Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GENDERANG sudah ditabuh, palagan telah disiapkan. Perang urat antara pemerintah dan politikus oposisi memanas. Tak lama lagi sebuah hajatan politik bakal dilangsungkan.
Rabu siang pekan lalu, di kantornya, Abdul Aziz Mohammad Yusof, Ketua Suruhanjaya Pilihan Raya atau Komisi Pemilihan Umum Malaysia, mengacungkan selembar surat. Senyumnya tersungging diterpa kilatan lampu kamera. Kepada awak media lokal Malaysia dan internasional yang menunggu sedari pagi, ia membacakan isi surat yang diacung-acungkan itu. Bunyinya, keputusan final tentang waktu pemilihan umum. "Kami putuskan pergelaran pilihan raya Malaysia jatuh pada 5 Mei mendatang, diawali dengan 15 hari sebelumnya masa kampanye, dan tenggat penyerahan daftar calon tetap parlemen pada 20 April," katanya di depan wartawan.
Pemilihan yang kata Abdul Aziz bakal menelan biaya 400 juta ringgit ini adalah yang ketiga belas kalinya bagi Malaysia. Pemilihan yang memperebutkan 13,2 juta suara ini juga diyakini banyak pihak merupakan pilihan raya yang paling sengit sepanjang sejarah politik Malaysia. "Benar pemilihan kali ini paling ramai, bahkan tensinya sudah tinggi sejak hari pertama kekalahan oposisi di 2008," ujar bekas Perdana Menteri Malaysia Tun Abdullah Ahmad Badawi saat berbincang dengan Tempo, awal tahun ini.
Badawi menilai perlawanan oposisi kali ini lebih menantang bagi partainya dan koalisi pemerintah Barisan Nasional, dibanding pemilihan 2008. Sebabnya, tiga partai besar di luar United Malays National Organisation (UMNO) dan koalisinya, seperti Partai Aksi Demokratik, Partai Keadilan Rakyat, dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS), bersatu dalam naungan koalisi bernama Pakatan Rakyat. "Mereka terus bertumbuh seperti juga halnya kami. Karena itulah ramai," katanya.
Sengit dan panasnya suhu politik di Malaysia menjelang pemilihan kali ini juga membetot emosi pemimpin karismatik UMNO yang menjabat Perdana Menteri Malaysia selama 22 tahun, Mahathir Mohamad. "UMNO dan koalisi pemerintah kembali akan merebut mayoritas, negara bagian yang pernah direbut akan kami dapatkan kembali," ujarnya.
Kepada koran Utusan Malaysia—media corong penguasa—Mahathir juga menegaskan bahwa apa yang terjadi pada 2008, ketika oposisi merebut 82 kursi dari 222 kursi di parlemen serta lima dari 13 negara bagian, tak akan kembali terjadi. Barisan Nasional menyebut keberhasilan oposisi ketika itu sebagai "tsunami politik". Mahathir memanggil kembali para politikus kawakan, seperti bekas Menteri Keuangan Tun Daim Zainuddin, untuk turun gunung dan bertanding agar Barisan bisa menang. "Saya juga memutuskan menjadi kepala tim pemenangan untuk Najib," katanya.
Mendengar kabar para veteran politik UMNO turun gunung, Chua Tian Chang, Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR), cuma terkekeh. Ia menilai langkah itu bak isyarat keputusasaan Barisan Nasional dalam menghadapi kubunya dalam pemilihan kali ini. "Niat kami kali ini adalah memperpanjang tsunami politik yang sudah pernah menyapu penguasa," ujarnya kepada Tempo pekan lalu.
Kubu oposisi memang kian matang menjelang hari pemilihan. Setelah tampil memukau lewat beberapa rangkaian aksi jalanan, seperti gerakan Hijau, Felda, Perhimpunan Bersih 2.0, dan terakhir Perhimpunan Bangkit, kubu oposisi kini punya jurus lain untuk menyapa khalayak. Namanya Bus Merdeka Rakyat. "Nanti para juru kampanye PKR bakal mengendarai bus ke seluruh pelosok Malaysia dan menyapa masyarakat dari dekat," kata Chua.
Strategi pendekatan dengan bersentuhan langsung dengan rakyat dan memberi kesan mendalam terhadap mereka, ucap Chua, merupakan ajian pamungkas bagi oposisi untuk menumbangkan rezim UMNO dan Barisan Nasional di Malaysia. Sebab, hanya dengan cara langsung itu oposisi bisa mengenalkan manifestonya. "Cara penguasa dengan beriklan 30 menit di televisi itu sudah basi," katanya.
Sementara PKR punya bus jelajah merdeka, Partai Islam Se-Malaysia, PAS, memilih menggunakan truk besar untuk pergi menjelajah. Ceramah agama senyampang dengan pesan-pesan politik akan dilakukan dari bak belakang truk. Waktu dua pekan, ujar salah seorang calon anggota parlemen dari PAS, Mohamad Sabu, bakal dimaksimalkan untuk pergi ke luar kota guna merancang kembali jaringan rakyat yang dibuat oposisi selama ini. "Jadi PAS pun nanti tak melulu berceramah di depan massa Islam," kata pria yang yakin betul bisa merebut kekuasaan dari UMNO dan Barisan Nasionalnya itu.
Jaringan rakyat adalah gerakan yang dipilih oposisi untuk bisa masuk dan bersemayam di hati rakyat Malaysia. Gerakan ini sudah ditebar ke seantero negeri dari Kedah hingga ke Sabah, sejak Pakatan Rakyat berdiri pada April 2008, guna menghimpun aktivis dari tiga partai politik untuk kemudian berkolaborasi sesuai dengan keahlian dan gaya politik masing-masing.
Sengitnya persaingan antara oposisi dan kubu Barisan Nasional sebenarnya sudah menghangat sejak 9 Juli 2011, saat berdirinya perhimpunan independen Bersih 2.0. Kumpulan puluhan ribu orang di dataran merdeka merupakan keramaian jalanan pertama yang menuntut pemilihan dan pemerintahan bersih, yang terjadi setahun sebelum pemilihan umum 2008.
Perhimpunan ini terus menggelinding besar hingga akhirnya isu yang berembus sudah tak lagi tentang pemilu, tapi merembet ke soal rasuah keluarga penguasa dan kroninya. Setelah itu, ada gerakan Bersih 3.0 bertajuk "duduk bantah"—duduk bersama menolak pemilihan yang selama ini dinilai curang.
Saat itu, sempat terjadi bentrokan massa melawan polisi. Berdasarkan penilaian beberapa pengamat politik, kecabuhan pada saat duduk bantah merupakan keberuntungan lain bagi oposisi yang bisa memainkan peran sebagai korban. "Tak perlu berperan, kami memang korban bahkan bukan saja pada saat itu, tapi sudah berpuluh tahun sejak UMNO dan BN berkuasa," kata Sabu.
Babak berikutnya adalah Perhimpunan Bangkit #KL112 yang diadakan pada 12 Januari 2013 di Stadium Merdeka, Kuala Lumpur. Hampir dua ratus ribu orang datang. Para pendukung perhimpunan yang juga pendukung partai oposisi menuntut agar pemilihan raya segera digelar dan kepemimpinan Malaysia segera berganti.
Cara mendekati rakyat melalui aksi unjuk rasa jalanan atau blusukan ke pusat-pusat warga itu tidak sekonyong-konyong datang ke benak para petinggi oposisi. Mereka telah melalui sebuah proses riset cukup panjang. Seorang sumber di barisan oposisi mengatakan beberapa orang memang sengaja diberangkatkan ke beberapa negara untuk melihat model revolusi yang berkembang. Salah satunya ke Jakarta. "Menjalin jejaring sembari mempelajari bagaimana demokrasi berlaku," ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Kebangsaan Malaysia, Abdul Ghapa Harun, pernah mengatakan oposisi dalam kondisi diuntungkan pada pemilihan kali ini. Isu penyalahgunaan kekuasaan seperti isu korupsi yang diangkat koalisi oposisi merupakan masalah yang populis, sejalan dengan tren yang juga sedang terjadi di masyarakat dunia.
Masalah itu, menurut dia, menjadi tantangan besar bagi penguasa koalisi Barisan Nasional. Selain itu, Ghapa mengatakan, isu ras juga bakal sedikit mengganjal popularitas partai penguasa setelah meluncurnya program satu Malaysia, yang dinilai mustahil oleh banyak pihak. "Dua isu semacam itu bakal sukar diantisipasi pemerintah Perdana Menteri Najib Razak," katanya.
Pilihan raya berlangsung tak sampai sebulan mendatang. Jalanan sudah dihias, disesaki ribuan poster kampanye. Wakil Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi mengaku siap tempur pada pilihan raya, saat bertemu dengan Tempo dua pekan lalu di Jakarta. Begitu juga dengan Tian Chua dari PKR. Bahkan untuk kedua kalinya ia mempertegas bahwa oposisi, "Siap mengirim badai tsunami untuk penguasa, seperti pada 2008."
Sandy Indra Pratama, Anne Muhammad (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo