Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kerisauan Sang Pencetus Perestroika

Merasa biasa dianggap pengkhianat, Mikhail Gorbachev justru risau Rusia cenderung semakin otoriter. Terus menulis untuk mempromosikan demokrasi.

13 Juni 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYELENGGARA resepsi akbar peringatan ulang tahun ke-85 Mikhail Gorbachev pada Maret lalu mengontak Hotel Ukraine di pusat Kota Kiev untuk mengatur sebuah jamuan makan. Ketika pembicaraan tiba pada urusan biaya, pemilik hotel yang merupakan salah satu ciri khas Ukraina itu menolak dibayar setelah tahu siapa yang dipestakan.

"Mereka bilang, tanpa Gorbachev, mereka mungkin sekali bakal tetap jadi pengusaha kecil, atau penjahat yang berjualan barang-barang terlarang," ujar Alexei Venediktov, sahabat Gorbachev dan Pemimpin Redaksi Radio Echo of Moscow, media utama bagi kaum liberal di Rusia. "Mereka bilang, 'Kini kami pemilik semua ini berkat Gorbachev! Tak (usah bayar) sepeser pun!'"

Bagi sebagian kalangan di wilayah bekas Uni Soviet, Gorbachev memang dihormati. Dia dianggap penyelamat.

Di Rusia pun ada yang memujinya sebagai orang yang memperkenalkan perestroika atau restrukturisasi dan glasnost atau keterbukaan, yang kemudian, pada 1991, merontokkan sistem komunis paling represif di dunia. Dia dianggap sebagai pemimpin yang membuka jalan, meski ragu-ragu, bagi kebebasan berbicara, bisnis swasta, dan pembukaan perbatasan. Sebagian yang lain, seperti kata Dmitri Muratov, Pemimpin Redaksi Novaya Gazeta, kepada The New York Times, "Muak kepadanya karena membuka kebebasan." Koran Novaya Gazeta merupakan satu dari sedikit media independen yang ada di Rusia yang 10 persen sahamnya dimiliki oleh Gorbachev.

Sebagian besar pembenci itu memandang Gorbachev sebagai penanggung jawab runtuhnya Uni Soviet; sebagai akibatnya, mereka merasa jadi warga dari sebuah negara kelas dua. Ada yang menganggapnya sebagai penjahat. Tak sedikit di antara mereka ini yang tergolong figur publik, termasuk seorang sejawat Presiden Vladimir Putin. Secara teratur sebagian di antara mereka mendesak agar mantan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet itu diadili.

Menurut Venediktov, masyarakat umumnya memandang Gorbachev sebagai figur "anti-Putin". "Putin adalah pembangun dan dia adalah penghancur," ujarnya, sambil menambahkan bahwa penilaian seperti ini tak adil.

Gorbachev, menurut laporan The New York Times dua pekan lalu, menganggap biasa perbedaan-perbedaan pandangan mengenai dirinya. "Ini kebebasan berpendapat," katanya.

Yang membuat Gorbachev risau adalah kecenderungan di tingkat resmi untuk mendiskreditkan demokrasi, yang disertai ide bahwa dia harus diadili. Tak mau berdiam diri, dia menumpahkan pendiriannya dalam artikel, esai, dan buku tentang perlunya meningkatkan kebebasan di Rusia. Karya mutakhirnya, dalam bahasa Inggris diberi judul The New Russia, akhir Mei lalu diterbitkan di Amerika Serikat.

Rusia di bawah kepemimpinan Putin akhir-akhir ini memang menimbulkan kecemasan, terutama bagi mereka yang dulu mensyukuri runtuhnya Uni Soviet. Laporan US News & World Report pertengahan Mei lalu menyebutkan saat ini kekuasaan di Rusia cenderung berpusat di tangan Putin. Untuk merespons kondisi ekonomi yang merosot, Putin memompakan sentimen nasionalisme, yang mendorong Rusia berupaya meningkatkan pengaruh globalnya-di antaranya melalui pencaplokan wilayah dan retorika konfrontatif. Di dalam negeri, dia menciptakan musuh yang bersama-sama bisa dijadikan sasaran kegusaran: Barat.

Gorbachev mengaku mendengar pernyataan yang menekankan perlunya otoritarianisme dan ketegasan, serta yang mencoba meyakinkan bahwa demokrasi hanya bisa dicapai di masa depan yang jauh. Dia tak sependapat. "Saya kira, jika demokrasi berakar kuat, kalau ia didasarkan atas pemilihan umum, jika rakyat punya kesempatan untuk memilih pemimpin secara reguler, saya kira itulah yang kita perlukan. Itulah dasar bagi stabilitas dalam kebijakan luar negeri dan dalam negeri."

Secara terbuka, Gorbachev tak pernah menyalahkan Putin. Tapi dia lebih kritis terhadap sang Presiden ketika bukunya mulai diedarkan di Rusia tahun lalu. "Dia mulai menderita penyakit seperti yang merasuki saya: keyakinan diri," ujar Gorbachev ketika itu. "Dia menganggap dirinya wakil Tuhan, meski saya tak tahu untuk apa."

Bisa dipahami bila dalam kenyataannya Gorbachev tak terlalu konfrontatif mengkritik. Seperti orang Rusia kebanyakan, dia tak kebal hukum. Dengan apa yang sejauh ini telah dia lakukan saja dia merasa semakin tak aman mengingat Kremlin terus mengekang kebebasan sipil. Gorbachev mengaku takut dinyatakan sebagai "agen asing", label dari masa Stalin yang berarti "mata-mata".

Kerisauan itu toh tidak menghalau keyakinannya pada kejutan-kejutan dalam hidup. Ketika memberi sambutan pada peluncuran bukunya, dia berkata, "Semakin saya merenungkan hidup saya, semakin terlihat bahwa peristiwa-peristiwa terbesar dan terpenting terjadi tanpa diduga-duga."

Purwanto Setiadi (The Guardian, The New York Times, US News & World Report)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus