SUKU Kurdi ternyata masih bisa nekad. Di zaman Shah, mereka lama
menjadi "duri" dalam daging. Di zaman Khomeini sekarang, mereka
tetap memusingkan Iran. Soalnya baik Shah maupun Khomeini
menolak tuntutan mereka untuk mendapatkan hak otonomi.
Selama Ramadhan barusan ini kaum Kurdi kehilangan sabar, ketika
perhatian Ayatollah Khomeini sedang tertuju pada banyak soal
besar lainnya, sepergi gelombang oposisi terhadap jalannya
revolusi Iran. Mungkin mengira pula bahwa pemerintah pusae di
Teheran sedang tidak berdaya, kaum Kurdi mencoba kekuatannya
dengan senjata di propinsi Kurdistan. Kota Paveh mereka rebut
dan kuasai.
Sesudah 4 hari pemberontakan itu berjalan, Khomeini
memerintahkan angkatan bersenjata supaya menumpasnya. Dia
mengumumkan mobilisasi umum. Pada hakekatnya Khomeini sudah
menjadi Panglima Tertinggi untuk pertama kalinya.
Hari itu juga banyak pemuda Iran mendaftarkan diri sebagai
sukarelawan untuk memenuhi panggilan Khomeini. Tapi tentara yang
selama ini kehilangan muka ternyata sudah cukup untuk menguasai
kembali Paveh (19 Agustus). Bukan hanya tentara dengan tank dan
artileri, tapi juga pesawat angkatan udara
dikerahkan menguber pemberontak sampai ke dekat perbatasan
dengan Irak. Banyak orang Kurdi menyeberangi perbatasan itu yang
akhirnya oleh Khomeini diperintahkan supaya ditutup.
Suku Kurdi mendiami daerah pegunungan sejak ribuan tahun lalu
yang kini merupakan bagian dari Iran, Irak, Turki Syria, dan Uni
Soviet. Entah suku atau bangsa, kelompok ethnis ini mempunyai
bahasa, sejarah dan kebudayaan sendiri. Dalam sejarah Islam,
kaum Kurdi pernah melahirkan tokoh terkemuka--Salahuddin Al
Ayubi--yang menaklukkan Jerusalem tahun 1187. Sebagian besar
mereka adalah penganut Sunni.
Diancam
Diperkirakan ada sekitar 14 juta orang Kurdi. Yaitu 7 juta di
Turki, 4 juta di Iran, 2 juta di Irak, setengah juta di Syria
dan setengah juta lagi di Uni Soviet. Itu taksiran terendah. Ada
taksiran tertinggi sampai 21 juta.
Sejarah tak pernah memberi mereka kesempatan untuk berkumpul
dalam satu negara merdeka. Pernah mereka yang berdiam di wilayah
Iran yang diduduki Rusia tahun 1941 didorong membentuk
pemerintahan sendiri. Mereka membentuk Republik Demokrasi
Azerbaijan. Tapi republik ini habis riwayatnya tahun 1946.
Setelah Perang Dunia 11 usai, Rusia menarik dukungannya dan
tentara Iran menumpas republik tadi.
Hampir bersamaan di bagian Irak, Republik Kurdis Mahabad pun
pernh berdiri, yang juga akhirnya ditumpas. Tokoh Kurdi
terkemuka di Irak adalah Mullah Mustafa Barzani, yang pernah
bermukim di Rusia, bahkan menjadi jenderal kehormatan Tentara
Merah. Irak, seperti Iran, berkali-kali menghadapi perlawanan
kaum Kurdi ini.
Dalam tahun-tahun terakhir ini suku Kurdi cuma meminta hak
otonomi berbeda dengan dua partai utama lainnya.ii Iran, Partai
Demokrasi Kurdi tidak memboikot pemilihan umum untuk
Konstituante baru-baru ini. Pemimpinnya, Abdelrahman Ghassemlou
terpilih menjadi anggota Konstituante.
Adalah Ghassemlou yang memerintahkan para pejoang Kurdi supaya
segera keluar dari kota Paveh guna menghindari pembantaian
besar-besaran. Namun pemerintah pusat Iran menuduh Partai
Demokrasi Kurdi itu terlibat dalam pemberontakan dan
menyatakannya terlarang.
Ada 400 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam
pemberontakan Kurdi terakhir ini. Ayatollah Sadeqh Khalkhali
hakim ketua di Teheran yang paling ditakuti, pergi ke Kurdistan
untuk mengadili para pemberontak. Pekan lalu 13 anggota partai
Kurdi menjalani hukuman tembak di Paveh. Sebelum itu 11 orang
Kurdi mati di depan regu tembak di sana. Diduga akan banyak lagi
orang Kurdi yang diancam hukuman mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini