SEJARAH Aljazair memang memberikan peluang kepada militernya. Pada awal-awal kemerdekaan, partai tunggal Front Pembebasan Nasional (FLN), ternyata, tak dapat menjamin pemerintahan yang kuat. Akibatnya, pada masa pemerintahan Presiden Ben Bella, militer banyak ambil bagian, baik di pemerintahan maupun di bidang bisnis. Memburuknya pemerintahan Ben Bella mendorong Menteri Pertahanan Boumedienne melakukan kudeta tak berdarah, tahun 1965. Berakhirlah pemerintahan sipil Aljazair. Boumedienne membentuk Dewan Revolusi, beranggotakan 26 orang, sebagian besar perwira tentara. Dewan inilah yang menjalankan roda pemerintahan. Pada tahun 1978 Boumedienne meninggal. Kesempatan ini digunakan oleh FLN untuk mengubah struktur partai, dan menunjuk ketua, yang sekaligus dicalonkan sebagai presiden. Yang terpilih Chadli Bendjedid, komandan sebuah distrik militer. Bendjedid, tentara yang agak lain. Ia melihat betapa tak sehatnya pemerintahan yang didominasi militer. Maka, untuk pertama kali di Aljazair, ia mengangkat perdana menteri. Dan pada 1987 Bendjedid mempromosikan idenya, tentang tentara profesional. Titik balik sebenarnya terjadi pada 1989, setelah pada akhir tahun sebelumnya terjadi penggantian di banyak pos ketentaraan. Perwira muda, yang lebih profesional, menggantikan perwira senior. Awalnya adalah protes, tahun 1988, akibat ekonomi yang memburuk. Banyaknya korban yang jatuh, sekitar 500 orang dalam dua pekan. Dan tuntutan demokrasi serta ekonomi pasar dijadikan alasan oleh Presiden Bendjedid melancarkan reformasi. Pada 1989 militer disingkirkan dari dua lembaga: komite sentral FLN, lalu juga dari parlemen. Memang, kenyataannya angkatan bersenjata, yang beranggotakan 170 ribu personil ini, merupakan organisasi paling kukuh dibandingkan dengan institusi lain di Aljazair. Sudah sejak awal kemerdekaan, tentara menjadi warga negara kelas satu. Selain mendapat tunjangan perumahan dan kesehatan, mereka juga memperoleh kemudahan mengunjungi tempat-tempat liburan. Para perwira tingginya memiliki vila mewah. Dan segala kebutuhannya dipenuhi oleh koperasi angkatan bersenjata, yang menjual barang-barang lebih murah daripada di toko. Jadi, meski gaji mereka tak terbilang besar (seorang jenderal, misalnya, menerima sekitar 5.000 franc atau Rp 2 juta per bulan), kesejahteraan rata-rata tentara lebih tinggi daripada rakyat biasa. Bisa jadi, "kudeta" kali ini merupakan upaya militer untuk kembali berperan di segala bidang, setelah lebih dari dua tahun dibarakkan oleh Bendjedid. Lisa Salusto (Roma)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini