AKHIRNYA Lithuania berkepala dingin. Lewat wakil perdana menteri Romualdas Ozolas, dinyatakan deklarasi kemerdekaan negeri itu ditunda. "Sebagai langkah awal, kami bersedia menunda kemerdekaan dan mengimbau Moskow untuk membuka perundingan tentang undang-undang kami yang melanggar kepentingan Moskow," kata Ozolas dalam wawancara telepon dengan surat kabar Berlingske Tidende, Senin pekan ini. Menyerahkah Lithuania setelah sembilan hari merasakan sanksi penghentian gas dan batu bara dari Soviet? Akhir pekan lalu di sebuah pasar di Vilnius, ibu kota Lithuania, sekilogram tomat harus dibeli dengan upah sehari. Sebuah taksi pasang tarif yang fantastis, untuk menutup harga bahan bakar di pasar gelap yang memang audzubillah: untuk seliter bensin pasar gelap pasang harga kira-kira senilai Rp 9.000. Dan bukan mustahil sopir taksi tersebut adalah seorang pekerja sebuah pabrik yang terpaksa berhenti kerja karena mesin tak jalan. Tak ada solar, gas alam, dan bahan baku. Pabrik pupuk di Ionava, Lithuania Tengah, misalnya, sampai akhir pekan lalu sudah memberhentikan lebih dari separuh karyawannya yang berjumlah 3.000 orang. Tapi, pasar dan toko di Lithuania dilaporkan tak kekurangan dagangan, terutama daging lokal dan bahan pangan sehari-hari. Bahkan dibandingkan dengan persediaan bahan pangan di Moskow, yang ada di Lithuania jauh lebih baik dan lebih banyak. "Jadi, kami tak akan kelaparan," kata banyak orang di Lithuania. Menurut Ketua Partai Komunis Independen Lithuania, Algirdas Brazauskas, persediaan pangan cukup untuk dua bulan bagi Republik berpenduduk 3,6 juta itu. Tak semua toko memajang dagangannya. Sebuah toko grosir terbesar tampak kosong. Tak ada beras, gandum, garam, dan mi. Ini bukan karena embargo dari Moskow. Itu langkah bijaksana pemilik toko, agar persediaannya tak cepat habis. "Kami harus membatasi penjualan karena pembeli sehabis membeli kembali ikut antre," kata pemilik itu. Sebuah toko keperluan sehari-hari yang tak mencoba membatasi penjualan terpaksa tutup. Barang persediaan untuk tiga minggu habis terjual dalam waktu kurang dari satu minggu. Tapi, sementara ketakutan menderita lapar tak ada, kecemasan lain menjalar ke semua wilayah. Yakni kekhawatiran persediaan daging, sayuran, dan buah-buahan menjadi busuk karena alat-alat pendingin kehabisan bahan bakar. Di jalan-jalan di Vilnius angkutan umum pun jarang lewat. Kalau ada, bisa dilihat penumpang begitu berjejal. "Tapi kami menjadi biasa dengan keadaan seperti ini," tutur Mariya Paranovskaya kepada koresponden pers Amerika di sana dengan nada bangga. Bahan bakar tetap bisa diperoleh meski dengan harga tinggi. Yakni dari para polisi yang nekat pergi ke republik tetangga, Byelorussia, dan kembali memhawa mobil tangki penuh bahan bakar. Penjual bahan bakar yang lain adalah pihak tentara, yang mengecerkan jatah mereka di dekat tangsi. Perjuangan rakyat Lithuania tersebut, yang sebenarnya tak kalah dengan perjuangan bersenjata bagi negeri yang hendak merdeka, rupanya terpaksa dibekukan sementara. Surat bersama Presiden Prancis Mitterrand dan Kanselir Jerman Barat Helmut Kohl kepada Presiden Vytautas Landsbergis membuat para pemimpin Lithuania berpikir kembali. Kohl mengatakan agar para pemimpin Lithuania menangguhkan kemerdekaannya -- imbauan yang dipuji oleh Moskow sebagai "memahami sikap Uni Soviet." Jadi, tak adakah arti para pejuang Lithuania? Tak adakah harga seorang Lithuania yang membakar diri di Moskow, Kamis pekan lalu, sebagai protes atas sanksi Soviet? Kabarnya, tanggapan atas surat Mitterrand dan Kohl di Vilnius kurang simpatik. Lithuania merasa dikhianati oleh negara-negara Barat. Namun, latar belakang yang pasti tentang penangguhan kemerdekaan itu, sampai awal pekan ini, belum jelas benar. Ozolas, wakil perdana menteri Lithuania itu, dalam pernyataannya hanya berharap, "Negara-negara Barat bersedia memonitor perundingan Lithuania dengan Moskow hingga pihak Uni Soviet tak menggunakan paksaan dan tipu daya." Perundingan itu sendiri, bila benar tuntutan Uni Soviet sebagaimana yang dikatakan oleh Perdana Menteri Nikolai Ryzhkov, hanya akan membicarakan tiga pasal dalam undang-undang Lithuania (merdeka). Yakni soal kewarganegaraan, wajib militer, dan hak milik. Hasil perundingan nanti bisa menjadi ukuran adakah masa setelah perang dingin Timur-Barat reda adalah zaman ketika berbagai masalah internasional bisa dicarikan jalan keluarnya dengan baik, ataukah dunia internasional akan kembali terjebak untuk saling mengancam. Dan itu bukan hanya bergantung pada bapak perestroika Mikhail Gorbachev, tapi juga para pemimpin negara berpengaruh yang lain. Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini