Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dengan curiga ke Havana

Menjelang ktt nonblok di havana, para anggotanya terpecah karena menonjolkan kepentingan masing-masing. ada usaha soviet membagi menjadi kelompok progresif dan reaksioner. (ln)

1 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK akan banyak kegiatan di gedung PBB, New York, selama awal pekan bulan September. Sejumlah besar sekretaris dan penterjemah dari situ lantas menerima tawaran untuk pergi ke Havana, ibukota Kuba. Kenapa tidak? Pemerintahan Fidel Castro menyediakan honorarium tinggi, sedang sekretariat PBB mengizinkan pula. Castro memerlukan sebanyak mungkin tenaga terlatih dalam konperensi internasional untuk KTT- non-blok yang dijadwalkan 3-7 September di Havana KTT sekali ini akan terbesar yang pernah diadakan gerakan non-blok tapi terbesar pula koritroversinya. Bahkan dicurigai bahwa KTT Havana akan membuat gerakan non-blok tidak murni lagi tujuannya. Kini ada 86 negara--masih mungkin bertambah--yang menyatakan dirinya non-blok, dibanding hanya 25 anggotanya ketika di Beograd, ibukota Yugoslavia, KTT-nya pertama kali diselenggarakan September 1961. Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito kini satu-satunya tokoh pendiri gerakan non-blok yang masih hidup. Dalam usianya yang 87 tahun, Tito pun turut cemas menjelang KTT Havana. Adalah almarhum Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India, yang diakui pertama kali mencetuskan gagasan nonblok pada 28 April 1954 dalam konperensi Kolombo. "Masalah utama dunia sekarang adalah berkepanjangannya 'Perang Dingin' antara dua blok negaranegara besar. Hampir semua negara yang hadir di konperensi ini mencoba mengikuti suatu politik non-blok dengan blok kekuatan besar ini dan menjalankan hidup mereka sesuai dengan keinginan sendiri tanpa pengaruh atau paksaan asing," kata Nehru di Kolombo itu. Konperensi Kolombo inilah yang mendahului Konperensi Asia-Afrika pril 1955 yang melahirkan Dasa Sila Bandung yang terkenal. Sepuluh prinsip ini kemudian mendasari gerakan non-blok. ebagai satu-satunya alternatif lain di samping blok Kapitalis dan Sosialis, gerakan non-blok di awal masa kelahirannya pernah merupakan kekuatan yang hebat dan memainkan peran penting dalam percaturan politik dunia. Tapi itu cerita dulu. Setelah 18 tahun, sulit mengatakan gerakan nonblok ini masih utuh. Para anggotanya terpecah dengan mundurnya rasa solidaritas dan menonjolnya kepentingan nasional masing-masing. Bahasa Komunis KTT Havana jelas akan dipayungi bayangan perpecahan ini. Terlalu banyak masalah yang diselesaikan dengan kompromi sementara yang hanya merupakan penyelesaian semu. Itu tercermin dalam pertemuan tingkat menteri Biro Koordinasi Negara Non-Blok awal Juni lalu di Kolombo yang mempersiapkan KTT Havana. Dua masalah mendominasi pertemuan Kolombo. Yaitu siapa yang berhak mewakili Kambodia dan usul pembekuan Mesir dari keanggotaan non-blok. Kompromi sementara yang hanya berlaku untuk Kolombo: wakil Pol Pot menduduki kursi Kambodia tapi dengan hak partisipasi terbatas, tanpa hak berbicara kecuali kalau diserang. sul pembekuan Mesir tidak berhasil disele saikan pertemuan Kolombo dan akan di bawa ke Havana. Apa yang akan terjadi di Havanai Kuba sebagai tuan rumah belakangan ini menunjukkan sikap rendah dan menahan diri. Ini tampaknya untuk tidah mengundang serangan terutama dari beberapa negara Afrika yang pernah gusar karena campur tangan Kuba dengan mengirimkan pasukannya ke Afrika. Awal Juli lalu Kuba mengirim rencana deklarasi akhir KTT pada semua peserta. Menurut Wapres Adam Malik rencana itu bersifat terlalu umum tapi disusun dengan "bahasa komunis". Kabarnya Presiden Tito gusar karena dalam rencana deklarasi itu Kuba mengaitkan non-blok "yang mempunyai ikatan alamiah dengan masyarakat Sosialis." Ini dianggap usaha membelokkan prinsip non-blok. Ditambah lagi dengan adanya usaha Uni Soviet untuk membagi anggota gerakan ini dalam kelompok "progresif" dan "reaksioner." Untuk mempertahankan kemurnian non-blok, Tito beberapa bulan terakhir ini giat menggalang dukungan suara dengan mengunjungi Uni Soviet, Irak, Siria, Kuwait, Yordania, Aljazair, Libia dan Malta. Ia juga mengirim berbagai erutusan, antara lain ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. "Sikap dasar yang akan dibawa delegasi Rl ke KTT Havana ialah memperjuangkan kembalinya non-blok pada kemurnian semangat dan tujuan gerakan non-blok," kata Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraan 16 Agustus lalu. Ia juga menekankan perlunya penekanan perjuangan ini pada usaha pembentukan Tata Ekonomi bunia Baru. Setelah 18 tahun melewati pasang surut, tampaknya gerakan non-blok ingin memasuki lembaran baru. Makin disadari, perjuangan politik harus diimbangi perjuangan ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus