BAGAIMANA seandainya Clinton memang terpilih menjadi presiden AS? Konon banyak negara dunia ketiga yang lebih suka bila George Bush kembali memimpin Amerika. Banyak yang menduga Bill Clinton akan mengaitkan banyak kebijaksanaannya dengan masalah demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan. Kekhawatiran itu dirasakan pula oleh sementara kalangan di Indonesia. "Bisa saja AS mensyaratkan dijaminnya hak-hak asasi manusia pada negara penerima bantuannya," kata seorang pejabat tinggi Departemen Luar Negeri Indonesia. Karena itu pihak Departemen Luar Negeri Indonesia melakukan antisipasi awal dengan melobi Kubu Demokrat melalui Kedutaan Besar RI di Washington. Lobi itu antara lain menjelaskan perbedaan pandangan tentang hak asasi antara negara-negara berkembang dan negara maju seperti AS. Tapi menurut banyak pengamat, termasuk Profesor Donald Emmerson di Wisconsin University, Clinton tak akan begitu memperhatikan politik luar negeri karena akan disibukkan krisis ekonomi dalam negeri. Lagi pula, seperti dituturkan Profesor Dr Yuwono Sudarsono (pengamat luar negeri di Universitas Indonesia), parlemen AS bakal diisi oleh 115 anggota baru yang belum ketahuan warna politiknya. Seperti diketahui, dua tahun belakangan ini parlemen AS mengalami banyak skandal, baik ekonomi maupun penyalahgunaan wewenang. "Ada semacam gelombang pasang naik di parlemen AS untuk mengeluarkan anggota Kongres yang dianggap tak becus," tutur Yuwono. Bisa saja dalam anggota Kongres yang vokal mengkritik Indonesia ikut tersingkirkan, dan itu tentu saja akan mempengaruhi hubungan AS-Indonesia. Anggota yang seperti itu memang ada, salah satu di antaranya adalah Clayborne Pell, wakil Rhodes Island -- negara bagian yang dihuni segelintir imigran Portugis dan pendukung Fretilin (partai yang menentang integrasi Timor Timur dengan Indonesia). Pell berhasil mempengaruhi Kongres AS, sehingga Peristiwa Dili menjadi perhatian cukup besar di Kongres, November tahun lalu. Buntutnya adalah penghentian beasiswa dari AS untuk 120 perwira ABRI, 17 Oktober lalu. "Sangat disayangkan bila bantuan yang relatif kecil itu mengganggu hubungan AS dan Indonesia," kata Donald Emmerson. Padahal oknum-oknum yang terlibat dalam Peristiwa Dili itu tak satu pun yang pernah menjalani pendidikan di AS, Emmerson menambahkan dalam bahasa Indonesia yang lancar. Namun pemerintah RI tak usah khawatir dengan tampilnya Bill Clinton. Sebab perhatian pemerintahan Clinton ke Asia lebih terfokus pada Cina dan Jepang. Kawasan Asia Tenggara yang menjadi prioritas keempat, setelah Eropa, Jepang dan Timur Laut Asia, Timur Tengah, pelan-pelan, "Akan diserahkan kepada Jepang, yang dituntut lebih berperan dalam menyelesaikan masalah regional," kata Yuwono Sudarsono. Keterlibatan Jepang menangani masalah Kamboja merupakan salah satu bukti yang jelas. Adapun tantangan besar yang harus dihadapi Clinton Mei tahun depan adalah menembus blok-blok ekonomi, seperti Masyarakat Eropa di kawasan Eropa atau AFTA di Asia Tenggara dengan NAFTA-nya. Sedangkan bersama "tim dapur"-nya ia akan berkutat dengan angka-angka defisit negara yang parah. Itu kalau memang rakyat Amerika memilihnya. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini