MALAM sudah turun di Teluk Persia, ketika kapal Iran Ajr tertangkap basah menyebar ranjau di kawasan internasional, 50 mil timur laut Bahrain. Tentara AS yang bertugas malam itu langsung membuka serangan roket dan senapan mesin. Tiga awak Iran Ajr tersuruk tak bernyawa. Sisanya, 26 orang, diseret bersama kapalnya (berbobot 1.662 ton), oleh pasukan AS yang keberadaannya di kawasan itu didukung 32 kapal perang, berikut 24 ribu personel. Selasa keesokannya, fregat Jarrett melepaskan tembakan pula ke arah hovercraft Iran yang menolak disetop oleh marinir AS itu. Tak ada korban, karena hovercraft tersebut segera berbelok dan melarikan diri. Tindakan itu, menurut Presiden Ronald Reagan, "Dilakukan di perairan internasional maka dilindungi hukum." Ia menolak anggapan yang menyebutkan bahwa dengan begitu AS telah lebih dulu menggali kapak perang. Bahkan Menteri Pertahanan Caspar Weinberger secara terang-terang menyebutkan, kehadiran armada AS dan serangan terhadap Iran Ajr hanya sebuah pembenaran untuk menghadapi semangat permusuhan. "Kalau semangat permusuhan sudah dikobarkan dan kami melihat ranjau-ranjau ditebar, seperti yang dilakukan Iran itu, maka kami berwenang untuk mengamankan kepentingan Amerika," katanya. Keterangan ini disusul pernyataan seorang pejabat pemerintah, yang menilai bahwa niat Senat untuk membatasi operasi pengawalan tangker di Teluk, adalah absurd." Kendati demikian, kedua pihak Iran dan AS -- masih menahan diri untuk tidak menarik picu lebih dalam. Yang terjadi kemudian justru tarik urat di Majelis Umum PBB, Selasa pekan lalu. Presiden Ali Khamenei, satu-satunya pejabat Iran tertinggi yang pernah ke forum itu sejak Revolusi 1979, menyuarakan kegeramannya. "Saya umumkan di sini, secara lurussaja, bahwa kelakuan buruk AS tersebut layak ditebus dengan bayaran setimpal," demikian antara lain ia sesumbar. Di matanya, AS, bersama para sekutunya, telah mengubah Teluk menjadi semacam tong mesiu yang setiap saat bisa meledak. Merasa kupingnya panas, enam orang delegasi AS langsung keluar dari ruang sidang. "Tentu saja kami tak mungkin hanya berpangku tangan, ketika negeri kami dihina dan presiden dipermalukan di muka umum," kilah Herbert S. Okun, satu di antara enam orang itu. Menlu AS George Shultz, yang diharapkan hadir, tak nampak hari itu. Hari sebelumnya, Senin, sementara helikopter AS menghantam Iran Ajr, PresidenReagan di forum PBB itu menyuarakan lagi keinginannya. Ia mengharap agar Iran secara tegas menyatakan sikap, menerima Resolusi 598 dari Dewan Keamanan -- tentang gencatan senjata di Teluk -- atau menolaknya. Jika memang menolak, apa boleh buat, "Tak ada pilihan lain bagi Dewan Keamanan, kecuali dengan segera menegakkan aturan," kata Reagan. Dan aturan itu, tak lain, maunya sejajar dengan kehendak AS, yaitu perlunya embargo penjualan senjata ke Iran secara internasional. Suatu hal yang mustahil akan disetujui begitu saja oleh Soviet, apalagi RRC. Di kawasan Teluk sendiri, armada perang yang pasang kuda-kuda makin banyak saja. Di luar pasukan AS, yang pekan lalu kedatangan menteri pertahanannya, Caspar Weinberger, negara-negara Eropa Barat tak segan-segan lagi unjuk kekuatan. Prancis sudah menyiagakan 15 kapal perang, Inggris 10, Italia 8, dan gabungan Belanda-Belgia 5. Semua pihak meraa berkepentingan mengamankan jalur minyak diperairan internasional, di dekat lokasi baku tembak antara Iran dan Irak. Dan ini semata-mata karena 20% mobilitas minyak internasional melewati jalur ini. Akan halnya Iran Ajr, kapal Iran yang nahas itu, sudah pekan lalu ditenggelamkan oleh pasukan AS, bersamaan dengan kedatangan Weinberger ke kawasan itu. Kapal yang dijadikan barang bukti itu kini sudah terbenam di perairan sedalam hampir seratus meter, 64 km dari Semenanjung Qatar atau 116 km dari Iran. Para awaknya, yang hidup dan ketiga Jenazah rekan mereka, diserahkan ke pihak Iran. Acara hibah diselenggarakan di bandara Seeb, 40 km barat laut Muscat. Dari tengah laut diangkut dengan dua helikopter AS, orang-orang malang itu kemudian dijemput oleh sebuah pesawat angkatan udara negeri mereka. Iran, sembari terus menghamburkan roket ke kubu musuh, belakangan sudah memperlihatkan tanda-tanda melunak. Kendati di Majelis Umum PBB Khamenei sempat mencibir Dewan Keamanan sebagai "kantor pembuat akta jual beli yang mubazir", pujiannya atas usaha dan semangat Sekjen Perez de Cuellar tak pula ia pendam. Khamenei tidak lagi ngotot supaya Presiden Saddam Hussein disingkirkan, seperti dulu. Bagi mereka, yang lebih penting kini adalah sebuah upaya -- semacam penyidikan -- untuk menentukan bahwa Irak jelas bersalah, hingga perang tujuh tahun lalu itu pecah. Nada rendah Iran ini tersingkap dari laporan Perez de Cuellar ke Dewan Keamanan, 17 September lalu sepulangnya dari kunjungan ke Iran dan Irak. Kabar terakhir menyebutkan, De Cuellar mulai naik daun dalam menangani perkara ini. Soalnya, lima anggota tetap Dewan Keamanan -- Inggris, Prancis, AS, US, dan RRC -- sudah mendukung usaha damai rintisan De Cuellar. Ini tersirat dari pidato Menlu Soviet Eduard Shevardnadze dan Menlu RRC Wu Xuejian yang sama-sama menekankan perlunya penyidikan untuk mengungkapkan asal-usul Perang Teluk, tanpa harus menunggu gencatan senjata lebih dulu. Bahkan kalau perlu boleh seiring. Sikap ini diambil RRC dan Soviet, mungkin hanya karena ingin tetap terhormat sebagai anggota Dewan Keamanan, tanpa harus mengorbankan hubungan baiknya dengan Teheran. Kini tergantung bagaimana AS, mau kompromi seperti itu atau tetap mengangkangi Teluk dengan caranya sendiri. Mohamad Cholid, kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini