Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gaya Qaddafi Bertetangga

Pembrontakan di chad yang dipimpin oleh goukouni ouddei dan dibantu oleh libya, memancing intervensi AS dan Prancis. (ln)

20 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS jajahan Prancis di jantun Afrika, Chad, kini jadi pentas adu kekuatan bagi Amerika Serikat dan Libya. Washington menilai situasi di kawasan ini "serius" karena Libya mengirimkan 2.000-2.500 tentaranya ke sana. Lengkap dengan artileri berat, tank T-62, dan pesawat tempur buatan Soviet MiG-23 dan Tupolev yang gencar menjatuhkan bom napalm. Di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB, pekan silam, Duta AS Charles Lichenstein menuduh pemimpin Libya Qaddafi ekspansionis, bermusuhan, mengkombinasikan bantuan ekonomi dan militer untuk menumbangkan pemerintah yang sah di Chad. Tuduhan itu dibantah Libya. Terpaksa Presiden Ronald Reagan mengirimkan dua pengintai AWAC, pesawat tempur F-15, juga bazoka udara Redeye. Sementara itu di Teluk Sidra perairan Laut Tengah yang diklaim Qaddafi sebagai wilayahnya, AS telah memerintahkan kapal induk Eisenhoer dan Coral Sea untuk berjaga-jaga. Bantuan AS itu ternyata tak menolong pasukan Presiden Hissene Habre gagal menggunakan Redeye. Maka jatuhlah Kota Faya Largeu, terletak 800 km dari ibu kota Njamena, ke tangan pemberontak yang dipimpin Goukouni Ouddei. Sebelum Rabu pekan silam Faya tercatat sudah beberapa kali pindah tangan. Pasukan Ouddei, yang berkekuatan 5.000 orang itu, merebutnya dari pasukan Habre, 24 Juni. Sebulan kemudian jatuh lagi ke tangan Pemerintah Chad yang sah. Perang saudara yang kini mencabik-cabik Chad sebenarnya tidak mewakili ideologi, ataupun suku. Memang benar, Habre lebih berorientasi ke Barat, dan Ouddei sekutu Qaddafi sejak dulu, tapi seperti yang disimpulkan seorang pengamat, konflik Chad tidak berakar pada itu. Sebab negeri itu sendiri begitu miskinnya, begitu tidak bermutu dan tidak berdaya, hingga tidak menimbulkan minat ataupun selera, bagi negara besar yang mana pun juga. Lalu, apa? Banyak yang menyebut karena kepentingan pribadi Habre dan Ouddei -- keduanya memang sudah lama tak cocok. Chad adalah contoh khas negeri terbelakang di Afrika yang menjadi negara, karena penjajahnya, Prancis, telah menentukan demikian. Batas-batas wilayahnya ditentukan juga oleh Prancis, jadi bukan merupakan batas etnis, ataupun batas yang menjelma karena semangat nasionalisme. Prancis memerdekakan Chad, yang berpenduduk 4,5 juta jiwa, di tahun 1960. Tapi tentaranya mangkal di sana sampai tahun 1976. Negeri itu kemudian dipimpin Francois Tombalbaye, seorang diktator, yang digulingkan pihak militer tahun 1975. Sejak itu konon, perang saudara berkecamuk hampir tak ada hentinya. Dipertahankan oleh tentara yang kurang bisa diandalkan, khususnya di bidang persenjataan, dan dengan pemimpin yang cuma tahu memperjuangkan kepentingan pribadi, Chad boleh dikata berkembang tanpa arah. Tahun 1980, Goukouni Ouddei yang kini pemimpin pemberontak, tampil sebagai presiden. Ia menandatangani persetujuan dengan Libya. Isinya, antara lain membenarkan campur-tangan Qaddafi di Chad, bila saja keamanannya terancam. Kerja sama itu tahun 1981 diperkuat dengan perjanjian yang mencantumkan peluang untuk penggabungan kedua negara. Melihat "bahaya ekspansi" Libya. Prancis dan banyak negara Afrika keberatan terhadap perjanjian itu. Ouddei mengalah, Libyapun menarik mundur tentaranya. Melihat kesempatan baik ini Habre dengan tentaranya bergerak dar arah timur, menaklukkan kota-kota di Chad satu demi satu. Tahun 1982, setelah Ndjamena direbut Habre Ouddei melarikan diri ke hutan. Ia lalu menggalang pemberontak yang dana dan persenjataannya dibantu Libya. Aksi-aksi pengacauannya dimulai sejak Januari selalu mulai dari utara yang berbatasan dengan Libya. Laporan terakhir menyebutkan, pasukan gabungan Ouddel dan anak-anak Qaddafi, merebut kota Oum Chalouba, untuk kemudian rencananya menggempur Abeche dan Ndjamena. Mereka optimistis berhasil terutama sesudah Faya Largeu jatuh. Tapi Habre juga yakin bisa bertahan. Ia kini dapat bantuan 500 tentara Prancis, yang berstatus "pelatih" plus 800 tentara Zaire, serta uang sebesar US$ 25 juta dari Presiden Reagan. Bahwa hampir 500 tentaranya ditawan Ouddei, ia tidak berkomentar. Sebab pasukannya juga melumpuhkan tentara pemberontak. Bahkan di antaranya ada seorang penerbang Libya, Mayor Abdel Salam Sharadine. Mayor itu, yang diperagakan di hadapan 50 wartawan dan 5.000 penduduk di Ndjamena, mengakui Libya menjatuhkan bom-bom napalm di Faya Largeu. Sementara utusan Chad mengamuk di Dewan Keamanan karena bom kimia itu, Presiden Reagan tiba-tiba menegaskan AS tidak akan terlibat di Chad. "Negeri itu termasuk dalam kawasan penaruh Prancis," beitu alasan yang dikemukakannya Jumat pekan silam. Secara politis, sikap ini memang tepat dan perlu untuk menjaga prestise Prancis. Tapi tidak demikian halnya dengan Qaddafi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus