Rebutan pulau

PEKING pekan silam menyatakan tekadnya untuk tidak membolehkan negara mana pun menduduki kepulauan Spratly dan menambang minyak dari gugusan pulau-pulau itu. Ini memang soal lama, tapi Cina kembali angkat suara setelah tiga pekan sebelumnya. Pilipina mengumumkan adanya kegiatan konsortium Swedia-Pilipina melakukan pengeboran minyak lepas pantai di kepulauan itu. Atas kepulauan Spratly ini Cina mengemukakan klaim, tapi Pilipina juga merasa kepulauan yang mengandung minyak itu adalah miliknya. Akhir bulan silam, Taiwan juga menyebut kepulauan itu sebagai miliknya sementara Vietnam juga tidak ketinggaian ikut merasa memiliki. Dan pekan silam, suara UniSoviet di Radio Moskow -- lewat siaran berbahasa Vietnam terang-terangan mendukung hak Vietnam atas kepulauan sengketa itu. Kendati pun yang ikut memperebutkan kepulauan yang terletak di Laut Cina Selatan itu cukup banyak, tapi hanya Cina (termasuk Taiwan) dan Vietnam yang memasukkan Spratly dalam peta negerinya. Pada peta orang-orang Cina itu disebutkan dengan jelas bahwa kepulauan tersebut telah menjadi milik Cina. Bahkan semenjak zaman dinasti Ching. Kepulauan di laut Cina Selatan itu mulai menarik perhatian dunia ketika di tahun 1974 terjadi pertempuran antara pasukan-pasukan Vietnam Selatan dengan tentara Cina memperebutkan kepulauan Parasel. Dua bulan kemudian. pasukan-pasukan Thieu menduduki sembilan pulau dalam gugusan Spratly. Pulau-pulau ini kini berada dalam kekuasaan Hanoi. Jika Parasel kini seluruhnya telah berada dalam kekuasaan Angkatan Laut Cina, Kepulauan Spratly kini dikuasai oleh gabungan pasukan Taiwan. Vietnam dan Pilipina.