LONCENG-lonceng gereja berdentangan di segala pelosok republik di pinggir Laut Baltik, mengiringi sejuta orang yang bergandeng tangan selama 15 menit. Rantai sepanjang 600 km -- dari Vilnius, ibu kota Republik Lithuania, melintasi Republik Latvia, sampai Tallin, ibu kota Republik Estonia -- itu terdiri atas lebih dari sejuta orang. Teater protes yang kolosal itu sengaja digelar, Rabu malam pekan lalu, untuk memperingati 50 tahun perjanjian rahasia Soviet dengan pemerintah Nazi Jerman. Segera, Sabtu pekan lalu Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet mengumumkan pernyataan yang mengecam aksi di ketiga republik itu. Peristiwa "telah berkembang terlalu jauh," bisa mengakibatkan "meledaknya kerusuhan massa yang berakibat jatuhnya korban." Juga disiratkan, bila memang perkembangan tak terkendali, diperlukan tindakan "untuk membersihkan proses perestroika dari para ekstremis Baltik yang cenderung jadi perusak." Semangat nasionalisme rakyat di ketiga republik itu terpancing beberapa pekan lalu, ketika Kremlin mengakui adanya perjanjian rahasia pada 1939, yang diprakarsai oleh Stalin dan Hitler. Perjanjian itu mengatur pembagian kekuasaan antara Jerman dan Soviet di seluruh daratan Eropa. Nah, menurut rancangan pernyataan politik komisi khusus parlemen Lithuania. perjanjian itu membuat Soviet memberangus kemerdekaan kawasan Laut Baltik pada 1940. "Stalinisme dan Hitlerisme telah menghancurkan kemerdekaan banyak negara," termasuk Estonia, Lithuania, dan Latvia, kata petikan pernyataan itU. Tapi, Alexander Yakov, anggota Politbiro Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) dan ketua komisi penyidikan perjanjian Hitler-Stalin, membantah adanya hubungan antara ulah kedua tokoh itu dan pemasukan kawasan Laut Baltik ke dalam Uni Soviet. Tentunya Yakov mendukung Ketua Departemen Luar Negeri Komite Sntral PKUS yang berpendapat, "Usaha mengubah perbatasan kawasan Eropa Timur bisa punya dampak berbahaya." Untuk meredakan amarah rakyat, PKUS menyiapkan sebuah dokumen politik yang memberikan otonomi lebih luas kepada semua republik di Soviet. Sebaliknya, PKUS juga mencoba menenteramkan hati orang-orang Rusia yang jadi minoritas di republik-republik non-Rusia Maklum, belakangan ini, mereka dicurigai oleh rakyat setempat sebagai ujung tombak Rusianisasi. Beberapa hari lalu Moskow mengimbau parlemen Estonia untuk mengubah undang-undangnya yang menjurus ke diskriminasi . Masalah ini, tentu, jadi tantangan buat Mikhail Gorbachev, yang diberitakan sedang berada di peristirahatan, pekan lalu: bagaimana ia menyelesaikannya sesuai dengan glasnost, dengan tetap mempertahankan Uni Soviet yang utuh.Pr
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini