KOLONEL Muammar Qadhafi mengadakan eksperimen baru. Sesudah tentaranya kalah di medan perang Chad, pemimpin kontroversial ini cepat bertindak. Ia mengimpor pasukan dari Libanon, khusus untuk memperkuat pertahanan di Jalur Aouzou -- wilayah yang disengketakan Libya dan Chad. Senin pekan lalu rombongan pertama sebanyak 1.050 tentara, meninggalkan Libanon menuju Jalur Aouzou. Kelompok geriIya Palestina dan Muslim Suni -- yang mengirim 50 orang untuk kesempatan pertama ini -- berangkat melalui pelabuhan Sidon, Libanon Selatan. Kepergian mereka tak semeriah keberangkatan 1.000 pasukan milisi kiri Partai Progresif Sosialis (PSP) pimpinan Walid Jumblatt. Acara perpisahan malam Ahad dua pekan lalu di Ain Zhalta, cukup ingar-bingar. Maklum, dari 1.000 milisi --sewaan itu, 800 orang berasal dari suku Druze. Sisanya merupakan pasukan Partai Komunis Libanon. Pemimpin Druze, Walid Jumblatt, pada kesempatan itu sesumbar tentang perlunya membantu perjuangan Libya atas dasar Pan-Arab dan Islam. Untuk membalas jasa saudara-saudara di Libya yang telah banyak membantu kita dalam perang melawan serangan musuh," begitu pesan Jumblatt kepada pasukan yang hendak ke Libya itu. Toh, kepada wartawan Jumblatt mengaku beroleh senjata dan imbalan uang yang memadai dari Libya. Qadhafi menjanjikan gaji US$ 1.000 (sekitar Rp 1.635.000) per bulan bagi perwira, US$ 700 buat bintara, dan US$ 500 untuk tamtama. Selain itu, bagi yang tewas, keluarganya akan mendapat santunan US$ 20.000. Dengan iming-iming dana yang tidak sedikit itu, pemimpin Libya ini berusaha menarik lebih banyak lagi pasukan berpengalaman. Khususnya mereka yang ahli menangani senjata mortir dan artileri. Tawaran Libya tak ubahnya pucuk dicinta ulam tiba bagi Jumblatt, yang belakangan ini semakin sulit membiayai 5.000 pasukan bersenjata Druze. Kelompok-kelompok milisi yang ada di Libanon, sejak kehadiran pasukan perdamaian Syria, awal tahun ini memang lebih banyak menganggur. Lagi pula, perekonomian Libanon, yang 12 tahun diguncang perang saudara, tengah berada di ambang kehancuran. Tak aneh jika seorang milisi Druze yang disewa Libya itu berkomentar, "Saya sudah muak dengan kehidupan sulit di Libanon." Tampaknya, Qadhafi tak akan kekurangan tentara yang bisa disewa dari Libanon. Belum jelas berapa banyak lagi tentara yang diperlukannya. Tapi apakah milisi Libanon itu cukup canggih di Jalur Aouzou? Inilah yang harus dibuktikan dulu, terutama karena medan tempur Chad jauh berbeda dari Libanon. Kendati Rabu pekan lalu Qadhafi menyatakan perang Libya lawan Chad sudah selesai, adanya pasukan sewaan menunjukkan itikad yang bertolak belakang. Apalagi undangan OAU (Organisasi Persatuan Afrika) untuk menghadiri pertemuan dengan Presiden Chad, Hissene Habre, di Lusaka, Rabu lalu ditolak Qadhafi. Seperti diketahui, Libya mengalami kekalahan beruntun di Chad Utara. Awal Agustus silam, di luar dugaan, pasukan Chad berhasil menduduki jalur Aouzou yan selama 14 tahun terakhir dikuasai pasukan Libya. Baru tiga minggu kemudian wilayah sengketa ini dapat direbut kembali oleh tentara Qadhafi. Sejak itu tampaknya Libya rada ngeri juga menghadapi kegarangan pasukan Chad. Apalagi setelah pasukan Habre menerobos masuk wilayah Libya dan menghajar pangkalan udara Maatene-sara awal September lalu (TEMPO, 19 September 1987). Qadhafi, yang sering sesumbar ingin mengubah dunia dengan aksi dan agresinya, pastilah merasa dipermalukan karena peristiwa itu. Dan agar tidak dipermalukan untuk kedua kalinya, Qadhafi buru-buru menyewa milisi Libanon. F.S., laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini