Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eropa meningkatkan dorongan mereka untuk mengamankan pasokan energi alternatif di tengah kekhawatiran atas pemutusan gas alam sepenuhnya oleh Rusia. Para pucuk pimpinan dari Italia, Prancis dan Uni Eropa segera menyegel kesepakatan dengan Aljazair, Azerbaijan, dan Uni Emirat Arab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perdana Menteri Italia Mario Draghi mengunjungi ibu kota Aljazair, Aljir, pada Senin kemarin, 18 Juli 2022. Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengatakan kesepakatan gas senilai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun akan ditandatangani Selasa, 19 Juli 2022 waktu setempat.
“Aljazair adalah mitra yang sangat penting bagi Italia, di sektor energi, di bidang industri dan bisnis, dalam perang melawan kriminalitas, dan dalam mencari perdamaian dan stabilitas di Mediterania,” kata Draghi.
Sebelumnya pada Senin, 18 Juli 2022, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berada di Azerbaijan untuk mengunci kesepakatan dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev. Von der Leyen berharap bisa terjadi peningkatan pasokan gas dari pecahan Uni Soviet itu.
Dengan kesepakatan yang masih tentatif, Uni Eropa berharap bisa menggandakan impor gas dari Azerbaijan melalui Koridor Gas Selatan dalam waktu setengah dekade. Uni Eropa mengatakan perjanjian itu juga memiliki jaminan untuk pasokan energi hijau.
"Ini adalah kabar baik untuk pasokan gas kami musim dingin ini dan seterusnya," kata von der Leyen.
Di sisi lain, BUMN bidang gas asal Rusia, Gazprom sudah menyampaikan kepada Eropa, bahwa mereka tidak dapat menjamin pasokan di tengah persaingan ekonomi dengan Barat atas invasi Moskow ke Ukraina.
BUMN Rusia itu mengatakan dalam sebuah surat tertanggal 14 Juli 2022, menyatakan kalau 'force majeure' pada pasokan gas secara surut mulai 14 Juni lalu. Berita itu muncul ketika Nord Stream 1, pipa utama yang mengirimkan gas Rusia ke Jerman dan sekitarnya, menjalani 10 hari perawatan tahunan yang akan dijadwalkan akan berakhir pada Kamis ini.
Force majeure merupakan standar dalam kontrak bisnis. Istilahnya dipakai dalam keadaan ekstrem, di luar kuasa kontrak, yang dapat membebaskan satu pihak dari kewajiban hukum mereka. Deklarasi tersebut bukan berarti Gazprom perlu menghentikan pengiriman, melainkan tidak bertanggung jawab jika gagal memenuhi persyaratan kontrak.
Surat itu menambah kekhawatiran bagi Eropa kalau Moskow mungkin saja tidak mengembalikan jaringan pipanya pada akhir periode pemeliharaan sebagai balasan atas sanksi yang dikenakan pada negara itu. Krisis energi di Eropa berisiko membawa kawasan itu jatuh ke dalam resesi.
Ketika Uni Eropa dan Italia ingin menguncui kesepakatan gas, Presiden Prancis Emmanuel Macron menjamu pemimpin Uni Emirat Arab di Paris untuk memastikan pasokan energi dari negara Teluk yang kaya minyak itu.
Macron dan Mohammed bin Zayed Al Nahyan menandatangani perjanjian bilateral tentang hidrokarbon dan jaminan untuk pasokan hidrokarbon ke Prancis. Seorang pejabat di kepresidenan Prancis yang tidak ingin disebutkan namanya, membocorkan hal ini pada wartawan.
Setelah Rusia menginvasi Ukraina, negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, menjatuhkan sanksi ke Moskow sebagai bentuk kecaman. Salah satu paket sanksinya adalah menyingkirkan Rusia dari sistem perbankan dunia dan mengurangi pembelian minyak ke Rusia.
Uni Eropa pada akhirnya ikut memberlakukan kebijakan sama (menjatuhkan sanksi). Terbaru pada awal Juni 2022 lalu, Uni Eropa sepakat mengembargo minyak Rusia.
Sebagian besar negara anggota Uni Eropa setuju untuk secara bertahap menghentikan impor minyak Rusia walau awalnya mendapat protes dari negara seperti Hungaria. Eropa merupakan konsumen energi terbesar Rusia.
THE INDEPENDENT | REUTERS
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.