Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Elang Laut di Leher Pakatan

Kepuasan publik atas kinerja pemerintah Pakatan Harapan di Malaysia turun. Faktor terbesarnya soal ekonomi.

18 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setahun lalu, penyurvei tanah Malaysia, Muhammad Nur Aliff, berharap besar kemenangan koalisi partai oposisi Pakatan Harapan dapat menjadi katalisator untuk reformasi dan kebangkitan kembali negara yang tertatih-tatih akibat korupsi dan utang publik yang tinggi itu. “Banyak anak muda menaruh banyak harapan kepada pemerintah baru ini. Tapi kami belum melihat apa pun yang kami harapkan,” kata pria 28 tahun itu dalam aksi protes bersama ratusan orang Melayu lain di Kuala Lumpur, awal Mei lalu, seperti dilansir Reuters.

Pakatan Harapan genap setahun me--me-rintah pada 9 Mei lalu setelah pada pe-milihan umum 2018 mengalahkan koalisi Barisan Nasional, yang berkuasa lebih dari 60 tahun. Koalisi yang terdiri atas Partai Keadilan Rakyat, Partai Aksi Demokratik, Partai Pribumi Bersatu Malaysia, dan Partai Amanah Negara itu mengusung politikus dan birokrat veteran Mahathir Mohamad, 93 tahun, sebagai perdana menteri.

Kekhawatiran Alif tecermin dari hasil survei Merdeka Center yang dirilis pada April lalu. Dari 1.214 responden, soal ekonomi menjadi perhatian utama para pe--milih, yaitu 63 persen. Hasil survei itu juga menunjukkan 46 persen responden menilai pemerintah baru ini menuju arah yang salah, sementara 34 persen ber-pen-dapat sebaliknya.

Menurut responden, pemerintah berada di jalur yang salah dalam soal ekonomi (25 persen) dan janji kampanye yang tak ditepati (10 persen). Dukungan terhadap pemerintah pun turun dari 66 persen pada Agustus 2018 menjadi 39 persen pada Maret lalu. Popularitas Mahathir juga merosot dari 71 persen menjadi 46 persen.

Direktur Program Merdeka Center Ibra-him Suffian mengaku tidak terkejut melihat hasil survei ini. Pakatan Harapan hanya memperoleh kurang dari 25 persen suara dari kelompok etnis Melayu, yang mencapai 60 persen populasi. Sebagian besar penilaian negatif berasal dari orang Melayu.

“Selain itu, para pemimpin Pakatan Ha-ra-pan umumnya tidak berharap menang sehingga mereka membuat janji besar, se-perti memperbaiki skema pinjaman pe--lajar dan mengendalikan harga. Janji-janji ini sulit dipenuhi, terutama ketika keadaan keuangan pemerintah ternyata lebih le-mah daripada perkiraan sebelumnya,” tutur Ibrahim kepada Tempo.

Ibrahim mengaku cukup optimistis ter-hadap reformasi yang sedang berlangsung di negara berpenduduk 12 juta jiwa itu. Survei Merdeka Center pun menyatakan 67 persen responden berpendapat Pa-ka-tan Harapan perlu waktu lebih untuk mem-buktikan janji-janji kampanyenya.

Menurut sebuah survei pada April lalu terhadap 250 pengusaha oleh Ipsos Business Consulting, sentimen bisnis me-mang mereda setelah ada optimisme awal menyusul kemenangan Pakatan da--lam pemilu, yang terutama disebabkan oleh kurangnya konsensus mengenai jalan ke depan bagi perekonomian. “Ber-lan-jutnya ketidakjelasan kebijakan eko-nomi dapat menyebabkan peningkatan ke-ce-masan di kalangan bisnis dan makin mengintensifkan ketakutan akan adanya perlambatan ekonomi,” begitu laporan perusahaan itu seperti dilansir Reuters.

Para investor dalam survei Ipsos juga menyatakan keprihatinan atas fluktuasi mata uang dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Nilai ringgit merosot tahun ini dan saham berkinerja di bawah rival regional. Malaysia harus mengisi ke-kurangan pendapatan yang berasal dari kebijakan populis penghapusan pajak barang dan jasa (GST) sebesar 5 persen pada tahun lalu, sementara upaya mendapatkan dukungan dari badan usaha milik negara belum memadai.

Elang Laut di Leher Pakatan

Maret lalu, bank sentral Malaysia me--mangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dari 4,9 persen menjadi 4,3-4,8 per-sen di tengah ekspektasi penurunan sig-nifikan dalam ekspansi ekspor karena per-lambatan pertumbuhan global akibat perang dagang Cina dengan Amerika Serikat.

Pengajar Universiti Malaysia Sarawak, Doktor Jeniri, mengatakan temuan dalam survei ini mencerminkan sentimen di lapangan terhadap pemerintah. Turunnya kepercayaan kepada pemerintah di--se-bab-kan oleh sejumlah faktor. Salah satunya ke-gagalan memenuhi janji-janji dalam ma-nifesto, terutama soal biaya hidup dan perbaikan kualitas hidup. “Elang laut (beban) yang tergantung di leher Pakatan Harapan adalah soal biaya hidup,” tuturnya kepada Tempo. Hal lain, dia menambahkan, kinerja para menteri yang biasa-biasa saja turut mempengaruhi peringkat karena sebagian besar merupakan orang baru di pos jabatannya.

Mahathir menyadari ketidakpuasan -pu-b--lik ini. Dalam pidato yang menandai se-tahun pemerintahannya, Kamis, 9 Mei lalu, ia menyatakan banyak rencana pem-bangunan yang diusulkan terhambat ka-rena kas pemerintah yang menipis. “Kami sadar ada banyak orang yang tidak puas dan menuduh pemerintah gagal me-menuhi beberapa janji dalam ma-nifesto kami,” ujarnya. “Tapi prioritas ka-mi ber-ubah ketika kami menemukan ke--ru-sakan yang ditinggalkan terlalu parah dan ada ke-butuhan untuk mengatasinya lebih dulu.”

Mahathir menyalahkan pemerintah se-belumnya, yang dipimpin Najib Razak, atas utang pemerintah yang membengkak lebih dari 1 triliun ringgit (US$ 240,1 miliar). Ini ter-masuk megakorupsi 1Malaysia De-ve-lop-ment Berhad (1MDB), yang kini masih dalam proses hukum.

Akhir April lalu, Malaysia mengaku telah men-dapatkan US$ 322 juta dari penjualan aset terkait dengan 1MDB yang disita ne-gara-negara di seluruh dunia. Menurut Mahathir, pemerintah juga berhasil me-nyelamatkan 22,8 miliar ringgit (US$ 5,49 miliar) setelah menegosiasikan kembali kontrak infrastruktur mahal yang disetujui Najib, selain dari penindakan kasus ko-rupsi.

Mengumumkan model ekonomi “ke--mak-muran bersama”, Mahathir me--nga-ta-kan pemerintah berencana me--ning-kat--kan standar hidup dan daya beli serta me-ngurangi kesenjangan antarkelas dan antar-etnis. “Tujuan kemakmuran bersama adalah menyediakan standar hidup yang la-yak untuk semua orang Malaysia,” kata-nya.

Pemberantasan korupsi merupakan sa-lah satu prestasi Pakatan dalam kinerja satu tahunnya ini. Survei Merdeka Center me-nunjukkan kekhawatiran terhadap korupsi menurun dari 33 persen pada Agustus 2018 menjadi 23 persen pada Maret lalu. Menurut Ibrahim Suffian, publik puas dalam hal tersebut. “Tidak hanya kasus terhadap Najib (soal 1MDB), tapi juga tindakan yang sangat nyata terhadap pejabat pemerintah (yang melakukan korupsi) dan usul langkah untuk membuat Komisi Antikorupsi lebih mandiri,” ujar-nya. Namun, Ibrahim menambahkan, se-mua tindakan itu tidak mengesankan bagi pemilih Melayu, yang lebih berfokus pada janji ekonomi.

Jeniri setuju dengan Ibrahim soal ini. “Pakatan Harapan sedang mencoba level ter-baiknya untuk mempraktikkan tata pe-merintahan yang baik seperti yang dijanjikan. Pakatan juga mencoba meng-implementasikan reformasi kelembagaan, khususnya dalam menerapkan doktrin pemisahan kekuasaan,” ucapnya.

Soal lain adalah ruang publik dan ke--be-basan pers yang lebih besar sehingga pe-ringkat Malaysia dalam laporan Reporters Without Borders 2019 membaik, yakni dari posisi ke-145 pada 2018 menjadi ke-123. “Tapi Pakatan Harapan agak lambat dalam mencabut undang-undang terkait dengan media dan komunikasi, seperti Undang-Undang Pers dan Publikasi 1984 serta Undang-Undang Penghasutan 1948.”

Meski begitu, Jeniri menambahkan, “Korupsi bukanlah segalanya. Bagi orang biasa di jalanan, yang penting adalah ba-gai-mana makanan tersaji di atas meja.”

ABDUL MANAN (REUTERS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus