Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok etnis minoritas Myanmar pada Sabtu, 20 Februari 2021, melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk penolakan atas kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi. Unjuk rasa oleh kelompok minoritas itu cukup mengejutkan mengingat Suu Kyi belum memperlihatkan komitmennya memberikan status daerah otonomi pada wilayah tempat tinggal kelompok etnis – etnis minoritas tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam unjuk rasa Sabtu, 20 Februari 2021, anak-anak muda di Kota Yangon membawa sebuah cincin tradisi mereka dan meletakkan bunga di pemakaman seorang demonstran perempuan yang tewas di tembak dibagian kepalanya dalam unjuk rasa akhir pekan lalu.
Sejumlah pengunjuk rasa turun ke jalan saat memprotes aksi kudeta militer di Yangon, Myanmar, 19 Februari 2021. Militer Mynamar menuduh kemenangan partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) di Pemilu November 2020 curang. Suu Kyi juga ditangkap dengan dakwaan baru. REUTERS/Stringer
Demonstran menuntut agar pemerintahan terpilih, dipulihkan. Bukan hanya itu, mereka juga menuntut agar Suu Kyi dan tahanan politik lainnya dibebaskan. Pengunjuk rasa menuntut pula agar konstitusi 2008 yang memberikan peran utama pada militer dalam politik Myanmar, dihapuskan.
Gelombang unjuk rasa di Myanmar dipicu oleh kudeta militer pada 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan terpilih. Demonstran skeptis dengan janji militer Myanmar yang akan menyelenggarakan pemilu dan menyerahkan kekuasaan pada pemenang pemilu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyebut Negara Abang Sam tersebut sedih dengan jatuhnya korban jiwa dalam unjuk rasa di Myanmar dan mengutuk penggunaan kekuatan militer dalam menghadapi demonstran.
Sedangkan militer Myanmar mengatakan satu aparat kepolisian meninggal akibat luka-luka yang dialaminya dalam mengamankan aksi protes.
Ke Jung, pemimpin muda dari etnis minoritas Naga dan pengkoordinir unjuk rasa kelompok-kelompok minoritas di Yangon, mengatakan mereka yang turun ke jalan juga menuntut sebuah sistem federal.
“Kita tidak bisa membentuk sebuah negara federal di bawah kediktatoran. Kami tidak bisa menerima Junta,” kata Jung.
Myanmar sudah lama mengalami pemberontakan oleh fraksi-fraksi etnis minoritas tak lama setelah negara itu merdeka dari Inggris pada 1948. Angkatan Darat Myanmar sudah lama memproklamasikan diri sebagai satu-satunya institusi yang mampu menjaga persatuan nasional.
Sumber: Reuters