Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kantor HAM PBB Minta Thailand Revisi Pasal Penghinaan Kerajaan

Kantor HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Thailand merevisi hukum lese majeste yang belakangan ini dipakai untuk menjerat aktivis setempat.

19 Desember 2020 | 11.00 WIB

Seseorang mengecat plakat dengan tulisan grafiti di depan markas besar polisi pada demonstrasi menuntut reformasi di Bangkok, Thailand 18 November 2020. [REUTERS / Jorge Silva]
Perbesar
Seseorang mengecat plakat dengan tulisan grafiti di depan markas besar polisi pada demonstrasi menuntut reformasi di Bangkok, Thailand 18 November 2020. [REUTERS / Jorge Silva]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) meminta Thailand merevisi hukum lese majeste yang belakangan ini digunakan untuk menjerat 35 aktivis di sana. Sebagaimana diketahui, Thailand dalam kondisi kalut sejak paruh pertama 2021 di mana warganya mendesak reformasi pemerintahan dan monarki. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Kami sangat terganggu dengan langkah otoritas Thailand yang menuntut setidaknya 35 pengunjuk rasa dalam beberapa pekan terakhir, termasuk pengunjuk rasa berusia 16 tahun, dengan Pasal 112 ketentuan lese majeste dari hukum pidana Thailand," kata Komite HAM PBB dalam pernyataannya, seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 18 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Komite HAM PBB menyatakan, Thailand harus berhenti menggunakan undang-undang yang memuat larangan penghinaan terhadap kerajaan, dan tuntutan pidana serius lainnya terhadap pengunjuk rasa. Komite HAM PBB menilai, penggunaan pasal tersebut merupakan upaya mengkriminalisasi dan melanggar kebebasan berekspresi.

Menanggapi desakan Kantor HAM PBB, pemerintah Thailand menyatakan perlu meninjau pernyataan itu terlebih dahulu.

Para pemuda di Thailand telah melakukan protes sejak Juli. Mereka menyerukan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha, dan perubahan wewenang Kerajaan Thailand yang dipimpin Raja Maha Vajiralongkorn.

Pemicu unjuk rasa itu sendiri adalah dibubarkannya Future Forward Party (FFP). Partai tersebut dijagokan oleh banyak warga Thailand karena pandangannya yang progresif dan anti-koruptif. Ketika partai tersebut dibubarkan menjelang pemilu legislatif, warga curiga ada pertimbangan politik di baliknya mengingat FFP sangat kritis terhadap Junta Thailand.

Monarki Thailand ikut terseret dalam gelombang protes yang ada. Hal itu tak lepas dari berbagai aksi Raja Maha Vajiralongkorn yang dianggap tidak pro rakyat dan lebih untuk kepentingan diri sendiri. Beberapa di antaranya adalah amandemen Konstitusi Thailand serta perubahan status kepemilikan aset-aset kerajaan yang sebelumnya berstatus milik publik.

FRISKI RIANA | CHANNEL NEWS ASIA

https://www.channelnewsasia.com/news/asia/un-human-rights-office-thailand-royal-insult-law-lese-majeste-13801832

Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus