Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RENCANA kembalinya Itamar Ben-Gvir ke pemerintah Israel membawa kembali seorang pemukim Tepi Barat yang telah mendorong intensifikasi perang di Jalur Gaza, bahkan ketika jumlah korban jiwa Palestina telah melampaui 48.000 orang, Reuters melaporkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ben Gvir dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan pada Selasa pagi, 18 Maret 2025, bahwa partai Otzma Yehudit kembali ke pemerintahan. Ben Gvir meninggalkan koalisi pada bulan Januari karena ia menentang gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pembebasan tawanan dengan Hamas, namun ia mengatakan bahwa ia akan kembali jika pertempuran kembali terjadi setelah tahap pertama dari kesepakatan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengumuman oleh Ben-Gvir, yang pernah menjadi ujung tombak kabinet kanan-agama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menyusul serangan udara ke Gaza yang menghancurkan ketenangan selama berminggu-minggu setelah perundingan dengan Palestina terhenti karena gencatan senjata permanen. Kembalinya Ben-Gvir memperkuat koalisi yang telah ditinggalkan dengan mayoritas parlemen yang tipis ketika ia pergi.
Ben-Gvir yang Kontroversial
Ben-Gvir, 48 tahun, dikenal sebagai seorang ekstremis garis keras bahkan sebelum ia membantu Netanyahu membentuk koalisi paling kanan dalam sejarah Israel. Bertubuh kekar, berkacamata dan blak-blakan, Ben-Gvir mengepalai partai Kekuatan Yahudi yang pro-pemukim, nasionalis-religius.
Saat berada di kabinet, ia berulang kali menyerang tentara dan Netanyahu atas pelaksanaan perang di Gaza, menentang kesepakatan apa pun dengan Hamas dan terkadang mengancam untuk menjatuhkan pemerintah jika mereka melakukan kesepakatan untuk mengakhiri perang tanpa menghancurkan Hamas.
Bersama dengan rekannya yang juga dari kelompok garis keras, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, ia telah berulang kali berselisih dengan Netanyahu. Keduanya menyerukan penaklukan permanen atas Gaza dan pembangunan kembali pemukiman Yahudi di sana yang ditinggalkan Israel pada tahun 2005, sebuah gagasan yang ditolak Netanyahu.
Pemicu Kemarahan Internasional
Kunjungan Ben-Gvir pada Agustus ke kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem, yang dikenal oleh orang-orang Yahudi sebagai Temple Mount, tepat ketika para negosiator gencatan senjata sedang mempersiapkan upaya lain untuk mengakhiri pertempuran di Gaza dan menghentikan perang regional. Aksi ini merupakan salah satu dari serangkaian tindakan yang mengobarkan kemarahan global.
Kunjungan tersebut, dan pernyataannya bahwa umat Yahudi harus diizinkan untuk berdoa di sana yang bertentangan dengan pengaturan status quo yang telah berlangsung selama puluhan tahun yang mencakup situs suci bagi umat Islam dan Yahudi, menuai kecaman, termasuk di Israel.
Netanyahu dengan cepat menolak dan menegur Ben-Gvir, yang kunjungannya juga membuat marah orang-orang Yahudi Ortodoks yang menganggap Temple Mount, yang dihormati sebagai tempat dua kuil kuno Yudaisme, sebagai tempat yang terlalu suci untuk dimasuki orang Yahudi.
Bagi Ben-Gvir, yang pernah difoto mengacungkan pistol ke arah demonstran Palestina di Yerusalem Timur selama kampanye pemilihan umum Israel 2022, kontroversi tersebut memperkuat statusnya sebagai seorang yang berapi-api.
Sebagai murid Meir Kahane, seorang rabi yang ingin mencabut kewarganegaraan Arab Israel dan partainya pada akhirnya dilarang masuk parlemen dan ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Ben-Gvir dihukum di Israel pada 2007 atas tuduhan penghasutan rasialisme dan dukungannya terhadap sebuah kelompok yang ada dalam daftar hitam terorisme Israel maupun Amerika Serikat.
Meskipun Ben-Gvir menolak pembicaraan tentang negara Palestina merdeka, ia telah melunakkan retorikanya selama bertahun-tahun, dengan mengatakan bahwa ia tidak lagi menganjurkan pengusiran semua orang Palestina, hanya mereka yang ia anggap sebagai pengkhianat atau teroris.
Namun, penunjukannya pada 2022 oleh Netanyahu sebagai menteri keamanan nasional, dengan tanggung jawab atas kepolisian, merupakan salah satu tanda yang paling jelas bahwa pemerintah baru tidak akan terlalu mengindahkan opini dunia.
Pengunduran dirinya dua bulan lalu hanya melemahkan pemerintah tanpa menggulingkannya.
Selama masa kepresidenan Biden, ia berulang kali mengundang kemarahan Amerika Serikat, sekutu terpenting Israel, atas penolakannya terhadap solusi politik dengan Palestina dan dukungannya terhadap para pemukim Yahudi yang melakukan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Tak Mungkin Kembali ke Posisi Lama
Dikutip Times of Israel, Jaksa Agung Gali Baharav-Miara mengatakan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Selasa, 18 Maret 2025, bahwa secara hukum "tidak mungkin" untuk sekali lagi menunjuk pemimpin Otzma Yehudit, Itamar Ben Gvir, sebagai menteri keamanan nasional.
Posisinya muncul ketika Netanyahu siap untuk membawa kembali partai sayap kanan Ben-Gvir ke dalam koalisi setelah ia keluar pada bulan Januari karena gencatan senjata dengan Hamas.
Dalam sebuah pernyataan singkat kepada pers, Kejaksaan Agung mengatakan bahwa Baharav-Miara telah mengatakan kepada Netanyahu bahwa "dari sudut pandang hukum, tidak mungkin untuk menunjuk Menteri [sic] Itamar Ben-Gvir sebagai menteri keamanan nasional pada saat ini."
Laporan-laporan sebelumnya di media Ibrani menyatakan bahwa posisi Baharav-Miara adalah bahwa Ben Gvir dapat kembali sebagai menteri kabinet, tetapi tidak untuk posisi menteri keamanan nasional yang memiliki otoritas atas polisi karena masalah hukum yang timbul atas perilakunya sebagai menteri sebelum dia keluar dari pemerintahan.