SIAPA pun yang mempunyai nyali menentang Amerika, pasti digilas. Itu kata dokumen Pentagon yang dibocorkan oleh seorang stafnya, dan kemudian diberitakan oleh surat kabar New York Times, pekan lalu. Dokumen Departemen Pertahanan AS setebal 46 halaman itu kompletnya membeberkan strategi global Amerika dalam pascaperang dingin. Tujuannya, mempertahankan kedudukan Amerika sebagai satu-satunya negara superkuat di dunia setelah Uni Soviet bubar. Tertulis dalam dokumen itu, misalnya, salah satu misi utama politik luar negeri Amerika adalah "meyakinkan semua pihak yang berpotensi sebagai saingan" agar tak berniat memainkan peranan internasional yang lebih besar ketimbang Amerika. Untuk mencegah negara yang punya ambisi tersebut, Amerika tak akan segan menggunakan segala cara, termasuk kekuatan militer. Maka itulah, tulis dokumen Pentagon itu, Amerika perlu mempertahankan suatu "kekuatan dasar" militer yang tangguh. Soalnya, belum tentu mudah mengerahkan aksi militer bersama berbagai negara, misalnya seperti yang terjadi ketika Amerika mengusir Irak dari Kuwait. "Amerika harus siap bergerak sendiri apabila tindakan bersama tak bisa diatur" atau bila diperlukan respons yang cepat untuk mengatasi suatu krisis internasional mendadak, kata dokumen itu. Sebagai contoh antara lain disebutkan soal penyebaran rudal dan senjata nuklir belakangan ini, karena dijualnya senjata-senjata maut eks-Uni Soviet. Dokumen itu menganggap, bila sebuah negara menjadi kuat persenjataan nuklirnya, menjadi di atas rata-rata negara lain, itu bisa membahayakan keamanan internasional. Itu sebabnya Amerika berupaya keras mencegah pengiriman rudal Scud Korea Utara ke sebuah negara di Timur Tengah (lihat Memburu Scud di Tengah Laut). Yang menarik, dokumen tersebut tidak saja menyebutkan pihak-pihak yang selama ini tak bersahabat terhadap Amerika, seperti Irak, Korea Utara, dan Libya, sebagai negara yang bisa sangat berbahaya bila memiliki senjata nuklir. Negara yang menjadi sahabat Amerika pun, seperti Jepang, Jerman, dan negara Eropa Barat lain, dianggap punya potensi membahayakan keamanan dunia internasional dengan nuklirnya. Dokumen Pentagon ini juga memberikan penilaian atas situasi di beberapa negara dan wilayah tertentu. Kuba dan Korea Utara dikatakan sedang menuju ke puncak krisis politik dan ekonomi. Krisis itu pada saatnya akan memaksa para pemimpinnya mengambil langkah-langkah irasional yang bisa mengganggu stabilitas kawasan. Hal yang sama juga bisa terjadi di Cina. Tentang Eropa, kehadiran Amerika di benua ini dianggap sangat penting untuk mencegah terciptanya suatu pengaturan keamanan kawasan yang eksklusif Eropa. Karena itu, eksistensi NATO harus dipertahankan. Para pejabat teras Pentagon yang dihubungi New York Times membantah bahwa dokumen yang disusun oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Asisten Menteri Pertahanan Paul Wolfowitz itu -- bekas duta besar AS untuk Indonesia -- merupakan kebijaksanaan resmi pemerintahan Bush. Dokumen itu disusun, kata mereka, sebagai makalah pengantar pidato Menteri Pertahanan Dick Cheney di muka forum dewan keamanan nasional yang terbatas, beberapa waktu lalu. Juga sebagai "pemandu kebijaksanaan" Pentagon yang biasanya dikeluarkan setiap dua tahun. Tapi, mengutip sejumlah pengamat, New York Times memberikan ulasan. Terbuka kemungkinan dokumen ini akan dijadikan pedoman dasar kebijaksanaan pertahanan nasional dan global AS bila Bush menang dalam pemilihan presiden tahun ini, tulis salah satu koran terbesar di Amerika itu. Sebab, para penyusun dokumen itu adalah para pejabat yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan AS yang diangkat dan dipercayai oleh Bush. Bila itu memang terwujud, Amerika jadinya menjalankan politik muka dua. Sebab, kebijaksanaan tersebut sebenarnya bertentangan dengan sistem demokrasi yang selalu dikhotbahkan oleh Amerika. Dengan gaya "koboi" itu, mau menang sendiri dan kalau perlu main tembak, rasanya Amerika tak menghormati negara-negara lain, bahkan seperti menyepelekan PBB. Padahal, perang dingin, yang bisa dijadikan alasan Amerika untuk membendung atau meruntuhkan rezim komunis, sudah tak ada. Lagi pula tak ada jaminan bahwa gebrakan militer AS terhadap sumber konflik dunia akan mengembalikan keamanan internasional. Yang paling menjadikan keberatan para pengamat, belum tentu negara yang digebrak oleh Amerika -- karena dituduh mengganggu stabilitas kawasan, umpamanya -- memang salah. Di dalam negeri sendiri, dokumen Pentagon dikritik telah melupakan satu faktor penting. Yakni, untuk mempertahankan satu kekuatan militer seperti dikehendaki oleh dokumen itu, dibutuhkan biaya besar. Padahal, ekonomi Amerika sedang kedodoran. Rencana anggaran militer yang diajukan Bush sebesar US$ 1,2 trilyun agar bisa tetap membiayai 1,6 juta tentara tahun ini saja sudah dikritik habis oleh Partai Demokrat. Rencana anggaran itu dibilang membuang-buang uang di zaman ketika AS tak lagi punya musuh besar. Walhasil, jangan-jangan, sebagaimana dokumen Pentagon tentang perang-perang yang akan melibatkan Amerika dalam dasawarsa ke depan (lihat TEMPO, 29 Februari), dokumen yang ini pun adalah cara Pentagon menggertak Kongres agar meluluskan anggaran militer yang cukup besar. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini