dan musuh kita semua."
Raju Febrian (Fox News, The Daily Beast, The Independent, Al Arabiya)
ISIS
AL-QAIDAH
1992
Pada 29 Desember 1992, Al-Qaidah melakukan serangan pertama di Aden, Yaman. Dua bom diledakkan di Hotel Movenpick dan tempat parkir Hotel Goldmohur.
Bom gedung WTC, 1993
Gedung World Trade Center, New York, Amerika Serikat, diserang pada 26 Februari 1993. Pelakunya Ramzi Yusuf, keponakan pejabat Al-Qaidah Khalid Syekh Muhammad. Peristiwa inimenewaskan enam orang dan lebih dari seribu terluka.
Bom Kedutaan Besar Amerika di Tanzania, 1998
Pada 7 Agustus, serangan bom menghantam Kedutaan Amerika di Ibu Kota Nairobi, Kenya, dan Kota Dar es Salam, Tanzania. Bom menewaskan 200 orangdan membuat 5.000 lain terluka. Dua hari kemudian, Al-Qaidah mengklaim mereka menaruh bom itu.
Serangan 11 September 2001
Menara kembar WTC luluh-lantak setelah dihantam dua pesawat yang dibajak. Sebanyak 2.996 orang tewas dan tak kurang dari 6.000 orang terluka. Aksi ini diklaim sebagai yang terbesar sepanjang sejarah teror di Amerika. Al-Qaidah mengaku terang-terangan menjadi pelaku.
Bom Bali 2002
Dua bom menghancurkan dua kafe ternama di Legian, Bali, yakni Paddy's Pub dan Sari Club, pada 12 Oktober 2002. Korban tewas 209 orangdan ratusan lain terluka. Tiga tersangka, yakni Amrozi bin Nurhasyim, Imam Samudra alias Abdul Aziz, dan Ali Ghufron alias Mukhlas, dituding terlibat jaringan Al-Qaidah.
Bom Istanbul 2003
Jaringan Al-Qaidah menyerang pusat Kota Istanbul, Turki, pada 15 dan 20 November 2003. Empat truk penuh bom ditempatkan di beberapa lokasi penting kota itu. Bom ini menewaskan 67 orang dan membuat ratusan lainnya terluka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo