SEBUAH sakramen ternyata tidak lagi cukup untuk menunjang perkawinan. Di AS belakangan ini banyak pasangan yang berurusan dulu dengan pengacara sebelum menuju altar perkawinan. Banyak sekali kontrak dibuat hanya untuk mengatur soal-soal yang bisa dianggap sepele. Untuk itu mereka tidak segan membayar pengacara, yang tarifnya US$ 500-US$ 10000. Seorang pria belum lama ini datang ke kantor pengacara Jaclyn Barnett di New York. Permintaannya rada aneh. Ia begitu mementingkan kelangsingan tubuh istrinya, hingga cuma soal itulah yang diatur dalam kontrak. Di situ disebutkan: jika berat badan sang istri bertambah, wanita itu wajib membayar denda yang bisa dikembalikan kelak bila bobot kembali normal. Jumlah denda dirahasiakan. Ada pula kontrak yang menjamin bahwa suami-istri bergiliran menentukan tempat libur mereka. Dengan kontrak juga, seorang wanita dijamin haknya menentukan berapa minggu dalam satu tahun suaminya boleh mengambil cuti. Lebih seru adalah kontrak yang mewajibkan suami-istri membeberkan pengalaman seksual masing-masing sebelum memasuki ambang perkawinan. Tidak diungkapkan apa ganjarannya bila salah satu pihak terbukti gagal berterus terang. Terkadang tuntutan suami-istri sangat keterlaluan hingga pengacara menolak membuatkan kontraknya. Pernah seorang pria datang kepada Pengacara Barnett untuk dibuatkan kontrak soal anak. Ia menuntut agar istrinya setuju dalam satu hal: jika mereka bercerai sesudah punya satu anak, anak itu otomatis secara hukum berada di bawah perlindungannya. Barnett tidak bersedia membuat kontrak begitu, walau ia tahu pria itu akan menikahi wanita yang mempunyai dua anak dari perkawinan terdahulu. Tak salah lagi semua kontrak dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan satu pihak saja, dan kalau bisa, menyelamatkan perkawinan. Menurut Pengacara Michael Kelly dari California, kebutuhan akan kontrak banyak terlihat pada pasangan usia lanjut. Mereka memasuki hidup perkawinan dengan membawa lebih banyak harta, lebih banyak pengalaman beserta harapan-harapan muluk. Harapan itulah yang hendak diselamatkan, dengan kontrak. Tapi Prof. Lenore J. Wetzman dari Universitas Stanfort melihat bahwa pasangan usia muda pun, tak terkecuali, mengikatkan diri dalam kontrak. "Mereka idealis," kata Wetzman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini