Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin Jepang dan Korea Selatan berjanji untuk membalik halaman permusuhan selama bertahun-tahun pada pertemuan, Kamis, 16 Maret 2023, mengesampingkan sejarah bersama yang kelam dan mengatakan bahwa mereka perlu bekerja lebih erat untuk menghadapi tantangan keamanan regional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komentar-komentar dari Yoon Suk Yeol dari Korea Selatan dan Fumio Kishida dari Jepang pada pertemuan puncak di Tokyo menyoroti bagaimana kedua sekutu AS telah didorong lebih dekat oleh peluncuran rudal yang sering dilakukan Korea Utara, serta meningkatnya kekhawatiran tentang peran China yang lebih kuat di panggung internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kunjungan Yoon ke Jepang, Kamis, adalah yang pertama untuk seorang presiden Korea Selatan dalam 12 tahun. Pentingnya situasi keamanan regional – dan ancaman yang ditunjukkan Korea Utara – telah ditekankan beberapa jam sebelum kedatangannya, ketika Utara menembakkan rudal balistik jarak jauh yang mendarat di laut antara semenanjung Korea dan Jepang.
Dua negara itu juga setuju untuk menghentikan perselisihan perdagangan selama hampir empat tahun tentang bahan berteknologi tinggi yang digunakan untuk chip, sebuah masalah yang telah mengganggu hubungan mereka bahkan ketika kepentingan politik semikonduktor, dan mengamankan pasokan mereka, telah meningkat.
"Pekan ini Tokyo menyaksikan pohon-pohon sakura mekar sedikit lebih awal dari biasanya. Saya sangat bahagia memiliki peluang untuk memulai bab baru dari sebuah hubungan Jepang dan Korea Selatan yang menatap ke masa depan pada hari ini ketika kita dapat merasakan kedatangan musim semi,” kata Kishida ketika keduanya duduk berhadapan di sebuah meja.
Keduanya mengatakan mereka akan memulai kembali “diplomasi ulang-alik” dari kunjungan pemimpin reguler antara dua negara yang sempat terhenti.
"Pertemuan hari ini dengan Perdana Menteri Kishida memiliki makna khusus dengan membiarkan rakyat dari dua negara kita mengetahui bahwa hubungan Korea Selatan-Jepang, yang telah melewati masa-masa sulit karena berbagai isu yang tertunda ada pada titik awal yang baru," kata Yoon.
Ia mengatakan peluncuran rudal balistik jarak jauh Korea Utara pagi itu telah menunjukkan “ancaman yang besar” bagi perdamaian dan kestabilan internasional.
Skeptisisme di Dalam Negeri
Di dalam negeri, Yoon menghadapi skeptisisme. Dalam sebuah jajak pendapat oleh Gallup Korea yang diterbitkan Jumat, 64% responden mengatakan tidak perlu terburu-buru memperbaiki hubungan dengan Jepang jika tidak ada perubahan dalam sikapnya, dan 85% mengatakan mereka berpendapat pemerintahan Jepang sekarang tidak minta maaf atas sejarah kolonial Jepang.
Sebagai pengingat baru dari ketegangan yang berkepanjangan, dua korban kerja paksa masa perang Korea Selatan mengajukan gugatan, mencari kompensasi dari perusahaan Jepang Mitsubishi Heavy Industries, kata perwakilan mereka, Kamis.
Hubungan antara keduanya – yang lama tegang karena isu tenaga kerja di masa perang juga pulau-pulau sengketa, dan gadis-gadis Korea yang dipaksa bekerja di rumah bordil – memperoleh kemajuan pekan lalu ketika Seoul mengumumkan rencana perusahaan-perusahaannya untuk membayar kompensasi para tenaga kerja paksa. Para korban yang mengajukan tuntutan menolak rencana tersebut.
REUTERS
Pilihan Editor: Tidak Ada Tanda-tanda Ukraina Menyerah dari Bakhmut