Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO - Negara-negara Eropa melirik Afrika untuk mencari sumber gas sebagai alternatif gas Rusia. Eropa sedang berusaha mengurangi ketergantungannya pada gas alam Rusia untuk menghidupkan pabrik, menghasilkan listrik, dan menghangatkan rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemimpin Polandia dan Jerman telah mengunjungi proyek gas alam cair di lepas Pantai barat Afrika. Meski baru selesai 80 persen, prospek pemasok energi baru itu telah menarik minat kedua negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ladang gas di dekat garis pantai Senegal dan Mauritania diperkirakan mengandung sekitar 15 triliun kaki kubik (425 miliar meter kubik) gas, lima kali lebih banyak dari yang digunakan Jerman, yang bergantung pada gas, sepanjang 2019. Namun produksinya diperkirakan belum akan dimulai sampai akhir 2023.
Hal itu tidak akan membantu menyelesaikan krisis energi Eropa yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina. Namun Gordon Birrell, seorang eksekutif untuk rekan pengembang proyek BP, mengatakan pembangunan tidak bisa lebih cepat.
“Peristiwa dunia saat ini menunjukkan peran penting (gas) dalam menopang keamanan energi negara dan kawasan,” kata dia dalam pertemuan industri energi di Afrika Barat pada bulan lalu seperti dikutip Al Jazeera, Rabu, 12 Oktober 2022.
Afrika memiliki cadangan gas melimpah dan negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair memiliki jaringan pipa yang sudah terhubung ke Eropa. Namun kurangnya infrastruktur dan kendala keamanan menghalangi produsen di bagian lain benua itu untuk meningkatkan ekspor.
Horatius Egua, juru bicara Menteri Perminyakan Nigeria mengatakan negaranya memiliki cadangan gas alam terbesar di Afrika meskipun hanya menyumbang 14 persen dari impor gas alam cair ke Uni Eropa melalui kapal.
Negara-negara menjanjikan lainnya seperti Mozambik telah menemukan cadangan gas yang besar, tetapi proyek-proyek tersebut terhambat oleh kekerasan dari kelompok-kelompok bersenjata.
Negara-negara Eropa berebut mengamankan sumber-sumber alternatif karena Moskow telah mengurangi aliran gas alam ke negara-negara Uni Eropa. Keputusan Rusia itu memicu lonjakan harga energi dan meningkatnya ekspektasi resesi. Menteri energi 27 negara Uni Eropa bertemu pekan ini untuk membahas batas harga gas menghadapi kemungkinan Rusia menghentikan secara total pasokan gas ke negara mereka.
Para pemimpin Eropa telah mengunjungi negara-negara seperti Norwegia, Qatar, Azerbaijan, dan terutama negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair yang memiliki pipa hingga ke Italia dan Spanyol. Italia telah menandatangani kesepakatan gas senilai US$ 4 miliar dengan Aljazair pada Juli lalu, sebulan setelah Mesir mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa dan Israel untuk meningkatkan penjualan gas alam cair (LNG). Angola juga telah menandatangani kesepakatan gas dengan Italia.
Aljazair adalah pemasok utama dan Mesir menyumbang 60 persen dari produksi gas alam di Afrika pada 2020. Namun Mahfoud Kaoubi, profesor ekonomi dan spesialis masalah energi di University of Algiers, mengatakan produksinya tidak dapat mengimbangi gas Rusia ke Eropa.
“Rusia memiliki produksi tahunan 270 miliar meter kubik, sangat besar,” kata Kaoubi. “Aljazair memproduksi 120 miliar meter kubik, di mana 70,50 persennya untuk konsumsi dalam negeri.”
Tom Purdie, analis gas Eropa, Timur Tengah, dan Afrika di S&P Global Commodity Insights, mengatakan tahun ini Aljazair diperkirakan mengekspor gas alam cair melalui pipa sebesar 31,8 miliar meter kubik “Kekhawatiran utama di sini seputar level peningkatan produksi yang dapat dicapai dan dampak permintaan domestik.”
AL JAZEERA