Serta melihat junjungannya menapakkan kaki keluar dari helikopter, seorang kepala kampung di Distrik Temburong menjatuhkan diri ke hadapan Sultan Hassanal Bolkiah. Sembari bersimpuh, ia mengikrarkan sumpah setia sebanyak tiga kali kepada Raja Brunei tersebut: "Daulat ke bawah duli tuan patik." Hari itu, Kamis dua pekan silam, Sultan Hassanal Bolkiah genap berusia 58 tahun. Membagi sukacita hari jadi, Hassanal bertandang keluar dari kediamannya, Istana Nurul Iman yang supermegah—memiliki 1.700 kamar plus 150 mobil Rolls Royce berjejer dalam garasi.
Dia pergi ke Temburong, tempat Sultan menikmati drama musikal yang menggambarkan keinginan rakyat yang bersetia pada pemimpin yang bijaksana. Tapi ada yang lebih penting dari acara hura-hura itu: sebuah maklumat yang disebut "Titah". Isinya, Sultan akan menghidupkan kembali lembaga legislatif di Kerajaan Brunei. Selama 20 tahun terakhir, Hassanal praktis memerintah 358 ribu rakyat Brunei secara absolut. Ia memegang lima jabatan penting, yakni kepala negara, panglima angkatan bersenjata, perdana menteri, Menteri Pertahanan, dan Menteri Keuangan.
Dengan adanya lembaga legislatif tersebut, sang Sultan membayangkan masa depan Brunei sebagai negeri yang menganut kebebasan politik. "Hal ini akan memungkinkan kami mengetahui aspirasi seluruh lapisan masyarakat," ujarnya. Ikrar yang ia ucapkan pada hari ulang tahun itu rencananya akan diwujudkan pada akhir tahun ini. Tapi, jangan harap lembaga legislatif itu laiknya parlemen di negara demokrasi pada umumnya. Anggota legislatif ala Brunei bukan hasil pilihan rakyat, melainkan ditunjuk oleh komite pemerintah yang dipimpin adik lelaki Hassanal, Pangeran Mohamad Bolkiah. Kini Pangeran Mohamad menjabat Menteri Luar Negeri.
Mohamad akan menyeleksi kepala kampung, pemimpin masyarakat, dan pegawai negeri senior yang pantas duduk di kursi legislatif. Toh, dua partai politik yang menjadi pemanis demokrasi Brunei menyambut lembaga baru itu. "Titah merupakan hadiah dari pemimpin tercinta negeri ini untuk rakyatnya," kata Mohamad Zaidi, Wakil Ketua Partai Kesedaran Rakyat.
Belum jelas soal jumlah anggota legislatif maupun kadar kekuasaannya. Yang sudah terang-benderang, Hassanal masih menggenggam kekuasaan tertinggi. Dia tak akan membiarkan dewan legislatif membahayakan stabilitas politik Brunei. "Tanggung jawab saya sebagai sultan untuk menjamin masa depan bangsa, keamanan, dan rakyat hidup sejahtera," Hassanal menjelaskan.
Apa pasal Hassanal tiba-tiba membuka keran demokrasi, walau masih dengan "sistem tunjuk langsung"? Boleh jadi karena pengalaman buruk 40 tahun silam. Ketika itu Brunei baru saja dimerdekakan Inggris dengan status protektorat pada 1959—lengkap dengan parlemen segala. Kerajaan dipimpin oleh Sultan Umar Ali Saifuddin, ayah Hassanal Bolkiah. Tapi parlemen hanya bertahan dua tahun. Umar murka ketika Partai Rakyat Brunei (PRB) merebut 10 kursi dari 21 kursi parlemen pada Pemilu 1962.
Apalagi, partai kiri ini menuntut penerapan sepenuhnya hak demokrasi rakyat. Mereka juga menuntut agar sistem pemerintahan kerajaan disudahi saja. Di tengah murka itulah Umar menitahkan pembubaran parlemen. Partai Rakyat Brunei dibredel. Sempat timbul pergolakan senjata, tapi segera disikat habis oleh pemerintah kerajaan dengan bantuan pasukan Gurkha milik Inggris. Sejak itu, Umar memerintah secara absolut lewat dekrit. Dia memberlakukan undang-undang darurat. Dan Hassanal melanjutkan sistem monarki absolut warisan ayahnya hingga kini.
Walau berukuran mini, kekayaan Brunei dan sultannya sungguh maksi. Aliran dolar dari minyak dan gas mengukuhkan Hassanal sebagai orang terkaya di dunia, dan mencatatkan Brunei sebagai negeri termakmur di seantero jagat: pendapatan per kapitanya mencapai angka US$ 26.800 (setara dengan Rp 241,2 juta). Kini, ekonomi Brunei ikut terguncang oleh krisis keuangan di Asia. Maka, Hassanal pun berniat merevisi Konstitusi 1959 dan memperlunak undang-undang darurat—sebuah kado kejutan bagi rakyat Brunei setelah dua dekade berlalu.
Raihul Fadjri (AFP, BBC, Brudirect.com News)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini