Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Cina pada Senin, 28 Agustus 2023, merilis peta garis terkenal berbentuk U yang menutupi sekitar 90 persen Laut Cina Selatan. Wilayah perairan ini merupakan jalur perdagangan senilai lebih dari US$3 triliun setiap tahunnya. Peta baru Cina edisi 2023 dikeluarkan oleh Kementerian Sumber Daya Alam Cina itu mengklaim wilayah di India, perairan Malaysia, hingga dekat Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beijing mengatakan garis tersebut didasarkan pada peta bersejarahnya. Belum jelas apakah peta terbaru menunjukkan adanya klaim baru atas wilayah tersebut. Peta baru Cina itu disebut mencakup bagian wilayah maritim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia dekat Sabah dan Sarawak, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut UNCLOS 1982, di wilayah perairan tersebut, negara mempunyai hak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam hayati maupun nonhayati.
Peta tersebut berbeda dengan versi lebih sempit yang diserahkan oleh Cina ke PBB pada 2009 mengenai Laut Cina Selatan yang mencakup apa yang disebut “sembilan garis putus-putus”. Peta terbaru mencakup wilayah geografis yang lebih luas dan memiliki garis dengan 10 garis putus-putus yang meliputi Taiwan, mirip dengan peta Cina tahun 1948. Cina juga sempat menerbitkan peta dengan garis putus-putus ke-10 pada 2013.
Menlu Retno Marsudi: harus sesuai UNCLOS 1982
Kementerian Luar Negeri RI ikut berkomentar atas peta standar Cina edisi 2023 yang. Peta baru Cina itu diprotes oleh India dan Malaysia karena mencantumkan wilayah kedua negara itu.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa penarikan garis wilayah, termasuk peta standar Cina edisi 2023, harus sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982). "Penarikan garis apa pun, klaim apa pun yang dilakukan harus sesuai dengan UNCLOS 1982," kata Retno usai rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Agustus 2023.
Retno juga menyebut bahwa hal tersebut merupakan sikap yang selalu konsisten dipegang Indonesia dalam hal kedaulatan wilayah. "Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tetapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten," ucapnya.
Indonesia dorong percepatan negosiasi
Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini telah mendorong percepatan negosiasi code of conduct atau kode etik di Laut Cina Selatan bersama Cina. Wilayah perairan yang rawan konflik itu baru-baru ini kembali diperbincangkan setelah Beijing meluncurkan peta baru Cina.
Direktur Kerja Sama Politik Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat melalui keterangan pers tertulis pada Jumat, 1 September 2023, mengatakan, selain mempercepat negosiasi, Indonesia melalui pedoman itu ingin kode etik itu menjadi rujukan praktis namun substantif, supaya terus efektif dan berjalan.
Pedoman merangkum aspirasi ASEAN dan Cina untuk selesaikan kode etik dalam 3 tahun atau kurang, melalui pembahasan secara intensif isu-isu tertunda. “Mengingat kompleksitas elemen pada kode etik (Laut Cina Selatan), pihak-pihak yang terlibat selama ini sangat berhati-hati sehingga diperlukan terobosan untuk mengakselerasi prosesnya," kata Rolliansyah.
Penolakan dari negara yang tercaplok peta
Filipina, Malaysia, hingga Taiwan kompak menolak peta yang dikeluarkan Cina. Filipina pada Kamis, 31 Agustus 2023, meminta Beijing untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional. Manila menyinggung putusan arbitrase 2016 yang menyatakan bahwa garis dalam peta baru Cina tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan Jeff Liu mengatakan Taiwan "sama sekali bukan bagian dari Republik Rakyat Cina". “Tidak peduli bagaimana pemerintah Tiongkok memutarbalikkan posisinya terhadap kedaulatan Taiwan, hal itu tidak dapat mengubah fakta obyektif keberadaan negara kami,” katanya dalam konferensi pers.
Pemerintah Malaysia juga menolak Peta Standar China Edisi 2023 yang menunjukkan klaim sepihak atas wilayah maritim Malaysia berdasarkan Perjanjian Baru Peta Malaysia 1979. Malaysia mengatakan telah mengajukan protes diplomatik atas peta tersebut. Malaysia dalam sebuah pernyataan pada Rabu, 30 Agustus 2023, mengatakan peta baru tersebut tidak memiliki otoritas yang mengikat atas Malaysia, yang “juga memandang Laut Cina Selatan sebagai masalah yang kompleks dan sensitif”.
India juga mengajukan protes keras melalui saluran diplomatik dalam merespons peluncuran peta Cina terbaru itu.
Tanggapan Cina
Pada Rabu, 30 Agustus 2023, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin mengutarakan harapannya agar setiap pihak tidak berlebihan dalam menafsirkan peta baru negaranya. "Kami berharap pihak-pihak terkait dapat tetap objektif dan tenang, serta menahan diri dari menafsirkan masalah ini secara berlebihan," kata Wang Wenbin dalam keterangan kepada media di Beijing.
DEWI RINA CAHYANI | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: