AGAKNYA, hanya para santo atau orang-orang suci yang bisa menjadi perdana menteri. Kalimat yang ditulis sebuah koran Jepang itu tentu sindiran, betapa sulitnya mencari pimpinan kabinet jika orang sebersih Hosokawa pun bisa jatuh lantaran "dosa" sepuluh tahun lalu. Tapi biar sulit, inilah sederet calon kuat "santo" pengganti Hosokawa: *Tsutomu Hata Tadinya, ia begitu miskin. Sampai-sampai untuk minum secangkir kopi, kata orang, ia menunggu ditraktir temannya. Tapi ia pekerja keras. Itulah yang mengubah nasibnya dari portir dan kondektur bus menjadi Kepala Perencanaan dan Riset di perusahaan bus Odakyu yang terkenal di Tokyo. Dan Hata tak cuma potret pekerja keras. Ekonom 58 tahun yang lahir dari keluarga politikus ini punya catatan yang bersih. Sejak duduk di kursi pemerintahan sebagai Menteri Pertanian dan Perikanan (1985-1988), Menteri Keuangan (1991) hingga Menteri Luar Negeri saat ini, tak sekalipun ia terserempet skandal. Itulah yang membuat sebagian besar anggota partai koalisi yang berkuasa menginginkan Hata menggantikan Hosokawa. Kecuali itu, banyak alasan lain. Kemampuan Hata dalam soal kebijakan moneter, misalnya, diharapkan dapat menyelamatkan Jepang dari himpitan resesi. Pengalamannya sebagai Menteri Keuangan juga dinilai dapat membereskan debat berkepanjangan soal anggaran belanja. Dan di atas semua itu, Hata bertekad memperbaiki sistem politik yang sudah lama digerogoti skandal suap. Itu jugalah yang membuat Hata membelot dari Partai Demokratik Liberal (LDP) dua tahun lalu dan mendirikan Partai Shinseito bersama bekas Sekjen LDP Ichiro Ozawa. Tapi, tak sedikit yang meragukan Hata. Ia dinilai tak secemerlang Ozawa, tokoh di belakang layar Partai Shinseito. Menurut para penentangnya, Hata seperti halnya Hosokawa hanya akan jadi boneka "godfather" LDP, Shin Kanemaru ini. Karena itu, beberapa tokoh koalisi menentangnya. *Michio Watanabe Ia dijuluki Don, sang "cukong". Bukan karena ia sangat kaya. Tapi lantaran Don Mitchy, begitu ia dipanggil, pernah menduduki tiga posisi kunci di kabinet Jepang: Menteri Keuangan, Menteri MITI, lalu Menteri Luar Negeri. Tiga kementerian inilah yang berhak mengatur dana yang tak sedikit, termasuk bantuan luar negeri. Dan ia tak sekadar menjabat. Catatan prestasinya juga cemerlang. Semasa menjadi Menteri Keuangan, ia merombak kebijakan fiskal hingga Jepang bertahan menghadapi resesi di tahun 1980. Pentolan Partai Demokratik Liberal (LDP) ini juga pernah menjabat Wakil Perdana Menteri, di bawah pimpinan Kiichi Miyazawa. Saat itu, ia boleh dibilang orang terkuat kedua di Jepang. Karenanya, tak mengherankan jika Watanabe diincar sekelompok pembelot LDP -- yang bergabung dengan partai koalisi yang berkuasa -- sebagai pengganti Hosokawa. Syaratnya: Watanabe harus membawa serta 100 suara dari LDP. Watanabe meniti karier politik mulai dari bawah di tanah kelahirannya di Provinsi Tochigi, utara Tokyo. Dalam usia 32 tahun, anak tentara ini terpilih sebagai anggota Dewan Provinsi. Delapan tahun di DPRD, akuntan ini melompat ke DPR pusat mewakili Tochigi. Banyak yang menilai sukses Watanabe ini berkat kerja kerasnya membina hubungan semasa menjadi pedagang keliling menjajakan barang keperluan petani. Ia kini masih menjadi Ketua Japinda (Japan Indonesia Association Inc). Don Mitchy bukanlah nama yang bersih seperti santo. Atas nama anaknya, ia dinilai ikut terserempet skandal pembelian saham Recruit. Apalagi usianya, lewat 70 tahun, dengan kesehatan yang telah merosot. *Yohei Kono Kendati tak lagi memegang kendali, pemimpin LDP ini tak boleh dianggap sepi. Kalau koalisi gagal bersepakat dan Jepang menggelar pemilu lagi, boleh jadi LDP kembali berkuasa. Saat itulah giliran Kono muncul memimpin Jepang. Dan Kono bukanlah tokoh sembarangan. Ia adalah Menteri Sekretaris Negara di masa Kabinet Kiichi Miyazawa. Kono, yang datang dari keluarga politikus, punya banyak nilai plus. Lulusan Fakultas Politik Ekonomi Universitas Waseda ini, oleh partainya, dianggap mampu melakukan seiji kaikaku (reformasi politik). Itu lantaran Kono, yang terjun ke partai sewaktu berusia 30 tahun, sejak awal punya prinsip: tak ingin bersenggolan dengan suap. Buktinya, Juni 1976 ketika skandal Lockheed yang melibatkan Perdana Menteri Kakuei Tanaka terbongkar. Kono kecewa, ia keluar dari partai dan mendirikan Klub Liberal Baru dengan panji-panji "menghapuskan suap". Ketika LDP kehilangan suara mayoritas, tujuh tahun kemudian, Klub Liberal diajak bergabung membentuk koalisi. Belakangan partai berhasil membujuk Kono membubarkan klubnya untuk bergabung. Dwi Setyo Irwanto (Jakarta) dan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini