SEMBILAN tahun berkuasa (1976-1985) tidak membuat Datuk Harris Saleh, 55, lebih dicintai rakyatnya. Berjaya, partainya yang multirasial kalah telak dari PBS (Parti Bersat Sabah) dalam pemilu April 1985. Harris terpukul. Tokoh flamboyan ini punya ambisi besar: menjadikan Pulau Labuan intan permata Asia Tenggara. Untuk itu ia tidak segan menyedot dana pemerintah yang kemudian dipompakan ke berbagai proyek mercu suar seperti Sabah Energy Corp., Sabah Gas Industries dan Sabah Shipyard Sdn Bhd. Sabah -- dalam impian Harris -- akan memiliki galangan kapal selam yang juga memproduksikan kendaraan berlapis baja. Mengapa Harris kalah ? Gerak pembangunannya ternyata tidak menyentuh desa-desa terpencil. Tidak ada aliran listrik ataupun jalan raya yang menjulur ke sana, karena Harris sibuk membangun pusat olah raga atau hotel mewah di tempat lain. Wajar kalau berbagai proyeknya banyak ditentang anggota Berjaya. Harris mengaku bukan diktator, tapi menurut lawannya, Datuk Pairin Kitingan, ia memerintah dengan cara menakut-nakuti rakyat. Harris juga membagi-bagikan Mal$ 50 kepada setiap calon pemilih, hingga Sabah Foundation mencatat utang besar. Tapi, menurut Harris, partainya terjepit di tengah-tengah. PBS bisa berkampanye di gereja, USNO (United Sabah National Organisation) di masjid-masjid, sebaliknya Berjaya tidak punya mimbar seampuh itu. Memang, Berjaya (Partai Bersatu Rakyat Jelata Sabah) dari mula tidak pernah mengandalkan agama. Berjaya terbentuk berkat restu pemerintah pusat. Kepada TEMPO Harris mengaku, ia "hampir tiga bulan sekali bertemu Mahathir". Dan ketika Berjaya dikecam sesama anggota Barisan Nasional, adalah Mahathir yang maju membela. We wil sink or swim with Berjaya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini