Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kelompok Sipil: KTT ASEAN Perlu Cari Cara Hentikan Kekerasan di Myanmar

Para aktivis HAM ragu konferensi tingkat tinggi ASEAN pekan depan akan membuahkan terobosan dalam menyelesaikan krisis Myanmar.

3 Mei 2023 | 14.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Koordinator ALTSEAN-Burma Debbie Stothard (kiri), Ketua Progessive Voice Khin Ohmar (kedua dari kiri), Koordinator advokasi regional AJAR Putri Kanesia (kedua dari kanan) memberikan perkembangan HAM di Myanmar dalam pertemuan di Jakarta, Rabu, 3 Mei 2023. TEMPO/DANIEL A. FAJRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok sipil ragu konferensi tingkat tinggi ASEAN pekan depan akan membuahkan terobosan dalam menyelesaikan krisis Myanmar, namun mereka menyarankan blok regional Asia tenggara untuk fokus pada penghentian kekerasan di negara tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Progressive Voice Khin Ohmar mengatakan, dalam menangani krisis Myanmar, ASEAN perlu menunjukkan dengan tindakan. Menurutnya, ASEAN yang dipimpin Indonesia tahun ini tertawan secara diplomatik oleh militer Myanmar yang melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil terpilih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya menyerukan pemimpin ASEAN supaya dalam KTT nanti minimal fokus pada penghentian kekerasan udara (oleh junta). Saya yakin mereka bisa, jika memiliki kehendak politik,” kata Khin dalam pertemuan di Jakarta, Rabu, 3 Mei 2023.

Khin mencatatkan ASEAN bisa meminta bantuan Dewan Keamanan PBB untuk mendesak junta menghentikan kekerasan di Myanmar, kemudian bisa fokus untuk meninjau ulang pendekatannya – konsensus lima poin, dalam menyelesaikan isu ini.

Kekerasan terus berkecamuk di Myanmar setelah Tatmadaw atau militer menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dua tahun lalu. ASEAN bereaksi dengan mengeluarkan kesepakatan yang dikenal sebagai five point consensus.

Solusi damai itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar. 

Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini memilih pendekatan diplomasi diam-diam dalam menangani krisis Myanmar. Tidak adanya keterbukaan soal penanganan isu ini menjadi pertanyaan publik.

Koordinator ALTSEAN-Burma Debbie Stothard, dalam pertemuan yang sama di Jakarta pada Rabu mengatakan, diplomasi apapun yang tengah berlangsung saat ini tidak berjalan sebab kekerasan di lapangan tidak berhenti. Jangan sampai, KTT ASEAN di Labuan Bajo pada 9-11 Mei 2023, nanti hanya menghasilkan pernyataan positif yang memberikan kesan sesaat dan melupakan krisis yang tengah berlangsung.

"Kami membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar diplomasi. Itu membutuhkan diplomasi yang didukung dengan pengaruh,” kata Debbie, seraya mengingatkan masalah Myanmar ini semacam mempertaruhkan legitimasi ASEAN.

Divisi Advokasi Internasional Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) menyarankan Indonesia untuk mengundang National Unity Government (NUG) Myanmar supaya mendapatkan sudut pandang sipil dalam menyelesaikan masalah ini.

Sementara Koordinator untuk Advokasi Regional Asia Justice and Right Putri Kanesia mengingatkan pemerintah bahwa kelompok sipil selalu membuka ruang untuk membahas penyelesaian konflik Myanmar.

Komunikasi Dua Arah

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 27 April 2023, menyampaikan, Indonesia terus berupaya menjembatani untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan pandangan dan posisi yang terjadi di Myanmar.

"Kita (Indonesia) membuka engagement (komunikasi dua arah) sebagai Ketua (ASEAN) seluas mungkin agar kita dengarkan pandangan mereka dan mencoba menjembatani perbedaan-perbedaan posisi," kata Retno.

Sejauh ini belum ada tanda-tanda akan berakhirnya kekerasan di Myanmar. Lebih dari 100 orang tewas pada 11 April dalam serangan udara oleh militer di sebuah desa, menurut aktivis oposisi dan media.

Sementara Suu Kyi menjalani hukuman 33 tahun penjara karena berbagai pelanggaran yang dia bantah. Sedangkan partainya telah dibubarkan.

DANIEL A. FAJRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus