RRC masih menganggap tuntutan Indonesia agar Beijing memberikan jaminan, tidak akan mendukung kaum komunis Indonesia - sebagai syarat pemulihan hubungan diplomatik - hal yang tak beralasan. Walau begitu, Cina tampak menginginkan hubungan yang dibekukan sejak 1967 itu dicairkan lagi. Menurut menteri luar negeri RRC, Gong Dafei, adanya hubungan diplomatik Jakarta-Beijing akan memberi manfaat bagi perdamaian di kawasan Asia-Pasifik. Hal itu dikemukakan kepada koresponden TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, yang mewawancarainya di ibu kota Cina itu bulan lalu. Mengenakan kemeja kuning gading dengan celana abu-abu, Gong menerima Okawa di lantai I gedung Deplu Cina. Diplomat yang kini dalam usia 50-an itu telah 30 tahun terlibat dalam urusan politik internasional. Kariernya dimulai tahun 1953 sebagai sekretaris I kedubes RRC di Rangoon. Dari sana, Gong kemudian dipercayai memegang beberapa jabatan senior, antara lain di Direktorat Asia Barat dan Afrika. Pernah juga dia menjadi duta besar Cina untuk Irak dan kemudian untuk Zaire. Gong juga mengaku pernah ladi wartawan. Setelah menjadi asisten menlu, 1978, pada tahun berikutnya Gong menjadi wakil menlu. Dia berpendapat, hubungan dagang Indonesia-Cina lewat negara ketiga tidaklah praktis. Selama ini komoditi Indonesia, seperti kayu lapis dan karet, masuk ke Cina dengan kapal Indonesia yang menggunakan bendera asing. Gong, yang menyukai Coca-Cola, menjawab beberapa pertanyaan Okawa sambil mengisap rokok dan meneguk minuman buatan AS itu. Berikut ini petikannya. Bagaimana sikap RRC mengenai pemulihan hubungan diplomatik dengan Indonesia? Sangat disayangkan hubungan diplomatik itu belum juga pulih. Padahal, dari segi wilayah dan jumlah penduduk, Indonesia merupakan salah satu negara besar di Asia. Normalisasi hubungan Jakarta-Beijing sebetulnya akan sangat menguntungkan kawasan Asia-Pasifik. Tapi semua itu terserah pada Jakarta. Kapan saja kami bersedia berunding. Andai kata Indonesia menganggap belum waktunya untuk itu, kami pun tak berkeberatan menunggu. Indonesia menghendaki jaminan bahwa RRC tidak akan menyokong kaum komunis Indonesia. Anda dapat menjamin itu? Politik luar negeri kami dilandasi dua prinsip: "tidak campur tangan terhadap urusan dalam negeri negara lain" dan "revolusi bukanlah komoditi ekspor". Kami punya hubungan diplomatik dengan 130 negara di dunia. Banyak di antaranya yang punya partai komunis, atau partai komunis yang tak berkuasa sama sekali. Kami tak mencampuri urusan dalam negeri mereka. Juga tak memberi jaminan. Tapi tiap partai komunis punya kebijaksanaan sendiri untuk salin berhubungan. Kegiatan semacam ini tidaklah dapat disebut sebagai usaha "campur tangan". TERHADAP negara-negara itu kebijaksanaan kami sama. Begitu juga terhadap Indonesia. Bahkan yang menyokong revolusi di negeri lain itu sebetulnya adalah Uni Soviet. Contohnya: Moskow mendukung partai komunis Jepang. Untuk Indonesia, saya pribadi berpendapat, karena dulunya sudah ada hubunan diplomatik, kini sebaiknya Indonesia dan RRC berbicara langsung dan berdiskusi tentang normalisasi hubungan itu. Tidakkah RRC berminat untuk mengawalinya dengan hubungan dagang atau lewat pertukaran kebudayaan? Kami sebetulnya ingin menumbuhkan hubungan seperti itu. Sekarang perdagangan antara Indonesia dan RRC dilakukan melalui negara ketiga. Cara ini tidak praktis. Kedua negara memiliki produksi dan barangbarang tradisional yang khas. Karena isu, Indonesia dan RRC lebih baik mengadakan hubungan dagang langsung saja. Tentang ketegangan RRC-Vietnam, bagaimana penyelesaian sebaiknya? Hanoi harus menarik semua serdadunya dari Kamboja terlebih dulu. Jika hari ini dia lakukan itu, besok kami akan menormalisasikan hubungan dengan Vietnam. Kami tak mau berunding dengan negara yang menduduki negara lain. Ini prinsip politik internasional. Biarkanlah Kamboja menentukan kebijaksanaannya sendiri. RRC tak punya kepentingan dalam masafah dalam negeri Kamboa. Hubungan Moskow - Beijing seperti apa masa depannya? Tiga rintangan dalam hubungan itu harus disingkirkan. Soviet terlebih dulu harus menarik satu juta tentaranya di sepanjang perbatasan Rusia-RRC dan perbatasan Mongolia- RRC . Mereka Juga harus menarik semua serdadunya dari Afghanistan. Dan Moskow harus mencabut sokongannya atas tindakan Vietnam menduduki Kamboja. Tanpa itu tak mungkin diharapkan lahirnya kemajuan berarti dalam hubungan Moskow-Beijing. Kami mendesakkan tiga hal itu sama sekali bukan untuk kepentingan sendiri. Bagi RRC soal itu penting,karena kami berpikir tentang perdamaian di Asia-Pasifik dan ketenteraman dunia. Baru-baru ini ada rencana kunjungan wakil PM Uni Soviet, Ivan Arhipov, ke Beijing, tapi dibatalkan. Katanya, Soviet belum siap. Sekiranya mereka merasa persiapan sudah matang, kami akan menyambut kedatangannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini