Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah udara musim dingin yang menggigit, Hadia Ahmadi, 43 tahun, duduk di tepi jalan mencoba mencari uang beberapa sen dari pekerjaan sebagai tukang semir sepatu. Sebelum kelompok radikal Taliban merebut Afghanistan pada Agustus 2021 lalu, Ahmandi bekerja sebagai guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya pindah pekerjaan (dari guru) menjadi penyemir sepatu ketika saya melihat anak-anak saya kelaparan,” kata Ahmadi, yang juga seorang ibu dengan lima anak.
Hadia Ahmadi, 43 tahun, seorang guru yang sekarang alih profesi menjadi tukang semir sepatu di Afghanistan. Sumber: Reuters
Taliban menguasai Afghanistan menyusul ditariknya pasukan asing dari negara itu. Berkuasanya Taliban di negara itu, telah membawa ekonomi Afghanistan yang rapuh menjadi terjun bebas. Ada jutaan warga Afghanistan yang terancam kelaparan dan membuat keluarga yang dulunya kelas menengah, menjadi melarat.
Fondasi ekonomi Afghanistan sudah lama goyang dan bergantung pada bantuan, di mana saat ini bantuan tersebut hilang. Muncul kesenjangan, yang mencolok antara elit Kabul dan jutaan orang yang hidup pas-pasan.
Keluarga Ahmadi melambangkan kemajuan, yang dibuat oleh sebagian masyarakat Afghanistan selama 20 tahun negara itu didukung oleh Barat.
Setelah 10 tahun mengajar dan suaminya yang bekerja sebagai juru masak di sebuah perusahaan swasta dan satu anak mereka bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah badan pemerintah, keluarga Ahmadi menikmati sebuah kejayaan. Namun itu semua tersapu hanya dalam hitungan minggu.
Sekolah khusus perempuan di Afghanistan, ditutup. Walhasil, ini membuat Ahmadi langsung menjadi pengangguran. PHK selanjutnya dihadapi oleh suami, lalu putrinya.
Satu putra Ahmadi yang sedang kursus ilmu komputer, terpaksa berhenti. Sebab keluarganya sudah tak sanggup lagi membiayai.
Banyak keluarga di Afghanistan menjual isi rumah mereka. Mereka memajang perabotan rumah di pinggir jalan sepanjang Kota Kabul, demi bisa mendapatkan uang untuk makan.
“Sekarang ini kami menghabiskan hari-hari dengan kelaparan dan saat ini tidak ada satu pun sanak-saudara kami yang bisa membantu kami secara finansial,” kata Ahmadi.
PBB memperingatkan adanya bencana kemanusiaan di Afghanistan dan mencoba menggalang dana hingga USD 4,5 miliar (Rp 64 triliun) untuk menghindari kondisi semakin memburuk. Sayangnya, Taliban memblokade bantuan asing. Sekarang ini sistem perbankan nyaris lumpuh dan ekonomi Afghanistan telah dicekik oleh kurangnya uang tunai.
Sumber: Reuters
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.