Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tommy Goh, 56 tahun, berencana menuju persimpangan Ratchaprasong di Distrik Pathum Wan, Bangkok, Rabu sore pekan lalu. Pria berdarah Malaysia-Thailand asal Penang ini sedang menunggu taksi dan memperkirakan ia akan tiba di persimpangan sibuk yang dikelilingi pusat belanja, seperti CentralWorld, Central Chidlom, Gaysorn Plaza, dan Amarin Plaza, serta sejumlah hotel itu antara pukul 18.50 dan 19.00. Tapi taksi yang ditunggu tak kunjung datang. "Jadi kami pergi ke tempat lain," katanya, seperti dikutip Bangkok Post.
Tommy dan kawan-kawan mungkin menyesali telatnya taksi menjemput, tapi justru itu yang menyelamatkan mereka. Selang sepuluh menit kemudian, sebuah bom yang diperkirakan terbuat dari tiga kilogram bahan peledak tingkat tinggi meledak di luar pagar Kuil Erawan, yang berada di kawasan persimpangan itu. "Tanah bergetar seperti gempa bumi," ujar Charnchai Pathumsit, penjaga keamanan hotel yang sedang berada di lampu lalu lintas di Ratchaprasong. Ia terjatuh bersama sepeda motornya. "Ketika membuka mata, saya melihat sebuah mobil dilalap api dan segala sesuatu di sekitar saya berantakan."
Polisi mengidentifikasi 20 orang tewas dan lebih dari 125 orang luka-luka akibat insiden pengeboman terburuk dalam sejarah Thailand itu. Sebagian besar korban tewas adalah warga negara asing: Malaysia 5 orang, Cina 4, Hong Kong 2, Indonesia 1, dan Singapura 1. Patung Brahma di Kuil Erawan selamat dan hanya mengalami "luka" kecil di bagian dagu dan lengan kanan. Selain memastikan jumlah korban, polisi sudah punya calon tersangka kuat berkat kamera keamanan (CCTV) di sejumlah tempat di persimpangan itu.
CCTV menangkap gambar pria berkaus kuning, berkacamata, dengan celana pendek longgar, tampak menuju kuil pada pukul 18.45. Pria setengah baya itu membawa ransel mendekati pagar kuil. Tak berselang lama, ia meletakkan ransel di bawah bangku dan perlahan-lahan pergi sambil melihat smartphone-nya. Rekaman CCTV lain memastikan saat pria itu pergi ia tak lagi membawa ranselnya. Sekitar 15 menit kemudian, terjadilah ledakan di dekat kuil yang banyak dikunjungi turis dari Cina itu.
Setelah insiden mematikan ini, setidaknya 23 negara mengeluarkan peringatan perjalanan ke Thailand dan mendesak warganya berhati-hati jika mengunjungi negara kerajaan itu. Industri pariwisata Thailand, yang diperkirakan berkontribusi sekitar 10 persen terhadap ekonomi lokal, terpukul, dan ini juga menghambat pemulihan ekonomi negara itu setelah kudeta militer tahun lalu. Harga saham Thailand hari itu turun 3 persen, mata uang baht merosot 0,57 persen.
Sehari setelah ledakan di Ratchaprasong itu, sekitar pukul 1 siang, seseorang melemparkan sebuah bom pipa dari jembatan Sathorn. Pelaku tampaknya ingin melemparnya ke pelataran bagi pejalan kaki menuju dermaga Sathorn, tapi meleset. Bom itu menghantam tiang dan jatuh ke kanal, menyebabkan segumpal besar air terlontar ke atas. Dermaga Sathorn merupakan terminal utama yang menghubungkan komuter perahu Sungai Chao Phraya dan stasiun Skytrain. Menurut Bangkok Post, ini juga tempat pemberhentian utama wisatawan, terutama asal Cina.
Juru bicara Kepolisian Nasional Thailand, Letnan Jenderal Prawut Thavornsiri, dalam konferensi pers pada Rabu pekan lalu merilis foto dan sketsa tersangka. "Orang berbaju kuning itu bukan hanya tersangka. Dia adalah pengebom," kata Prawut. Polisi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pelaku dan menawarkan imbalan 1 juta baht (sekitar US$ 28 ribu) untuk informasi yang bisa berujung pada penangkapannya. Prawut juga menyampaikan bahwa pria berkaus kuning itu bukan satu-satunya tersangka.
Dalam rekaman CCTV, dua orang berpakaian merah dan putih tampak berdiri sangat dekat dengan tersangka saat dia meletakkan ransel hitamnya di luar Kuil Erawan, 15 menit sebelum ledakan. Polisi berkeyakinan, dekatnya dua orang ini dengan tersangka tampaknya sebagai bagian dari rencana saat "pengebom" meletakkan ranselnya.
Aparat keamanan yakin pelakunya bukan hanya mereka bertiga. "Ini adalah jaringan besar. Ada persiapan yang menggunakan banyak orang," kata Kepala Kepolisian Nasional Thailand Somyot Poompanmuang, Rabu pekan lalu. Pasti ada orang yang bertugas mengamati jalan, menyiapkan bom, bersiaga di lokasi itu, dan mempersiapkan jalan pelarian setelah pengeboman. "Pasti ada setidaknya 10 orang yang terlibat," ujar Somyot.
Dalam sketsa terlihat tersangka adalah pemuda berkacamata, yang dideskripsikan polisi sebagai "Kaukasia, Arab, atau ras campuran". Prawut menggunakan frasa Thailand "Khaek Khao", istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kulit warga muslim dari Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah. "Kulitnya putih dan dia memiliki hidung mancung. Apakah Khaek Khao atau tidak, saya tidak tahu. Tapi, dari rekaman, tampaknya seperti itu," katanya.
Kasem, tukang ojek yang konon mengangkut tersangka itu sekitar seperempat mil dari lokasi ledakan, mengaku tak mengenali bahasa yang dipakai penumpangnya. Ia mendengar aksennya saat pria itu sedang bercakap-cakap di telepon. Kasem mengaku menurunkan penumpang misterius itu di Lumpini Park, ruang hijau publik populer yang letaknya kurang dari satu mil dari Kuil Erawan. Ia mengantarnya ke sana karena pria itu menunjukkan alamat di atas kertas dalam bahasa Inggris. Tersangka, kata Prawut, menggunakan "bahasa asing, tapi bukan bahasa Inggris juga".
Polisi yakin pelaku masih di Thailand. Menurut wakil juru bicara kepolisian Thailand, Kissana Phathancharoen, berdasarkan pengecekan di bandar udara dan titik keluar negara itu, tak ada profil yang sesuai dengan sketsa tersangka tampak meninggalkan Thailand. Namun negara itu meminta polisi internasional, Interpol, membantu melacaknya. "Kami mengirim permintaan bantuan," kata Kissana.
Meski polisi dan junta sudah memastikan calon tersangka, soal motifnya belum dipastikan. Asumsi awal yang berkembang, ini adalah ulah kelompok Uighur, etnis minoritas muslim dari Cina barat yang selama ini berjuang meminta otonomi dari Cina. Pada bulan lalu, 109 pengungsi Uighur yang berbahasa Turki mengungsi ke Thailand dan dikembalikan ke Cina oleh junta. Langkah junta ini dikritik aktivis hak asasi manusia karena pengungsi tersebut ada kemungkinan akan disiksa di negaranya. Langkah Thailand itu juga memicu adanya serangan terhadap konsulat Thailand di Istanbul, Turki, 9 Juli lalu.
Pemimpin junta Thailand, Prayuth Chan-ocha, Rabu pekan lalu menepis dugaan itu. Beberapa serangan teroris yang menargetkan warga sipil memang dilancarkan oleh garis keras Uighur selama dua tahun terakhir. Tapi, kata Prayuth, "Jika mereka yang melakukannya, mereka akan muncul dan menyatakan bertanggung jawab. Tapi ini sudah tiga hari dan tidak ada klaim seperti itu."
Pejuang muslim dari selatan, yang selama dekade ini memberontak terhadap pemerintah di Bangkok, juga disebut berpotensi sebagai tersangka. Hanya, militer berkeyakinan ledakan itu kurang cocok dengan gaya orang-orang dari selatan. Junta juga menampik anggapan bahwa ini aksi teroris internasional. "Badan keamanan bekerja sama dengan lembaga-lembaga dari negara sekutu dan telah sampai pada kesimpulan awal bahwa insiden itu tak terkait dengan terorisme internasional," kata Kolonel Winthai Suvaree, juru bicara junta.
Dengan diabaikannya kemungkinan bahwa ini ulah etnis Uighur, pemberontak, dan teroris, tersangka potensial lainnya adalah kelompok Kaus Merah. Ini adalah sebutan untuk pendukung pemerintah berkuasa sebelumnya yang dikudeta militer, yakni dinasti politik Thaksin Shinawatra.
Aim Sinpeng, dosen perbandingan politik di Universitas Sydney, menyatakan lokasi ledakan bom merupakan jalan tempat pemerintah bertindak keras terhadap pendukung Kaus Merah pada 2010. "Protes dan gejolak selanjutnya terjadi di persimpangan itu (sejak 2010) sehingga kita harus melihat serangan pada hari Senin tersebut dari perspektif politik yang lebih luas."
Direktur Regional Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Bidang Kejahatan dan Narkotik, Jeremy Douglas, meminta aparat keamanan berfokus pada bukti. "Terlalu dini untuk mengatakan siapa yang terlibat atau tidak. Penting untuk menunggu bukti dan tidak terburu-buru menghakimi," katanya.
Abdul Manan (Bangkok Post, Reuters, Time, CNBC.com)
Krisis Politik sampai Pengeboman
Thailand kerap diwarnai krisis politik parah, yang diduga menjadi salah satu motif potensial dalam peledakan bom terbaru.
19 September 2006
Militer menjatuhkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dalam kudeta setelah ada protes panjang dari People's Alliance for Democracy. Kelompok yang kemudian disebut sebagai Kaus Kuning ini menuding Thaksin korup dan menyalahgunakan kekuasaan.
Desember 2007
People's Power Party, pengganti partai Thaksin yang dibubarkan, Thai Rak Thai, menang pemilu. Partai memilih Samak Sundaravej sebagai perdana menteri.
Mei 2008
Kelompok Kaus Kuning memprotes Samak dan menuduhnya sebagai boneka Thaksin. Aksi berlanjut sampai Agustus dengan menguasai dua bandara di Bangkok selama seminggu.
September 2008
Samak dicopot setelah pengadilan memvonisnya terlibat dalam konflik kepentingan. Parlemen memilih Somchai Wongsawat, kakak ipar Thaksin, sebagai penggantinya.
Oktober 2008
Mahkamah Agung menghukum Thaksin dua tahun penjara karena korupsi. Thaksin kabur ke Inggris.
Desember 2008
Pengunjuk rasa menduduki bandara dan kantor perdana menteri setelah pengadilan menyatakan Somchai bersalah melakukan kecurangan pemilu. Pemimpin oposisi Abhisit Vejjajiva dipilih sebagai perdana menteri.
Maret 2010
Tentara menyerbu kamp demonstran Kaus Merah, mengakhiri protes, dan menyebabkan lebih dari 90 orang tewas dan sekitar 1.800 terluka.
Juli 2011
Partai yang didukung Thaksin, Pheu Thai Party, menang pemilu. Yingluck Shinawatra, saudara perempuan Thaksin, menjadi perdana menteri wanita pertama Thailand.
Agustus 2013
Pemerintah Yingluck memperkenalkan rancangan undang-undang amnesti yang akan mengampuni politikus dan pejabat di masa lalu. Inisiatif ini memicu demonstrasi besar oleh People's Democratic Reform Committee(PDRC) yang dipimpin Suthep Thaugsuban.
8 Desember 2013
Anggota parlemen oposisi, Partai Demokrat, mundur. Yingluck mengumumkan adanya pemilu pada 2 Februari 2014. Sekretaris PDRC Suthep menyerukan demonstrasi menuntut reformasi pemilu dan meminta Yingluck mundur.
2 Februari 2014
Pemilihan umum digelar meski ada hambatan. Oposisi berusaha menyatakan pemilu ini tidak sah.
7 Mei 2014
Yingluck dan sembilan menteri kabinet dicopot Mahkamah Konstitusi karena memindahkan pejabat bidang keamanan secara tak sah pada 2001. Pemerintahan dijalankan oleh wakil perdana menteri. PDRC melanjutkan demonstrasi untuk mengakhiri pemerintahan.
20 Mei 2014
Militer mengumumkan negara dalam keadaan darurat. Dua hari kemudian, militer resmi melancarkan kudeta dan menobatkan Jenderal Prayuth Chan-ocha sebagai pelaksana perdana menteri. Dia kemudian mengeluarkan konstitusi sementara yang memberinya kewenangan besar.
Agustus 2014
Parlemen yang didominasi militer, karena anggotanya dipilih, memilih Prayuth sebagai perdana menteri baru.
1 Februari 2015
Bom meledak di luar pusat belanja mewah Siam Paragon di Bangkok, melukai satu orang.
7 Maret 2015
Bom meledak di parkiran pengadilan pidana di Bangkok. Tak ada korban luka.
16 Juli 2015
Bom meledak di dekat Kuil Erawan, Bangkok, menewaskan 20 orang dan melukai 125 orang.
Abdul Manan (Associated Press, BBC, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo