Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Duri-duri dalam koalisi

Sulit bagi pemerintah koalisi untuk menunjuk perdana menteri baru. anggota koalisi akan saling berebut kursi itu. persatuan mereka sungguh rapuh.

16 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMATERASU Omikami sepertinya sedang marah pada bangsa Jepang. Dewa matahari pujaan bangsa samurai ini tampaknya membiarkan saja berbagai masalah silih berganti menghantam. Urusan perang dagang dengan Amerika belum tuntas. Korea Utara, yang konon membidikkan bom nuklirnya ke Jepang, juga belum dijinakkan. Ekonomi masih sempoyongan terkena demam fukyo alias resesi. Anggaran pemerintah untuk tahun 1994/1995 juga masih tersangkut di parlemen -- belum disahkan. Dalam situasi begini, Jepang malah harus kehilangan pemimpin, si Hosokawa. Betul-betul krisis. Berapa lama krisis ini akan segera berlalu, tak ada orang yang berani memastikan. Untungnya, ada tekad dari partai-partai yang saat ini berkoalisi dan berkuasa di Jepang. "Kami akan membentuk pemerintah baru dalam waktu seminggu," kata Sekjen Partai Sosialis Jepang Wataru Kubo. Rasanya, pernyataan Kubo ini agak sulit diwujudkan mengingat betapa rapuhnya jalinan persatuan di kalangan anggota koalisi. Pemerintah koalisi yang memerintah Jepang sejak Agustus tahun lalu ini terdiri dari delapan partai. Celakanya, ideologi mereka tak satu asas. Ada yang beraliran konservatif kanan, seperti partai Shinseito yang berisi para pembelot dari Partai Liberal Demokrat (LDP) yang sebelumnya berkuasa. Ada juga yang keras beraliran kiri, misalnya saja Partai Sosialis Jepang (JSP) yang sudah beroposisi selama 45 tahun sebelum bergabung ke dalam koalisi untuk bersama-sama memerintah Jepang. Tak pelak lagi, kerapuhan ini menimbulkan percekcokan terus- menerus. Itu juga sebabnya mengapa Perdana Menteri Hosokawa tak bisa mendirikan sebuah pemerintah yang kuat, berasas tunggal dalam ide, dan cukup berwibawa menghadapi LDP yang masih sangat kuat sebagai oposisi. Akibatnya, sering kali Hosokawa malah harus menghadapi serangan tajam dari dalam koalisinya sendiri dalam berbagai isu yang sangat sensitif. Desember lalu Hosokawa mengizinkan impor beras akibat panen yang buruk dan juga sebagai konsesi untuk memenuhi ketentuan GATT (Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan). Selain diterpa kecaman dari luar, ia juga dihajar habis oleh JSP yang mati-matian menentang impor beras. Lalu saat Hosokawa mengajukan undang-undang reformasi politik -- yang menjadi tema sentral kampanyenya tahun lalu -- adalah JSP pula yang menikamnya dari belakang sehingga rancangan undang-undang ini ditolak Majelis Tinggi. Akibatnya, Hosokawa mesti melakukan perundingan dengan LDP untuk mengubah bagian- bagian penting reformasi yang akhirnya jadi kehilangan gereget dan memudar. Tentangan anggota koalisi pada Hosokawa juga tampak ketika ia mengajukan rancangan pajak pertambahan nilai sebesar tujuh persen. Padahal, pajak baru ini penting jika Jepang ingin selamat dari resesi. Pajak baru yang relatif lebih merata ini bisa dijadikan sebagai pengganti diturunkannya tarif pajak pendapatan yang diharapkan bisa merangsang pertumbuhan ekonomi. Dalam isu-isu luar negeri pun, koalisi juga tidak kompak. Dalam isu Korea, misalnya, sudah bukan rahasia lagi jika JSP yang berhaluan kiri dinilai lebih memihak Korea Utara sehingga menyulitkan pemerintah mengambil keputusan. Bisa diduga, percekcokan dalam tubuh koalisi akan marak dalam perundingan untuk menentukan siapa yang bakal menjadi pengganti Hosokawa. Sudah ada bisik-bisik di kalangan Shinseito dan Komeito -- yang juga dijuluki kelompok Ichi-Ichi -- untuk membujuk pentolan LDP, Michio Watanabe, agar membelot dan menjadi perdana menteri untuk koalisi. Syaratnya, Watanabe diminta membawa 100 suara anggota LDP agar Komeito dan Shinseito mencapai mayoritas tanpa harus berkoalisi lagi dengan rekan-rekan lamanya. Watanabe sendiri tampak menunjukkan minatnya. Tapi jalan buat Watanabe belum tentu mulus karena pembelotan ini sulit mendapat dukungan cukup. Maka calon lain yang bisa muncul adalah Menteri Luar Negeri Tsutomu Hata yang juga dijagokan Ichi-Ichi. Namun, Komeito dan Shinseito tanpa dukungan dari luar tak mungkin mewujudkan ambisinya, jumlah kursi kedua partai ini cuma 112, jauh di bawah 255 suara yang dibutuhkan. Karena itu, mereka harus membujuk anggota koalisi lain untuk mendukung Hata. Di sinilah Hata diperkirakan menemui hambatan. Partai Sosialis Demokrat sudah terang-terangan menentang pencalonan Hata yang dinilai terlalu dipengaruhi oleh Ichiro Ozawa, Sekjen Shinseito yang selama ini dikenal sebagai tokoh di balik layar yang sangat berpengaruh. "Kami tak rela melihat Ozawa dan kawan-kawannya merajalela di kabinet," tutur Ketua Partai Sosialis Demokrat Ouchi Keigo. Sosialis Demokrat bersama Sakigake tampaknya bakal mencalonkan Masayoshi Takemura, Ketua Sakigake yang juga kepala staf Perdana Menteri Hosokawa. Keruwetan ini masih belum cukup. JSP, yang punya kursi paling banyak dibanding anggota koalisi lain, merasa paling berhak. Sekjennya, Wataru Kubo, pagi-pagi langsung menembak, "Ketua JSP, Tomoichi Murayama, adalah orang yang paling berhak menjadi perdana menteri." JSP dengan 74 kursi miliknya memang layak untuk menepuk dada. Banyak pihak memerlukan dukungan JSP untuk mencapai mayoritas. Melihat konstelasi yang begini rumit, bukan mustahil masing- masing bakal ngotot dengan jagonya. Buntutnya, Jepang akan mengalami krisis politik dan kekosongan kekuasaan yang berkepanjangan. Pemerintah baru yang terbentuk bisa dipastikan akan sangat lemah dan mudah jatuh karena tak disokong oleh sebuah koalisi yang kukuh dan bersatu. Apalagi tokoh yang benar-benar bersih dan bebas skandal adalah barang langka di dunia politik, baik di Jepang maupun di mana saja.Yopie Hidayat (Jakarta) & Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum